Jakarta (Antara Babel) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menyurati Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memrotes tindakan eksekusi mati terhadap terpidana narkoba.
"'Follow up'-nya, kami akan surati presiden dan DPR," kata Ketua Komnas HAM Hafid AbbasHafid di Jakarta, Senin.
Tindakan menyurati presiden dan DPR terkait hukuman mati tersebut, kata Hafid, merupakan tindak lanjut dari pertemuan antara Komnas HAM dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengecam eksekusi mati pada terpidana.
Hafid berharap pemerintah mau menghentikan hukuman mati terhadap terpidana narkoba.
"Kami harap, hukuman mati ini adalah yang pertama dan terakhir kali," kata Hafid.
Menurutnya, eksekusi mati tidak tepat dilakukan untuk memberantas narkoba di Indonesia.
Ia berpendapat eksekusi mati berkebalikan dengan 130 negara yang sudah menghapuskan eksekusi mati sebagai hukuman terpidana.
Hafid juga mengatakan ada sebanyak 267 warga negara Indonesia yang divonis mati di beberapa negara akan kesulitan untuk dibebaskan.
"Dengan adanya eksekusi mati di Indonesia akan melemahkan posisi kami di dunia internasional dalam diplomasi membebaskan WNI yang divonis mati," kata dia.
Tak hanya Komnas HAM, sejumlah LSM seperti Migrant Care, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Setara Institute, LBH Masyarakat, Imparsial, dan Human Right Watch turut memprotes pemerintah terkait eksekusi mati.
Sebanyak lima terpidana kasus narkoba menjalani eksekusi mati di lapangan tembak Limusbuntu, Pulau Nusakambangan, pada Minggu (18/1) dini hari.
Lima terpidana mati yang telah dieksekusi it antara lain Ang Kim Soei (62) warga negara Belanda, Namaona Denis (48) warga negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga negara Brasil, Daniel Enemua (38) warga negara Nigeria, dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (38) warga negara Indonesia.
Sementara satu terpidana bernama Tran Thi Bich Hanh (37), warga negara Vietnam, telah dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah.