Yogyakarta (ANTARA) - Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) menyepakati pandangan untuk segera mengikis polarisasi dan merajut persatuan dalam kehidupan kebangsaan di Indonesia.
"Muhammadiyah dan PAN satu pandangan bagaimana kita terus berusaha memediasi agar polarisasi dalam kehidupan kebangsaan kita semakin minimal," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir seusai menerima silaturahim Ketua dan Anggota Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta, Senin.
Haedar mengatakan dalam pertemuan tersebut hal paling penting dibahas adalah bagaimana Muhammadiyah, PAN, dan seluruh kekuatan masyarakat maupun kekuatan politik menjadikan persatuan nasional sebagai agenda utama dalam kehidupan kebangsaan.
Muhammadiyah dan PAN saling bertukar pandangan tentang kecenderungan polarisasi dalam kehidupan kebangsaan, termasuk hadirnya media sosial.
"Kami satu pandangan bahwa Bangsa Indonesia dengan dasar Pancasila sebagai titik temu kita dan kemajemukan punya modal sosial, budaya, politik bahkan ruhaniyah untuk tetap utuh sebagai bangsa yang dalam perjalanan sejarahnya sudah ditempa proses integrasi sosial dan budaya cukup baik," kata Haedar.
Haedar menuturkan bahwa keragaman sudah menjadi kultur Bangsa Indonesia yang pada akhirnya membentuk apa yang menjadi idiom, yakni "Bhinneka Tunggal Ika".
"Namun, seiring dengan perkembangan politik nasional maupun isu bersifat global, di sana sini ada perbedaan dalam menyikapi keragaman dalam tubuh bangsa ini baik soal Palestina yang dulu tidak ada polarisasinya, kemudian persoalan-persoalan dalam negeri," kata dia.
Haedar mengatakan Bangsa Indonesia boleh bertumbuh dalam dinamika politik budaya dan ekonomi, tetapi harus tetap menjaga Bhinneka Tunggal Ika, semangat persatuan, dan semangat gotong royong.
"Terlalu mahal harganya kalau bangsa ini pecah," kata dia.
Ia tidak ingin Bangsa Indonesia terjebak dalam polarisasi menuju pada konflik dan perbedaan yang membawa pada disintegrasi nasional seperti di Uni Soviet dan Yugoslavia yang hancur dan gulung tikar karena perpecahan yang sangat sering.
"Maka kami berkomitmen untuk terus merawat persatuan, kebersamaan, dan integrasi bangsa ini. Kuncinya adalah komunikasi, toleransi, semangat untuk mengembangkan potensi, sifat damai, dan ikhtiar membangun berbagai program yang bersifat lintas satu sama lain," ujar Haedar.