Jakarta (Antara Babel) - WWF Indonesia menyebut penyediaan habitat baru
sebagai rumah kedua bagi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan Badak
Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) menjadi bentuk mitigasi
keberlangsungan populasi badak di Indonesia.
Direktur Konservasi WWF Indonesia Arnold Sitompul di Jakarta,
Minggu, mengatakan Badak Jawa harus segera dicarikan rumah baru sebagai
habitat keduanya selain di Ujung Kulon.
"Ini adalah langkah mitigasi yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan populasi Badak Jawa di dunia," katanya.
Menurut dia, kondisi habitat badak Jawa di Taman Nasional Ujung
Kulon (TNUK) sangat rentan oleh bencana alam, karena lokasinya yang
berdekatan dengan anak Gunung Krakatau.
Jika suatu saat meletus dan menghancurkan habitat Badak Jawa, maka
Indonesia dan dunia akan kehilangan salah satu aset keanekaragaman
hayatinya.
Selain itu, integritas habitatnya bersaing dengan pertumbuhan masif
langkap (Arenga obtusifolia), sejenis tanaman palem yang menghalangi
sinar matahari menembus bagian bawah hutan dan menghalangi tumbuhnya
pakan alami badak.
Hal itu dinilai sebagai salah satu ancaman serius, selain bencana
alam, bagi keberlangsungan populasi Badak Jawa yang hanya tertinggal di
Indonesia.
Arnold juga menyebut badak Sumatera juga membutuhkan upaya penyelamatan segera.
Kebakaran lahan, ekspansi lahan perkebunan, penebangan ilegal dan
perburuan menjadi isu utama pelestarian badak di Sumatera.
"Perlu langkah-langkah konkrit dari pemerintah untuk segera menyelamatkan Badak Sumatera," ujarnya.
Dari sembilan kantung populasi Badak Sumatera di Sumatera dan Kalimantan, hanya tersisa empat kantong saja.
Hasil studi terakhir menunjukkan sudah terjadi kepunahan lokal,
seperti di Taman Nasional Kerinci Seblat yang sejak tahun 2008 sudah
tidak lagi ditemukan Badak Sumatera.
Data terakhir berdasarkan Population and Habitat Viability
Assessment (PHVA, 2015) melansir populasi Badak Sumatera (Dicerorinus
sumatrensis) diperkirakan tersisa sekitar 100 individu yang hidup di
kawasan-kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan dan Taman Nasional Way Kambas dan satu kantung populasi
yang baru teridentifikasi pada 2013 di Kalimantan Timur.
Temuan keberadaan Badak Sumatera di Kalimantan, menurut dia, membawa angin segar karena sebelumnya di percaya sudah punah.
"Ini menjadi harapan di tengah prediksi mengenai menurunnya angka populasi badak di dunia," ujarnya.
WWF Indonesia bersama Sekretariat Bersama Badak Indonesia sedang
meneliti lebih lanjut untuk mengetahui jumlah populasi dan keberadaannya
agar dapat diupayakan langkah-langkah penyelamatan yang tepat untuk
menjaga dan mengembangkan populasi Badak Sumatera di Kalimantan.
Selain mencarikan rumah kedua bagi badak, upaya penyadaran
masyarakat untuk menjaga bersama populasi satwa langka itu juga dinilai
sangat penting.
Untuk memperingati Hari Badak Internasional (World Rhino Day) 22
September 2015, WWF Indonesia bekerjasama dengan beberapa lembaga
menggelar sejumlah kegiatan di Aceh, Lampung, Ujung Kulon, Jakarta dan
Kutai Barat mulai dari diskusi fotografi satwa liar dan konservasi
badak, lomba penulisan blogger, kampanye bersama di sekolah-sekolah.