Jakarta (Antara Babel) - Anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Hanura
Dewie Yasin Limpo enggan mengungkapkan pemeriksaan perdananya sebagai
tersangka dalam kasus dugaan menerima suap terkait proyek pembangkit
listrik tenaga mikrohidro (PLTHMH) di Kabupaten Deiyai Papua anggaran
2016.
"Ngomong sama pengacara saya saja ya, saya lelah, capai," kata Dewie
seusai diperiksa sebagai tersangka selama hampir 10 jam di gedung KPK
Jakarta, Senin.
Pemeriksaan Dewie sebagai tersangka adalah yang perdana setelah
Dewie ditangkap pada 20 Oktober 2015 dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT)
oleh petugas KPK di bandara Soekarno Hatta, Tangerang.
"Pemeriksaan beliau hari ini baru pada hal-hal yang sifatnya
mendasar saja. Jadi belum masuk pada materi apa yang disangkakan. Baru
terkait tupoksi (tugas pokok dan fungsi) beliau sebagai anggota dewan
saja. Jadi belum masuk pada materi pokok," kata pengacara Dewie, Samuel
Hendrik.
Samuel hanya mengatakan bahwa kliennya hanya mengakui bahwa Kementerian ESDM adalah mitra kerja.
"Kalau dengan kementerian itu kan mitra kerja. Kalau mitra kerja kan
pasti dalam rapat-rapat. Kita tidak berani sampai sana dulu, materi
pemeriksaan minggu depan. Tadi hanya ditanyakan kewenangan-kewenangan
beliau sebagai anggota DPR. Itu terkait kode-kode etik," tambah Samuel.
Dewie beserta asistennya Bambang Wahyu Hadi dan sekretaris
pribadinya bernama Rinelda Bandaso diduga menerima suap dari pengusaha
PT Abdi Bumi Cendrawasih bernama Setiadi dan Kepala Dinas ESDM Deiyai
bernama Irenius Adi. Setiadi dan Irenius ditangkap petugas KPK di satu
rumah makan di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara.
Suap diberikan untuk memuluskan proyek PLTMH yang bernilai sekitar
Rp50 miliar rupiah agar masuk di APBN 2016. Saat penangkapan ditemukan
uang 177.700 dolar Singapura yang merupakan bagian pemberian pertama
sebesar 50 persen dari nilai "commitment fee".
Bambang, menurut KPK, berperan aktif seolah-olah mewakili Dewie
dengan Rienelda untuk menentukan nilai komitmen sebesar tujuh persen
dari total proyek.
Proyek itu merupakan bagian dari proyek unggulan pemerintah untuk
membangun pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) yang diluncurkan pada
4 Mei lalu.
Dewie, Bambang dan Rinelda disangkakan melanggar pasal 12 huruf a
atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No
20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64
ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya, dengan hukuman maksimal 20 tahun
penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
KPK juga menjerat Irenius dan Iriadi dengan pasal 5 ayat 1 huruf a
atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No
20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur
tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun
ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Dewie ditahan di rumah Tahanan Pondok Bambu sedangkan Bambang
ditahan di rutan Detasemen Polisi Militer Guntur sedangkan Rinelda,
Setiadi dan Irenius ditahan di rutan gedung KPK.
Dewie Limpo Enggan Ungkap Pemeriksaan Perdananya
Senin, 2 November 2015 23:05 WIB