Mentok, Babel (ANTARA) - Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun ini mengusulkan sebanyak 250 kosakata dari Pulau Belitung untuk dimasukkan dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) sehingga bisa diakui sebagai bahasa negara.
Usulan tersebut patut mendapatkan apresiasi baik pemerintah maupun masyarakat karena akan memperkaya kata dalam KBBI, sekaligus menjaga kelestarian bahasa daerah.
Kosakata dalam KBBI ada yang diserap dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Untuk menjadi kosakata bahasa Indonesia, ada beberapa kriteria yang harus dimiliki, antara lain unik, eufonik, seturut kaidah Bahasa Indonesia, tidak berkonotasi negatif, dan kerap dipakai.
Kepala Kantor Bahasa Babel Muhammad Irsan mengatakan selama ini banyak bahasa daerah di seluruh Indonesia yang sudah dimasukkan dalam KBBI dan cukup populer digunakan dalam komunikasi sehari-hari.
Salah satu bahasa daerah yang cukup banyak masuk dalam KBBI adalah bahasa dari Pulau Jawa, antara lain kata santai sebagai persamaan rileks yang diusulkan oleh wartawan di Jawa. Ada juga seorang guru di Sumatera Selatan yang mengusulkan kata mantan penyamaan kata bekas. Kata-kata ini pada saat ini sudah cukup populer dan kerap digunakan dalam bahasa sehari-hari.
Ke depan diharapkan semakin banyak bahasa lokal Bangka dan Belitung masuk dalam KBBI dan digunakan dalam komunikasi verbal maupun tertulis dalam kehidupan sehari-hari.
Sebelum diusulkan untuk masuk KBBI, 250 kosakata tersebut sudah diolah berdasarkan masukan-masukan dari tim KBBI dan disidangkan dalam sidang kosakata bahasa daerah.
Hingga saat ini, bahasa Bangka yang sudah masuk dalam KBBI baru 35 kosakata. Dengan adanya usulan 250 kosakata dari Belitung diharapkan dapat disetujui dan menjadi kebanggaan bagi warga setempat.
Sebaran bahasa di Bangka
Pamong Budaya Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Babel, Ali Usman, mengatakan sebaran bahasa yang dipakai masyarakat di Pulau Bangka cukup banyak dan beragam.
Berdasarkan Peta Schets Taalkaart van de Residentie Bangka karya K.F. Holle yang diterbitkan 1889, pada masa itu terdapat 12 bahasa yang dipakai masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, tersebar di 10 distrik dan 31 "onderdistrik". Sebanyak 12 bahasa tersebut berasal dari dua rumpun bahasa, yakni rumpun Melayu dan China.
Dalam penelitiannya, sebagian besar warga di Pulau Bangka memakai bahasa darat, bahasa ini serumpun dengan bahasa Melayu dan sebaran cukup luas, mulai dari utara di Jebus sampai di selatan di Toboali.
Berdasarkan pembagian wilayah kabupaten saat ini, untuk bagian utara Pulau Bangka, sebaran bahasa darat berada di wilayah Kabupaten Bangka Barat antara lain di Kampung Tumbak, Asem, Petar, Limbung, Rukam, Rangi, Telak (Air Mangris), Kapit (Kelapa), Semulut, Bembang, Penyabung, Tanjung Pemuja, Tanjung Sangus, Gunung Klabat dan Pusuk.
Sementara sebaran bahasa darat di Kabupaten Bangka, meliputi Penyusuk, Romodong, Panji, Gunung Muda, Menjana, Riding Panjang, Riau, Silip (Sekah), Pugul (Pelawan), Cit, Katiuw, Mangkutul, Gedong (Lap Fu Tu), Lumut, Pangka Ilir, Pangkal Tenam, Ketiping, Gebak (Puding), Kapuk (Nyalau), Siul, Neknang, Gendi, Tengiris, Tiangtara, Dalil, Bakem, Mangka, Mabat, Nek Urit, Duku, Manirip, Bukit Layang, Pangkal Layang, Air Layang.
Selain itu, Penyamun, Tutut, Duren, Air Manik, Kayu Besi, Puding Besar, Labu, Nibung, Mundar, Buyan, Kelumbi, Mesulong, Tanahbawah, Saing, Bubung Baru, Kotawaringin, Zed, Kemuja, Lukok, Petaling, Air Duren, Pangkalan Kerkei, Cengkoabang, Kace, Titipuak, Payakbenua, Menduk, Tangan Baju, Pondok Labu dan Penagan.
Begitu juga untuk wilayah Kota Pangkalpinang, ada beberapa kampung yang menggunakan bahasa darat, yaitu Tuatunu, Selindung, Gabek, Betur, Semabung, Pedada dan Airitam.
Di bagian selatan Pulau Bangka, sebaran bahasa darat berada di sebagian besar Kabupaten Bangka Tengah, kecuali Kecamatan Simpang Katis dan Kota Koba, sedangkan di Kabupaten Bangka Selatan, tersebar di Kampung Bangkakota, Pangkal Kalop, Pangkal Bikam, Gudang, Jelutung, Liyeh, Pangkal Serdang.
Sebaran juga berada di Merapin, Ranggung (Terentang), Nadung, Payung, Batu Betumpang, Pangkalbuluh, Malik, Sengir, Lobak Ulu, Ulas, Ketra, Ransien, Simbar, Sedayu, Luwing, Papan, Jelutung, Auwer, Lesa, Katulu, Air Bara, Ranggas, Nangka, Metung, Klamping, Pedendang, Keposang dan Tukak Sadai.
Melalui data sejarah ditemukan adanya beberapa fakta menarik, yaitu tidak semua wilayah Pulau Bangka menggunakan bahasa melayu darat karena ada beberapa wilayah yang menggunakan bahasa lain, seperti Sungailiat dan Merawang.
Selain itu, dari seluruh wilayah Distrik Mentok, hanya kampung Mesulong yang menggunakan bahasa melayu darat dan posisinya dekat perbatasan dengan Distrik Sungailiat, atau tepatnya dekat Kampung Kelumbi.
Dalam perkembangannya, tentu ada perbedaan bahasa melayu darat yang dipakai sekarang dibandingkan 135 tahun lalu. Untuk itu akan dilakukan kerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Kantor Bahasa Babel guna melakukan kajian kembali sebaran bahasa lokal tersebut.
Ragam dialek bahasa darat
Meskipun sebagian besar masyarakat di Pulau Bangka menggunakan bahasa melayu darat, namun ditemukan adanya perbedaan dialek berdasarkan lokasi tempat tinggal.
Bahasa dialek darat di Pulau Bangka terdapat sedikitnya sembilan wilayah sebaran dan empat diantaranya berada di Kabupaten Bangka Selatan, yaitu dialek darat (1) berada di wilayah Permisang, yakni di Kampung Rajik, Jering, Basung dan Sebagin, dialek darat (2) tersebar di Kampung Deles, Nyelanding, Pelajan, Enda, Bedengung , Irat, Baru dan Brandok, dialek darat (3) hanya tersebar di wilayah bagian timur Sungai Kepoh, yang kini masuk wilayah desa Tepus dan Kepoh, sedangkan dialek darat (4) tersebar dari wilayah kota Toboali, Gadung, Lintang, Kepoh, Keposang (Kepo Kecil), Baru, Bikang, Jeriji (Petaling), Serdang, Pergam, Bencah, Mawas, sampai Air Gegas.
Untuk wilayah Bangka Tengah, hanya ada satu dialek darat (5), dengan sebaran di Kampung Terak, Dinding Papan, Rukam, Teru, Beruas, Serai, Keretak, Sarang Mandi, Katis, Puput dan Pinangsebatang.
Sedangkan di Kabupaten Bangka Barat terdapat empat dialek, yaitu dialek darat (6) berada di Kampung Kemangmasem, Batu Balai, Menjelang, Air Belo, Air Limau dan Belo Laut. Tidak termasuk kota Mentok.
Selanjutnya dialek darat (7) berada di wilayah Jering, dari pesisir utara sampai pesisir selatan, meliputi Kampung Pelangas, Mayang, Simpang, Pangek, Peradong, Air Nyato (Teritip), Berang, Ibul, Kepayang, Pangkal Jering dan Kura. Kemudian dialek darat (8) berada di wilayah Ampang, meliputi kampung Terentang, Kacung, Dendang, Tebing Tinggi, Kelapa (Ampang), Mancung, Paya Pemandi, dan Kayu Arang, serta dialek darat (9) berada di wilayah Kedale, yakni Kampung Tanjung Niur, Tempilang, Sangku dan Penyampak (Pangkal Minyambi).
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Bangka Barat, Muhammad Ferhat Irvan, mengatakan khusus di wilayah Kabupaten Bangka Barat dialek darat tersebut sesuai dengan sebaran suku atau kelompok masyarakat yang ada di daerah tersebut, yaitu kelompok Jerieng, Kediale, Ampang.
Selain itu, di Bangka Barat juga terdapat bahasa lain yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bahasa China dan China Melayu, seperti yang digunakan masyarakat di Jebus. Sedangkan di Mentok warganya menggunakan bahasa Melayu Bangka atau Melayu Riau.
Keragaman bahasa yang ada sejak zaman dahulu dan bertahan di tengah masyarakat sampai saat ini merupakan kekayaan budaya yang patut dilestarikan, salah satunya dengan menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Bangka, khususnya yang ada di Bangka Barat sudah terbiasa memakai bahasa masing-masing dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam percakapan beda suku, misalnya orang Suku Jering bertemu dengan Suku Kediale atau Ampang, mereka tetap menggunakan bahasa dan dialek masing-masing. Padahal ada banyak kata dan pelafalan yang berbeda tetapi masih bisa saling mengerti yang dimaksud dalam percakapan tersebut.
Keragaman budaya ini merupakan aset berharga yang perlu terus didukung agar bisa lestari untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya. Dinas Pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Bangka Barat melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Kantor Bahasa Provinsi Babel untuk melakukan pencatatan kosakata dari berbagai bahasa yang ada di daerah itu.
Bentuk dukungan tidak hanya sebatas pencatatan, namun juga memberikan fasilitasi berbagai acara adat dan tradisi yang di dalamnya selalu menggunakan bahasa dan dialek lokal. Ini salah satu bentuk dukungan dalam upaya pelestarian bahasa daerah.
Pelestarian bahasa daerah
Ada beberapa pola yang bisa digunakan pemerintah untuk pelestarian bahasa daerah, salah satunya yang telah dilakukan Kantor Bahasa Provinsi Babel yang pada tahun ini menyiapkan sebanyak 20 cerita lokal yang membidik segmen anak-anak.
Usaha ini diharapkan mampu menyediakan bahan bacaan berkualitas bagi anak-anak sekaligus merevitalisasi bahasa daerah sesuai arahan Kemendikbudristek RI yang mencanangkan merdeka belajar ke-17.
Langkah yang diambil itu merupakan bentuk komitmen dalam menjaga kelestarian cerita-cerita lokal dan meningkatkan kecintaan generasi muda terhadap berbagai budaya yang ada daerahnya.
Pemerintah juga akan menggandeng para pegiat sastra untuk menggali berbagai cerita yang ada sekaligus memberikan kesempatan untuk menyosialisasikan ke sekolah dasar dan pendidikan anak usia dini.
Para pegiat sastra daerah juga diajak untuk bersama-sama mengajarkan siswa agar semakin memahami bahasa daerah, cerita lokal agar upaya revitalisasi sastra lisan bisa berjalan sesuai rencana.
Hal ini juga sejalan dengan tema merdeka belajar yaitu dengan melakukan pembinaan pengembangan bahasa dan sastra di daerah itu.
Perlu adanya kesadaran bersama untuk merawat dan melestarikan bahasa dan sastra daerah agar tidak mengalami kemunduran bahkan punah. Hal ini bisa dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar tempat tinggal.
Bahasa daerah beserta dialek yang beragam merupakan kekayaan yang perlu dikembangkan untuk memperkokoh persatuan, meningkatkan rasa kebangsaan, dan membantu generasi muda lebih mudah memahami identitas.
Dengan terbentuknya jati diri generasi penerus diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan daerah dan nasional secara berkelanjutan.