Pangkalpinang (ANTARA) - "Pemilihan umum djangan mendjadi tempat pertempuran. Perdjuangan kepartaian yang dapat memetjah persatuan bangsa Indonesia."(Soekarno dalam sebuah pamflet di Pemilu Pertama Tahun 1955).
Peringatan 1 Tahun Menyambut Pemilu
Pemilu Serentak 2024 akan dimulai satu tahun mendatang tepatnya pada hari Rabu, 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Memang terasa lama, tapi perlu diketahui bahwa selama satu tahun tersebut terdapat hak–hak politik masyarakat dan peserta pemilu yang diramu sedemikian rupa dalam tiap tahapan oleh penyelenggara pemilu berdasarkan koridor hukum yang ada.
Didalamnya terdapat sebuah harapan dari suara rakyat agar pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang memiliki visi membangun negeri untuk kesejahteraan rakyatnya. Namun, menuju kesana tidaklah mudah karena ada potensi pelanggaran yang sewaktu waktu dapat melukai demokrasi.
Bahkan bisa saja ujungnya, masyarakat hanya sebagai “objek” pemilu yang “tereksploitasi” hak pilihnya sebatas sebagai “lumbung suara”. Maka mewujudkan pemilu berkualitas, masyarakat perlu diberdayakan dengan menjadikan rakyat sebagai aktor penting untuk bersama–sama ikut mengawasi pemilu.
Penempatan peran masyarakat sebagai subjek atau aktor dijelaskan Gunawan (2015) bahwa dalam konteks pengawasan pemilu, dibutuhkan usaha keras bersama untuk menjadikan masyarakat sebagai subjek dalam pemilu bukan objek pemilu semata.
Sebagai subjek atau aktor dalam pemilu, masyarakat dapat berperan, misalnya dengan menggerakkan, mensosialisasikan, dan mendidik pemilih. Partisipasi politik masyarakat idealnya harus seimbang antara masyarakat sebagai voters yang berarti masyarakat sebagai pemilih di dalam Pemilu, sebagai observers yang berarti sebagai pengawas di dalam pemilu yang mengawasi hak–hak politiknya, dan masyarakat sebagai judges yang berarti masyarakat sebagai juri/hakim yang menilai penyelenggaraan pemilu hingga jalannya program pemimpin terpilih selama masa jabatannya.
Tingginya partisipasi politik masyarakat menunjukkan tingginya tanggung-jawab dan kepedulian mereka terhadap politik, yang berarti tinggi pula kualitas demokrasi.
Sejarah “Spirit” Mengawasi Pemilu di Bangka Belitung Sejarah mencatat bahwa semangat pengawasan pemilu ini pernah dititipkan oleh Sang Proklamator Ir. Soekarno ketika diasingkan di Pesanggrahan Muntok, Kabupaten Bangka Barat tahun 1948 – 1949.
Kehadiran Sang Proklamator bersama beberapa pahlawan bangsa di Bangka Belitung merupakan bagian dari sejarah pada masa Agresi Militer II Belanda yang menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia pada waktu itu. Berdasarkan dokumen yang tersisa di Pesanggrahan Muntok, terdapat dokumen bersejarah yang ditulis tangan oleh Ir. Soekarno yang berisikan beberapa semangat demokrasi untuk menciptakan pemilihan umum yang jujur dan adil yang di awasi oleh organisasi untuk memimpin dan mengawasi pemungutan suara.
"Agar supaya kehendak rakyat Bangka itu dapat dikemukakan dengan sempurna di dalam sesuatu pemungutan suara, maka perlu dibangunkan satu Organisasi untuk memimpin dan mengawasi pemungutan suara itu” 1Tulisan itu ditulis dan ditandangani oleh sang proklamator tanggal 21 Februari 1949 di Pesanggrahan Muntok, Bangka Barat.
Hal inilah yang akan menjadi embrio kelahiran semangat berdemokrasi di Indonesia. Pada tahun 1982 akhirnya Lembaga yang mengawasi pemilu itu terbentuk yang dinamai dengan Panitia Pengawas Pelaksanaan (Panwaslak).
Selama masa Orde Baru, urusan pemilu sering dianggap menjadi urusan negara saja. Kemudian, pasca reformasi ternyata pemilu tidak cukup hanya diawasi oleh pengawas pemilu, karena pemilu bukan urusan negara semata. Melainkan urusan rakyat yang sudah seharusnya pemilu dikembalikan kepada rakyat untuk terlibat dalam partisipasi pengawasan di setiap tahapannya yang dikenal dengan pengawasan partisipatif.
Membumikan Pengawasan Pemilu di Bangka Belitung Sadar atau tidak bangkitnya semangat berdemokrasi di Bangka Belitung tak putus pada masa kemerdekaan Indonesia saja. Di masa pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 1990an – 2000 masyarakat Bangka Belitung telah berhasil membawa Bangka Belitung menjadi provinsi ke-31 di Negara Indonesia.
Keberhasilan ini dianggap sebagai perjuangan kelompok masyarakat melayu dan thionghoa yang berhubungan harmonis hingga saat ini kemudian hal itu saat ini dikenal dengan istilah Fan Ngin Tongin Fangin Jit Jong.
Menurut sumber pada Wikipedia, Fan Ngin Thong Ngin Jit Jong dalam pelafalan orang Melayu, istilah ini kadang disebut Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong adalah sebuah falsafah spirit kebersamaan antar etnis Tionghoa dan Melayu di Kepulauan Bangka-Belitung.
Istilah ini dicetuskan oleh dua tokoh pendiri Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung, Amung Tjandra perwakilan dari kelompok Tionghoa dan Romawi Latief dari kelompok melayu. Munculnya istilah ini berlatar belakang dari keharmonisan dan kebersamaan dua suku utama di Bangka-Belitung, Tionghoa dan Melayu.
Keberhasilan pembentukan provinsi ini dianggap sebagai hasil dari perjuangan berbagai kelompok masyarakat, seperti Melayu dan Tionghoa. Melihat catatan sejarah itu, tak heran masyarakat Bangka Belitung yang terdiri dari dua etnis ini sepi dari berita konflik antar etnis.
Semangat kebersamaan yang sudah terbangun sejak dulu menjadi modal sosial untuk bersama–sama mengawal penyelenggaraan pemilu. Semangat itu hendaknya tidak hanya menjadi semangat dari penyelenggara pemilu saja, namun menjadi semangat rakyat dan oleh karena itu pemilu bukanlah ajang sermonial belaka. Semangat mengawasi pemilu bersama–sama perlu “dibumikan” di Negeri Serumpun Sebalai.
Pengawasan Partisipatif ini dibangun atas dasar kesadaran, kerelawanan dan panggilan hati nurani untuk ikut berperan serta mewujudkan pemilu yang berkualitas karena semakin banyak yang mengawasi maka semakin menutup ruang gerak kecurangan itu akan terjadi. Untuk Pemilu berintegritas, bermartabat dan terlegitimasi, Ayo Awasi Bersama! Bersama Rakyat Awasi Pemilu – Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu. Merdeka !!!
*EM OSYKAR, S.IP, M.Sc adalah Ketua Bawaslu Provinsi Bangka Belitung*