Jakarta (ANTARA) - PT Kalbe Farma Tbk dan anak perusahaannya mengklaim bahwa setiap produk yang diedarkan pada masyarakat tidak menggunakan kandungan etilen glikol dan fietilen glikol sebagai bentuk kepatuhan atas standar yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dalam keterangan resmi perusahaan itu, di Jakarta, Jumat, Kalbe menyatakan bahwa selalu menjaga kualitas dan memenuhi standar pembuatan obat (CPOB) dan distribusi obat (CDOB) yang sudah ditetapkan BPOM.
Terkait dengan pemberitaan di masyarakat mengenai kebijakan tidak mengedarkan atau mengonsumsi obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirop, Kalbe menekankan kebijakan antisipatif pemerintah terhadap pengaturan peredaran produk sediaan sirup merupakan bentuk kehati-hatian telah jadi perhatian Kalbe dalam memasarkan obat kepada masyarakat.
Setiap produk yang diedarkan dipastikan telah mematuhi seluruh ketentuan BPOM. Selain tidak menggunakan kedua bahan baku itu, pihaknya turut memeriksa kembali produk-produk Kalbe dari kandungan Etilen Glikol dan Dietilen Glikol supaya aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Baca juga: PT Konimex akan tarik produk Termorex sirup sesuai edaran BPOM
Baca juga: Resep ramuan penurun demam dan pereda batuk pilek
Terkait dengan kerja sama, Kalbe mengaku akan terus memperkuat koodinasi dengan BPOM dan pihak terkait lainnya agar peredaran obat seperti ketersediaan obat sirup sesuai dengan panduan yang ditetapkan pemerintah.
Sebelumya pada Kamis (20/10), Kementerian Kesehatan bersama BPOM berkoordinasi untuk menentukan produk obat sirop mengandung bahan kimia perusak ginjal yang segera ditarik dari pasaran.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan rencana penarikan produk obat sirop itu berkaitan dengan temuan tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) pada 15 sampel produk obat sirop yang diteliti dari pasien gangguan ginjal akut.
Ia mengatakan zat kimia tersebut terdeteksi di organ pasien melalui penelitian terhadap 99 pasien balita meninggal akibat gagal ginjal di Indonesia.
"Kami tarik dan ambil darahnya, kami lihat ada bahan kimia berbahaya merusak ginjal. Kemudian kami datangi rumahnya, kami minta obat obatan yang dia minum, itu mengandung juga bahan-bahan tersebut," ujarnya.
Tindakan preventif yang dimaksud, katanya, menghentikan sementara pemberian obat sirop kepada masyarakat, baik usia anak maupun dewasa.
Menkes mengatakan tindakan tersebut langkah kehati-hatian pemerintah demi menekan laju kasus kematian akibat gagal ginjal. Kedua kandungan itu pun juga menjadi penyebab kematian banyak orang di sejumlah negara. Kasus serupa terjadi di Afrika, India, China dan sejumlah negara lainnya.
"Tahan dulu sementara, supaya tidak bertambah lagi korbannya balita-balita kita. Kalau obat urusan dokter, tapi kami tahan ke dokter dan apotek-apotek sampai nanti BPOM memastikan obat mana yang sebenarnya berbahaya," demikian Budi Gunadi Sadikin.
Berita Terkait
Pemkab Belitung Timur bantu keluarga korban gagal ginjal akut
17 Januari 2024 23:02
Bareskrim polri layangkan surat panggilan kepada Kepala BPOM
21 November 2022 15:57
Kasus gagal ginjal akut, Bareskrim Polri periksa 41 saksi
17 November 2022 09:10
Dinkes Bangka Tengah mengantisipasi gagal ginjal akut
4 November 2022 18:54
Kemenkes RI kembangkan penelitian penyebab gangguan ginjal akut
1 November 2022 10:13
Tim Labfor Polri pelajari sampel pasien gagal ginjal akut
31 Oktober 2022 09:01
Dua dari tiga anak yang mengalami gangguan ginjal akut di Bangka Belitung meninggal
29 Oktober 2022 11:17
Pemprov Babel berupaya cegah gangguan ginjal akut pada anak
29 Oktober 2022 11:14