Jakarta (ANTARA) - Diare bisa dialami oleh siapapun mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia (lansia). Butuh pencegahan dan penanganan yang tepat agar penyakit ini tidak membahayakan tubuh.
Diare adalah kondisi perubahan frekuensi buang air besar (BAB) yang disertai perubahan konsistensinya, yakni BAB menjadi lebih lembek atau cair dan frekuensinya meningkat.
"Bisa dikatakan hampir semua orang pernah mengalami diare, karena memang dari penyebabnya pun bisa karena infeksi atau tidak cocok dengan makanan. Jadi memang akan mudah dialami oleh semua orang," ujar Medical Officer PT Kalbe Farma Tbk, dr. Kristia Avi Ardiani melalui siaran resminya dikutip pada Rabu.
Lebih lanjut dr. Avi mengatakan, ada dua tipe diare yakni diare akut dan diare kronis. Yang pertama terjadi kurang dari dua minggu, biasanya disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi atau infeksi virus, bakteri, atau parasit.
Penyebab lainnya adalah perubahan pola asupan karena sistem pencernaan belum terbiasa dengan asupan yang baru dikonsumsi, misalnya diare karena pertama kali minum susu. Pada kondisi ini, diare bisa sembuh dengan sendirinya namun jika disebabkan infeksi, butuh penanganan.
Diare kronis, terjadi selama lebih dari dua minggu. Penyebabnya, malabsorbsi atau gangguan penyerapan, misalnya orang-orang yang memiliki intoleransi gluten, laktosa, fruktosa.
Bisa juga karena penyakit yang terdapat peradangan di saluran cerna, seperti IBD (Inflammatory Bowel Disease) atau IBS (Irritable Bowel Syndrome).
"Maka, harus ada manajemen lifestyle dan makanan yang dikonsumsi. Gangguan saluran cerna yang terjadi secara kronik pun memerlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Diare pun bergantung pada daya tahan tubuh," kata dr. Avi.
Menurut dr. Avi, diare juga bisa disebabkan karena penularan infeksi melalui fekal oral. Misalnya, saat seseorang sedang diare dan tidak bersih dalam mencuci tangan, maka penyakit tersebut bisa ditularkan lewat benda-benda yang disentuhnya.
Diare perlu diwaspadai ketika berlangsung lebih dari tiga hari, dan sudah dibantu dengan oralit tapi gejalanya tidak membaik atau semakin parah, ditambah terdapat demam, mual, muntah, sakit perut, perut terasa keram, tiba-tiba BAB-nya ada lendir atau darah, maupun berkali-kali BAB. Kemungkinan diare tersebut disebabkan oleh infeksi.
"Yang perlu diwaspadai adalah jangan sampai terjadi dehidrasi, karena saat diare banyak cairan tubuh yang hilang, karena keluar terus lewat feses. Cairan tubuh juga hilang beserta elektrolit-elektrolit yang memang untuk tubuh. Jadi caranya, minum air yang cukup, air putih atau ditambah cairan oralit yang mengandung garam dan gula," ujar dr. Avi.
Apabila cairan oralit tidak membantu, bisa ditambahkan obat-obatan mengandung yang adsorben untuk menghentikan diare, misalnya ada attapulgite, pectin, karbon aktif, bismuth.
dr. Avi juga mengatakan supaya tidak diare, maka harus bisa memilih makanan yang cara penyajiannya bersih dan jangan lupa untuk mencuci tangan sebelum makan.
"Kalau tidak bersih, risikonya lebih tinggi untuk terkontaminasi dan akan menyebabkan diare. Lalu dibatasi atau menghindari makanan yang memang mencetuskan diare, karena kan memang orang satu dengan yang lain berbeda pencetusnya," katanya.
Berita Terkait
Waspadai penyakit diare hingga infeksi saluran pernafasan akut selama liburan
9 Februari 2024 08:44
Kemenkes: 95 persen anak Indonesia harus sudah imunisasi
8 Februari 2024 18:49
Jangan gunakan blender bikin makan pendamping ASI, khawatir picu diare
1 Februari 2024 12:45
Dinkes Babel mengimbau masyarakat terapkan pola hidup bersih dan sehat
30 Januari 2024 14:44
14.585 anak di Babel terserang diare selama 2023
30 Januari 2024 13:41
Orang tua diimbau untuk mengenali ciri diare pada anak
22 Agustus 2023 15:06
Dua wakil China mundur dari final India Open 2023 akibat diare
22 Januari 2023 18:11
Waspada dehidrasi pada anak diare yang bisa sebabkan kematian
10 November 2022 13:40