Jakarta (ANTARA) - Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memecat secara tidak hormat Briptu Nikmal Idwar yang terlibat kasus kekerasan seksual terhadap anak di Maluku Utara, Maluku.
Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan perbuatan pencabulan dan persetubuhan yang dilakukan Brigadir Satu Nikmal Idwar terhadap korban NI, anak di bawah umur, telah menggores hati institusi Polri.
"Polri menyampaikan permohonan maaf kepada Rakyat Indonesia terhadap perbuatan keji dan biadab tersangka," kat Sambo.
Menurut Sambo, Div Propam Polri akan memproses pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada yang bersangkutan melalui mekanisme Sidang Kode Etik Profesi Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 UU Nomor 2 Tahun 2000.
Ia menyebutkan, proses pemecatan seiring dengan proses penyidikan tindak pidana yang sedang dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2003 (Tentang Pemberhentian Anggota Polri) pasal 7 (1), b, c, pasal 8, pasal 10 dan pasal 11; Peraturan Kapolri No 14 tahun 2011 (Tentang Kode Etik Profesi Polri) Bid Propam Polda Maluku Utara dan Div Propam Polri.
Selain itu, Polri memberikan pendampingan kepada korban NI (16) yang dilakukan Bareskrim Polri.
"Sedangkan proses penyidikan dilakukan Polda Maluku Utara agar dikenakan pasal pidana seberat-beratnya," kata Sambo.
Selanjutnya, kata Sambo, siapa saja anggota Polri yang melakukan perbuatan tercela dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat akan segera ditindak sesuai arahan Kapolri Jederal Pol Listyo Sigit Prabowo.
"Tanpa pandang bulu," tegasnya.
Sambo menyampaikan bahwa Div Propam Polri mengimbau seluruh anggota masyarakat untuk berperan aktif melaporkan tindak pidana melalui aplikasi Propam Presisi apabila ada anggota Polri yang berpotensi melanggar sumpah dan jabatan.
Peristiwa dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dilakukan oknum anggota polisi yang bertugas di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara pada Minggu lalu.
Peristiwa tersebut mendorong reaksi publik yang mendesak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan.