Jakarta (Antara Babel) - Kabar akan adanya islah di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) muncul di Muktamar Persaudaraan Muslim (Parmusi), salah satu organ pendukung partai, yang digelar di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (13/3) lalu.
Kabar islah tersebut menjadi berita baik di tengah kisruh partai hijau itu. Kisruh yang telah mengakibatkan kedua kubu berseteru hingga masuk ke ranah hukum, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
PPP versi Muktamar Surabaya sebelumnya mengantongi keabsahan kepengurusan dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Sedangkan PPP versi Muktamar Jakarta memenangi gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan SK tersebut.
Polemik keduanya di ranah hukum diperkirakan oleh Ketua Umum versi Muktamar Surabaya M Romahurmuziy akan berlangsung lama, satu hingga dua tahun bila tidak ada islah.
Hal ini mengingat keputusan PTUN tersebut belum merupakan keputusan hukum tertinggi, final dan mengikat, masih ada dua proses hukum yang masih bisa dilalui, banding keputusan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) dan terakhir kasasi di tingkat Mahkamah Agung.
Menkumham Yasonna Laoly dan kubu Romahurmuziy telah melayangkan banding ke PT TUN atas keputusan PTUN tersebut.
Kesepakatan antara versi Muktamar Jakarta dan Muktamar Surabaya di Batam itu, dikabarkan terjadi setelah sejumlah politisi senior partai turun tangan mempertemukan kedua kubu di hari ketiga Muktamar Parmusi tersebut.
Pembicaraan islah dilaksanakan antara Ketua Umum versi Muktamar Jakarta Djan Faridz dan Wakil Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya Emron Pangkapi.
Djan Faridz usai pertemuan mengatakan, "Sejak awal, saya juga sudah yakin perselisihan dua saudara tidak mungkin tidak bisa diselesaikan".
Wakil Ketua Umum PPP hasil Muktamar Surabaya, Emron Pangkapi menyambut baik dan mengatakan akan segera menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Ketua Umumnya M Romahurmuziy.
Sementara Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia Usamah Hisyam tak menyia-nyiakan kesempatan untuk segera menindaklanjuti kesepakatan antara dua tokoh PPP, Djan Faridz dan Emron Pangkapi, dalam upaya mencapai islah PPP.
"Saya akan segera menemui Romahurmuziy (Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya) dan Djan Faridz (Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Jakarta) dan para sesepuh PPP dalam upaya mencapai islah PPP," katanya.
Romy, panggilan Muhammad Romahurmuziy pada Minggu (15/3) mengatakan, islah berarti, DPP PPP hasil Muktamar Jakarta bersedia menggabungkan diri ke dalam kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya yang telah mendapat keabsahan dari negara.
Namun demikian, Romy menegaskan, sejumlah syarat islah dalam tubuh PPP. Pertama, pihaknya siap menempatkan Djan Faridz sebagai wakil ketua umum atau posisi apa pun selain ketua umum dan sekretaris jenderal.
Kedua, meminta Djan Faridz menganulir hasil Muktamar PPP versi Jakarta yang memutuskan PPP tetap berada di Koalisi Merah Putih (KMP) karena hasil Muktamar PPP di Surabaya memutuskan, PPP bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mendukung Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Itu juga berarti, Pak Djan Faridz segera menarik rencana Dimyati (Sekjen DPP PPP hasil Muktamar Jakarta, Dimyati Natakusumah) untuk menggulirkan usulan hak angket untuk meminta penjelasan Pemerintah soal surat Menkum HAM perihal perselisihan Partai Golkar dan PPP," katanya.
Romy pun menanti realisasi langkah selanjutnya kubu Djan Faridz.
Islah Versi Jakarta
Gayung islah belum bersambut. Senin pagi (16/3). ratusan loyalis Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi kepemimpinan Djan Faridz mengadakan aksi unjuk rasa di depan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Jakarta.
Massa tiba di depan Kemenkumham, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan sekitar pukul 11.36 WIB dengan menggunakan dua truk dan empat bus metromini.
"Kami menuntut keadilan dan perilaku Menkumham tidak pantas untuk dilanjutkan lagi," kata orator Komunitas Muslim Pembela Kabah (Kompak) ketika berorasi di atas truk.
Selain itu, mereka juga menuntut agar segera disahkan kepengurusan dari PPP versi Djan Faridz yang sudah memenangkan di PTUN. Sejumlah spanduk bertuliskan "Lengserkan Yasonna Laoly (Menkumham)" terpampang di sepanjang jalan sekitar Kemenkumham.
Tuntutan lainnya, jika Yasonna tidak bisa bertindak bijak maka PPP akan meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menghentikan kebijakan dari Yasonna yang turut campur dalam permasalahan internal partai.
Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi dan Informasi PPP kubu Djan Faridz, Sudarto yang juga turut dalam unjuk rasa tersebut menegaskan pertemuan pengurus PPP di Batam bukanlah islah.
"Pertemuan di Batam tersebut hanyalah silaturahim umat Muslim yang dihadiri oleh pejabat PPP, bukan islah," kata Sudarto.
Ia menegaskan, PPP kubu Djan Faridz membuka peluang islah. "Hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari PPP Muktamar Surabaya," katanya.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta Dimyati Natakusumah sebelumnya, menyalahkan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly terhadap kisruh yang berlarut-larut tersebut.
Menurut dia, SK Menkumham yang ditandatangani Yasonna Laoly, membuat eskalasi kisruh PPP semakin meningkat dan upaya islah antara kedua kubu juga terhambat. Menkumham dituding tidak independen dan memihak.
Dimyati menegaskan, PPP hasil Muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz mengingatkan Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan perbaikan dalam menyikapi persoalan PPP.
Jika tidak ada perbaikan, menurut dia, PPP hasil Munas Jakarta, siap menggunakan hak angket untuk meminta penjelasan dari Pemerintah soal penyelesaian kemelut PPPP.
PPP Rugi
Sementara pengamat Survey Lintas Nusantara Emrus Sihombing menilai tanpa pihak ketiga yang turun tangan, maka konflik di PPP sulit diselesaikan dengan islah.
"Tanpa pihak ketiga yang diakui ketokohannya oleh kedua kubu, sulit sekali karena keduanya ngotot," katanya.
Direktur Eksekutif Indobarometer M Qodhari sebelumnya memperkirakan kisruh PPP akan diselesaikan lewat jalur hukum, mengingat saat ini sudah masuk ke pengadilan.
"Bila sudah masuk ranah hukum, pengalaman yang sudah-sudah, sulit untuk diselesaikan secara politik," katanya.
Keduanya sependapat, kisruh yang terjadi di partai berlambang Ka'bah tersebut justru merugikan karena akan meurunkan perolehan suara dan membuat mesin partai politik tidak optimal menyambut pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2015 akhir nanti.
"Sekali lagi korbannya kepengurusan di daerah," kata Emrus.