Washington (ANTARA) - Konflik yang meningkat antara Rusia dan Ukraina kemungkinan akan semakin meningkatkan biaya energi dan harga komoditas bagi banyak negara, menjaga tingkat inflasi utama meningkat lebih lama, kata seorang pejabat tinggi Dana Moneter Internasional (IMF), Selasa (25/1/2022).
Wakil Direktur Pelaksana Pertama Gita Gopinath mengatakan kepada Reuters bahwa situasinya sekarang jauh berbeda dari tahun 2014 ketika Rusia mencaplok wilayah Krimea di Ukraina, dan harga energi turun cukup tajam di tengah rendahnya permintaan dan pasokan gas serpih yang cukup.
"Kali ini ... jika konflik ini terjadi, Anda akan melihat kenaikan harga energi," kata Gopinath kepada Reuters dalam sebuah wawancara, mencatat krisis saat ini berlangsung di musim dingin dan cadangan gas alam jauh lebih rendah di Eropa.
Harga komoditas lain yang diekspor oleh Rusia juga naik, dan dapat memicu "peningkatan yang lebih besar dan luas" dalam harga komoditas jika konflik meningkat, katanya kepada Reuters setelah rilis World Economic Outlook yang diperbarui oleh pemberi pinjaman global itu.
Ekonomi Rusia mengalami kontraksi sebesar 3,7 persen pada tahun 2015 karena jatuhnya harga minyak dan sanksi internasional yang diberlakukan setelah aneksasi Krimea. IMF saat ini memperkirakan bahwa ekonomi Rusia akan tumbuh 2,8 persen pada 2022, tetapi perkiraan itu tidak termasuk kekhawatiran tentang konflik, kata Gopinath.
Gopinath mengatakan pada konferensi pers sebelumnya bahwa eskalasi konflik dan potensi sanksi Barat terhadap Rusia kemungkinan akan mendorong harga minyak dan gas alam lebih tinggi, mendorong biaya energi lebih tinggi bagi banyak negara di dunia.
Itu berarti inflasi utama, yang sudah pada tingkat yang sangat tinggi di seluruh dunia, bisa tetap "jauh lebih tinggi lebih lama," katanya.
Itu pada gilirannya, katanya kepada Reuters, dapat memperpanjang "angka inflasi yang sangat tinggi" dan meningkatkan risiko bahwa mereka dapat mengakar dan mulai masuk ke dalam spiral harga upah.
Konflik seperti itu juga akan berdampak pada pasar saham Rusia dan mata uang Rusia, rubel, katanya, seraya menambahkan bahwa pejabat IMF masih mengharapkan resolusi damai.
IMF pada Selasa (25/1/2022) merevisi perkiraan inflasi 2022 untuk negara maju dan berkembang, dan mengatakan tekanan harga yang meningkat kemungkinan akan bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya, tetapi mengatakan harga akan mereda pada 2023 karena pertumbuhan harga bahan bakar dan makanan moderat.
Berita Terkait
Presiden Jokowi ingatkan rakyat berhati-hati pilih kepemimpinan ke depan
16 September 2023 21:41
IMF berencana beri paket keuangan sebesar Rp238 triliun untuk Ukraina
22 Maret 2023 15:34
Wapres harap Indonesia tidak jadi "pasien" IMF
20 Oktober 2022 15:01
Presiden: 28 negara antre jadi "pasien" IMF
11 Oktober 2022 14:24
Presiden Jokowi serukan optimisme setelah 28 negara antre pertolongan IMF
11 Oktober 2022 12:15
Dunia tengah menghadapi krisis ganda
15 April 2022 19:51
IMF: Indonesia berhasil jaga stabilitas ekonomi di tengah krisis
23 Maret 2022 09:46
IMF: inflasi sebagai "risiko signifikan". kenaikan harga moderat
17 Februari 2022 10:11