Jakarta (Antara Babel) - Muhammad Supari, suami mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari dan Tia Nastiti, anak Siti Fadilah, disebut menerima uang sebesar Rp118,365 juta dari pengadaan peralatan medik dalam penanganan wabah flu burung tahun 2006.
"PT Indofarma Global Medika (IGM) setelah melakukan pembayaran pekerjaan pengadaan peralatan medik dalam rangka penanganan wabah flu burung sisa dana pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin tahun anggaran 2006 mengeluarkan uang sejumlah 13 ribu dolar AS atau Rp118,365 juta diberikan kepada Muhammad Supari selaku suami dari Siti Fadilah Supari untuk keperluan perjalanan keluar negeri bersama-sama dengan Ary Gunawan," kata jaksa penuntut umum KPK dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Hal ini disampaikan dalam pembacaan dakwaan untuk mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (saat ini Kementerian Kesehatan) Mulya A Hasjmy yang didakwa bersama-sama Siti Fadilah Supari melakukan tindak pidana korupsi kegiatan pengadaan peralatan medik dalam penanganan wabah flu burung tahun anggaran 2006 yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp28,406 miliar.
Ary Gunawan adalah perwakilan PT IGM yang ditunjuk selaku penyedia barang dalam pengadaan alkes untuk penanganan flu burung.
Ada sejumlah orang yang diperkaya dari proyek tersebut selain Muhammad Supari yaitu
1. Ary Gunawan atau PT Indofarma Global Medika (IGM) Rp 3,312 miliar
2. Singgih Wibisono atau PT Bhineka Usada Raya (BUR) Rp 24,47 miliar
3. Zulfachri Usman atau PT Asia Technik Utama (ATU) Rp 1,098 miliar
4. Muhammad Supari (suami Siti Fadilah Supari) Rp 118,36 juta.
5. Tatan Saefudin Rp 110 juta
6. Usman Ali Rp 90 juta
7. Hilman Hamid Rp 30 juta
8. Andreas Satrio Budi Rp 30 juta
9. Amran Anwar Rp 5 juta
10. Bulan Rakhmadi Rp 20 juta
Selain itu perbuatan Mulya juga memperkaya Pejabat Pemeriksa dan Penerima Barang antara lain, Yusmaniarti Syarief Rp 900 ribu, Yohanes Tondo Sulistyo Rp 900 ribu, Santo Pasaribu Rp 900 ribu, Imin Suryaman Rp 900 ribu.
Sedangkan dalam dakwaan kedua yaitu korupsi pengadaan peralatan kesehatan dalam rangka penanganan wabah flu burung dana APBNP TA 2006 pada Sekretariat Jenderal Bina Pelayanan Medik hingga merugikan keuangan negara pada Rp53,247 miliar dan memperkaya orang lain yaitu, dalam dakwaan kedua, anak Siti Fadilah disebut menerima uang sebesar Rp500 juta.
"Dalam proses pengadaan peralatan kesehatan dalam rangka penanganan wabah flu burung dana APBNP TA 2006, Dodo Sugiarto menerbitkan cek senilai Rp1 miliar yang dibelikan traveller cheque Bank Mandiri sebanyak 40 lembar dengan nilai Rp25 juta per lembar dan 20 lembar di antaranya dengan nilai keseluruhan Rp500 juta diberikan kepada Tia Nastiti, anak Siti Fadilah SUpari melalui Nuki Syahrun," ungkap jaksa.
1. Singgih Wibisono atau PT Bhineka Usada Raya (BUR) Rp29,352 miliar
2. Dodo Sugiharto atau PT Dwi Warna Jaya Raya (DWJR) Rp7,714 miliar
3. Masrizal Achmad Syarief atau PT Graha Ismaya GI Rp10,74 miliar
4. Sutikno Rp857,094 juta
5. Tia Nastiti (anak Siti Fadilah Supari) Rp500 juta
6. Tatan Saefudin Rp20 juta
Selanjutnya para panitia pengerimaan barang dan jasa pengadaan alat kesehatan flu burung tahun anggaran 2006 juga mendapatkan jatah
7. yaitu Yusmaniarti Syarief Rp5,4 juta serta tiket pesawat Jakarta-Padang dan Jakarta- Palembang
8. Yohanes Tondo Sulistyo Rp 700 ribu serta tiket pesawat Jakarta-Pontianak
9. Santo Pasaribu Rp260 ribu dan tiket pesawat Jakarta-Bengkulu (PP)
10. Imin Suryaman Rp 850 juta dan tiket pesawat Jakarta-Medan.
11. PT Bhakti Wira Husada Rp 51 juta
12. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Rp 25 juta.
Atas dua perbuatan tersebut, Hasjmy diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
