Menurut hasil studi itu, selain memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes tipe dua dan meninggal dunia karena gangguan jantung orang-orang yang depresi juga sangat berisiko terserang stroke.
Orang-orang berusia 50 tahun lebih yang melaporkan gejala tetap depresi memiliki risiko stroke dua kali lebih tinggi dan peningkatan risiko itu masih tetap ada bahkan jika mereka sudah merasa lebih baik.
Para peneliti membuat kesimpulan itu setelah menganalisis data hasil wawancara dengan lebih dari 16 ribu orang paruh baya berusia 50 tahun atau lebih. Setiap dua tahun selama 1998-2010, para peserta studi ditanya tentang sejarah stroke, faktor risiko stroke dan gejala-gejala depresi mereka.
Orang-orang yang melaporkan banyak gejala depresi --tiga atau lebih dari delapan item dalam skala depresi--selama empat tahun berturut-turut memiliki risiko stroke sekitar 114 persen lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak punya gejala depresi dalam wawancara.
Masih belum jelas bagaimana tepatnya gejala depresi berkepanjangan bisa mengarah ke peningkatan risiko stroke, tapi peningkatan risiko itu tampaknya melekat dalam waktu lama, bahkan setelah depresi pergi.
Orang-orang gejala depresinya mereda saat wawancara kedua masih punya risiko stroke 66 persen lebih tinggi ketimbang mereka yang tidak menunjukkan gejala.
Penulis utama hasil studi itu, Paolo Gilsanz dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, mengatakan sampai sekarang para peneliti belum bisa meneliti apakah mereka yang sudah lebih lama bebas dari gejala depresi memiliki risiko stroke yang jauh lebih rendah.
"Untuk menilai itu kami butuh studi yang lebih besar," katanya lewat surel seperti dilansir laman Time.
"Kami terkejut melihat bahwa perubahan gejala depresi tampaknya butuh lebih dari dua tahun untuk mempengaruhi risiko stroke," kata Gilsanz.
Tapi meski data-data itu menujukkan bahwa menghilangkan gejala-gejala depresi tidak bisa segera meniadakan risiko stroke, mereka menekankan pentingnya penanganan dini dan menyarankan orang dengan gejala depresi menjaga diri sesehat mungkin seperti seharusnya.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa