Jakarta (ANTARA) -
Sebuah unggahan di Twitter menarasikan pandemi gelombang kedua yang direncanakan tahun 2025 ternyata dimajukan menjadi 2023.
Dalam unggahan tersebut, dinarasikan juga dalam satu hingga dua bulan, akan ada peraturan lockdown, Work From Home (WEH) , dan aturan pakai masker.
Berikut narasi dalam unggahan tersebut:
“Pandemi 2.0 yang dijadwalkan tahun 2025, ternyata dimajukan, bukan di 2024, tetapi di 2023.
Dalam sebulan dua bulan, akan ada peraturan Lockdown, WFH, dan aturan pakai Masker.
Pertama agar masyarakat tidak protes, maka alasannya adalah Polusi Udara.
Chemtrails terus ditaburkan, DEW dengan hasil kebakaran hutan dan gedung-gedung, Langit dibuat jadi Forecast, seakan-akan menghitam karena jelaga Batubara atau BBM.”
Namun, benarkah gelombang kedua pandemi akan dimulai akhir 2023?
Penjelasan:
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Dr Siti Nadia Tarmizi kepada ANTARA menjelaskan bahwa pandemi bukanlah sesuatu yang bisa direkayasa karena pandemi merupakan penyakit baru.
Seperti pada umumnya, penyakit baru sering menimbulkan fatalitas yang besar karena kita belum kenal dengan penyakitnya.
Pandemi juga bukan suatu rekayasa karena hampir semua negara terdampak dengan pandemi. Mulai dari negara yang super power hingga negara yang lemah ekonominya.
“Kedua terkait polusi, kalau kita lihat ini kondisi yang saat ini terjadi dan sudah banyak kajian ilmiah hubungan antara kualitas udara yang buruk dengan kesehatan dan karena kualitas udara tidak baik maka sebagai upaya pencegahan salah satunya penggunaan masker, WFH juga mengurangi polutan khususnya emisi kendaraan,” kata Siti Nadia Tarmizi.
Kemudian terkait himbauan membeli Ivermectiin dan Hidrokloroquin, sambung dia, hingga saat ini belum ada kajian ilmiah terkait obat pencegahannya.
Klaim: Gelombang kedua pandemi dimulai akhir 2023
Rating: Misinformasi