Jakarta (Antara Babel) - Presiden Joko Widodo akhirnya menyudahi silang pendapat apakah Blok Masela dibangun di darat (onshore) atau di lepas pantai (offshore).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah kunjungan kerja ke Entikong Kalimantan Barat, memberikan keterangan pers di Bandara Internasional Supadio, Kalbar, Rabu (23/3) memutuskan proyek Blok Masela dibangun di darat dengan mempertimbangkan berbagai masukan dan saran yang diberikan.
Keputusan tersebut bisa jadi mengakhiri perseteruan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang dalam beberapa bulan ini secara terbuka memberikan arguman soal Blok Masela.
Rizal Ramli menginginkan lokasi Blok Masela dibangun di darat, sementara Sudirman Said menginginkan dibangun di lepas pantai.
"Ini adalah sebuah proyek jangka panjang tidak hanya 10 tahun, 15 tahun tapi proyek sangat panjang yang menyangkut ratusan triliun rupiah, oleh sebab itu dari kalkulasi perhitungan, pertimbangan-pertimbangan yang sudah saya hitung kita putuskan dibangun di darat," kata Presiden.
Ia menyampaikan hal itu diputuskan dengan pertimbangan pertama yakni bahwa pemerintah ingin ekonomi daerah dan ekonomi nasional terimbas dari pembangunan Blok Masela.
Pertimbangan kedua yakni pembangunan wilayah atau "regional development" yang diharapkan juga terkena dampak pembangunan proyek besar Masela. "Dan setelah keputusan ini akan ditindaklanjuti oleh Menteri ESDM dan SKK Migas," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menegaskan pihak yang paling diuntungkan dari keputusan pembangunan kilang Blok Masela di darat adalah rakyat Indonesia.
"Yang paling diuntungkan dari semua ini adalah rakyat Indonesia," kata Rizal di sela pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Belanda di Hotel Kempinski, Jakarta.
Menurut Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu skema pembangunan kilang di darat (onshore) yang direkomendasikannya akan lebih menguntungkan.
Pasalnya, dengan dibangun kilang gas alam cair (LNG) di darat, pihaknya mengklaim akan tercipta pusat industri baru setara dengan kota Balikpapan.
"Karena kalau kita cuma sedot gas, diekspor pakai 'floating' (kilang terapung), setahun hanya dapat 2,5 miliar dolar AS. Tapi kalau kita bikin kota Balikpapan baru, 90 kilometer dari situ, bisa bikin industri pupuk, petrokimia, setahun Indonesia bisa dapat 6,5 miliar dolar AS. Dua kali (lipat) manfaatnya dari (kilang) terapung," katanya.
Belum lagi, kata Rizal, dampak langsung yang bisa dirasakan masyarakat sekitar Blok Masela adalah terbukanya lapangan kerja baru sehingga dapat mendorong perekonomian setempat.
"Rakyat di situ bisa bikin restoran, taksi. (Kalau di laut), masak di laut pakai taksi?" ujarnya.
Lebih lanjut, mantan Kepala Bulog itu mengatakan rakyat Indonesia, khususnya Maluku mengaku senang atas keputusan yang diambil Presiden.
"Rakyat Maluku senang sekali. Banyak yang SMS saya, bilang mereka terharu. Mereka gembira ternyata Presiden Jokowi sungguh-sungguh melaksanakan konstitusi agar sumber daya alam sebesar-besarnya untuk rakyat Indonesia," pungkasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said akan melaksanakan keputusan Presiden RI Joko Widodo terkait dengan pengembangan Lapangan Abadi Blok Migas Masela di darat.
Sudirman dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, mengatakan bahwa pihaknya telah merumuskan langkah-langkah sebagai tindak lanjut dari keputusan Presiden tersebut.
"Sebagaimana diketahui berbagai informasi dan masukan telah disampaikan kepada Bapak Presiden. Bapak Presiden telah menggali seluruh aspek, termasuk aspek pembangunan daerah, nasional, dan kewilayahan. Kita bersyukur Bapak Presiden telah mengambil keputusan. Keputusannya adalah pengembangan Blok Migas Masela dibangun di darat (dengan metode onshore)," katanya.
Untuk itu, sebagai penanggung jawab, Sudirman menindaklanjuti putusan Presiden tersebut dengan langkah-langkah, di antaranya pertama, mengomunikasikan keputusan pemerintah kepada investor agar mengkaji ulang seluruh rencana yang telah diajukan.
Kedua, menugasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk mengomunikasikan keputusan pemerintah tersebut kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan pemerintah kabupaten bersangkutan agar keputusan tersebut dapat ditindaklanjuti serta didukung oleh Gubernur Maluku dan bupati terkait.
Ketiga, menugasi SKK Migas untuk bekerja dengan investor agar pengkajian ulang yang termaksud dapat dilaksanakan secepatnya dan tidak menunda "final investment decision" atau keputusan akhir investasi (FID) terlalu lama.
"Disadari, skala investasi maupun kompleksitas proyek ini tinggi. Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan, pemerintah telah mengambil sikap yang hati-hati (prudent) agar semua aspek dipertimbangkan," katanya.
Sudirman menambahkan bahwa berdasarkan pertimbangan aspek tersebut, Presiden berkeyakinan membangun di darat memiliki manfaat perputatan ekonomi (economic multiplier) yang lebih besar, baik pada skala regional maupun nasional.
"Begitu pun dari sisi pengembangan wilayah, membangun di darat akan menberikan manfaat maksimal bagi masyarakat," katanya.
Proyek di perairan bagian paling Selatan di wilayah Provinsi Maluku tersebut telah dikembangnan sejak ditekennya kontrak bagi hasil atau "production sharing contract" (PSC) pada tahun 1998.
Rencana pengembangan atau "plant of development" (POD) I telah disetujui Menyeri ESDM pada tahun 2010, catatan cadagannya 6,97 trillion cubic feet (tcf).
Pada tahun 2013, ditemukan cadangan baru sehingga jumlah cadangan yang telah disertifikasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) meningkat menjadi 10.73 tcf.
"Sebagai dasar penetapan FID yang dijadwalkan pada tahun 2018, revisi POD I diperlukan," kata Sudirman.
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Repubik Indonesia (PMKRI) Maluku meminta pengelolaan kilang gas abadi blok Masela menyentuh kesejahteraan masyarakat lokal.
"Kami mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo yang telah memutuskan pengelolan blok Masela di darat, tetapi yang terpenting adalah kehadiran kilang gas tersebut dapat menyentuh kebutuhan dasar masyarakat setempat," kata Komisaris Daerah PMKRI Maluku, Tarsisius Sarkol, di Ambon.
Menurut dia, keputusan Kepala Negara telah menjawab aspirasi masyarakat Maluku yang menginginkan kilang gas abadi berada di darat.
Keputusan tersebut harus ditindakanjuti pemerintah pusat, provinsi Maluku dan kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) serta Maluku Tenggara Barat (MTB) terkait penyiapan infrastruktur pendukung.
"Pemerintah daerah seharusnya memprioritaskan kebutuhan masyarakat setempat seperti akses jalan raya, jalan setapak, pelayanan kesehatan, pendidikan, kebutuhan air bersih, penerangan jalan serta kebutuhan dasar lainnya," katanya.
Tarsisius menyatakan, sebelum blok Masela resmi beroperasi, pemerintah diminta untuk segera menjawab kebutuhan masyarakat di sekitar area pengelolaan kilang gas tersebut.
"Jangan sampai pengelolaan blok Masela berjalan seluruh infrastruktur pendukung belum rampung. Hal ini akan membawa dampak negatif bagi masyarakat setempat," ujarnya.
Selain itu pemerintah juga diminta untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dalam bidang minyak dan gas, dengan cara memberikan kesempatan bagi anak daerah mengikuti pendidikan.