Kupang (Antara Babel) - Antropolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ninuk Kleden-Probonegoro mengatakan bahasa ras Melanesia perlu dilestarikan dengan cara masuk dalam pelajaran Muatan lokal agar tidak punah.
"Tetapi tidak bisa di semua sekolah. Pembelajaran bahasa Melanesia tersebut hanya bisa dilakukan di sekolah-Sekolah Dasar, sementara mulai Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) menurut saya tidak cocok," katanya saat dilaksanakannya bedah buku berjudul Diaspora Melanesia di Nusantara yang baru diluncurkan pada Rabu (28/10) kemarin oleh Mendikbud Anies Baswedan di Kupang, Kamis.
Pembelajaran di sekolah-sekolah SD dirasakan sangat cocok karena memang menurutnya SD adalah tempat yang hanya didominasi oleh anak-anak yang memang berdekatan dengan sekolah tersebut.Sementara untuk SMP dan SMA mayoritas sudah tercampur baur dengan siswa-siswa dari daerah lain.
Hal ini disampikannya karena mengingat saat ini sejumlah bahasa-bahasa Melanesia di Indonesia sudah mulai terlihat hilang atau terancam punah karena tidak dibudidayakan.
Ia sendiri mencontohkan salah satu daerah yang tergabung dalam ras Melanesia yakni Maluku Utara yang bahasa-bahasanya terancam punah akibat penuturannya kurang dari 1.500 jiwa.
"Di sana yang masih bertahan dan memiliki bahasa penutur yang yang banyak adalah bahasa Sahu, Tobaru, Tobelo, Melayu dan bahasa Ternate yang cukup besar penuturnya," tuturnya.
Dosen Antropolog di Universitas Indonesia ini , juga menilai ada kemungkinan daerah-daerah Melanesia di Indonesia juga bahasa-bahasanya juga sudah hampir punah atau penuturannya semakin berkurang. Oleh karena itu menjaga dan melestarikan budaya Melanesia merupakan kewajiban dari semua masyarakat yang tergabung dalam "Melanesian Spearhead Group" (MSG).
Sebelumnya pada pembukaan Festival Budaya Melanesia 2015 di Kupang pada Rabu (28/10) kemarin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan buku "Diaspora Melanesia di Nusantara"
"Dengan adanya buku tersebut kita bisa melihat betapa Melanesia menjadi bagian dari Indonesia dan Indonesia menjadi bagian dari budaya Melanesia," kata Mendikbud Anies Baswedan kepada wartawan di Kupang.
Buku yang terdiri dari sembilan bab ini berisi bagaimana Melanesia sampai ke Nusantara, jejak genetik, hingga keragaman bahasa di Melanesia.
Buku yang ditulis oleh 10 orang antara lain adalah Rovicky Dwi Putrohari (ahli geologi), Truman Simanjuntak (arkeolog), Pater Gregorius Neonbasu (Antropolog), Multamia Lauder (pakar lingustik), Herawati Sudoyo (Kepala Laboratorium DNA Forensik Eijkman Institute) dan Edward L Poellinggomang (sejarawan) ini rencananya akan diserahkan ke penerbit umum agar dapat didistribusikan secara luas.