Pangkalpinang (ANTARA) - 28 Oktober 1928 mencatat sejarah para pemuda Indonesia bersatu dan menyusun strategi mewujudkan kemerdekaan. Para pemuda aktif menyampaikan aspirasi dalam kongres seperti, Soegondo, Moh. Yamin, dan Mr. Sartono. Soegondo sebagai ketua Perhimpunan Pemuda-Pemuda Indonesia pada usia yang masih muda 23 tahun menyampaikan aspirasi melalui pidatonya.
Dengan penuh keyakanian dan semangat, beliau mengatakan bahwa para pemimpin pemuda, pemimpin pergerakan nasional bisa mengalahkan dan menghadapi taktik Belanda dengan persatuan dari seluruh Bangsa Indonesia.
Soegondo pada akhir pidatonya juga menekankan kembali pada para pemuda bahwa pentingnya persatuan nasional dalam memerangi perpecahan. Setelah pidato Soegondo, dilanjutkan kembali oleh Moh. Yamin sekretaris Perhimpunan Pemuda-Pemuda Indonesia yang waktu itu berumur 25 tahun dan masih menjadi mahasiswa jurusan hukum. Namun, ia mempunyai pengalaman cukup banyak dan berani dalam mengemukakan permasalahan dalam persidangan (Fatwa , 2019).
Pidato menarik disampaikan Moh. Yamin berisi tentang “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”. Persatuan dan kebangsaan dapat dibentuk dari sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Dengan penuh semangat, beliau mengatakan bahwa pemuda harus berada ditengah-tengah persatuan dan kebangsaan.
Setelah mendengar, menimbang, dan memperhatikan aspirasi para pemuda-pemuda dalam kongres tersebut, menghasilkan keputusan sebagai berikut; kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dengan suara yang lantang, para pemuda mengucapkan kalimat-kalimat di atas sehingga menimbulkan tekad yang kuat untuk bersatu dengan nama Indonesia.
Semangat membara “mental baja” dimilikki pemuda-pemuda Indonesia untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Tak kenal takut dalam memperjuangkan kemerdekaan walau gerak-gerik mereka selalu diawasi polisi Belanda.
Oktober 1928 menjadi sejarah perjuangan para pemuda bersatu sebagai jalan awal menuju Indonesia merdeka. Namun, berbanding terbalik dengan Oktober 2023 ini, kita disuguhkan dengan berita para generasi muda bunuh diri. Hati ibu mana yang tak pilu setelah membaca surat warisan dari putri sulungnya sebelum bunuh diri.
Putri yang selalu menjadi kebangaan dan harapan keluarga telah tiada untuk selamanya. Isak tangis tak henti-hentinya saat melepaskan jenazah NJW (20) mahasiswi yang bunuh diri di Semarang 10 Oktober 2023 yang lalu.
Berselang dua hari kejadiaan bunuh diri NJW disusul kembali oleh mahasiswi EN yang bunuh diri di kos. Dengan raut wajah penuh kesedihan, pihak orang tua EN mengikhlaskan kepergian anaknya. Hanya tertinggal surat tulisan tangan EN yang menjadi saksi bisu kepergian gadis yang berusia 24 tahun.
Mengapa generasi sekarang memilih mati dengan gantung diri, kalahkah mereka dari perang “mental” dengan diri sendiri?. Hasil survei dari National Adolescent Mental Health (2022) juga memperkuat fakta bahwa remaja sekarang masih banyak yang mengalami masalah mental.
Dari hasil survei didapatkan sebanyak 15,5 juta atau 34,9 %, remaja di Indonesia mengalami masalah mental. Setiap tahun angka remaja yang mempunyai masalah mental ini meningkat di kalangan dewasa muda berusia 18—24 tahun (Arif, 2023).
Jika tiap tahun jumlah ini terus meningkat, bagaimana nasib masa depan bangsa ini? Generasi muda adalah pemeran utama dalam keberhasilan dan kemajuan bangsa. Diperlukan teladan untuk memperbaiki masalah perilaku yang berdampak pada mental yang tidak baik ini.
Menon, dkk (2020) dalam jurnalnya mengatakan bahawa dengan mempunya teladan yang baik akan membentuk perilaku yang baik sehingga berdampak pada kesehatan mental yang baik.
Lantas teladan yang bagaimana diperlukan oleh generasi muda? Mari sejenak meluangkan waktu merefleksikan peran para pemuda pada sejarah “sumpah pemuda”. Pada usia yang masih muda yakni 20—25 tahun, para pemuda dahulu sudah mempunyai pemikiran yang matang, aktif dalam organisasi-organisasi positif, mempunyai pemikiran yang visioner untuk kemajuan bangsa, dan dapat menyelesaikan permasalah denan strategi yang tepat.
Soegondo pada usia 23 tahun waktu itu sudah menjadi ketua Perkumpulan Pemuda-Pemuda Indonesia. Beliau juga mempunyai pemikiran yang visioner untuk kemajuan bangsa. Hal tersebut dibuktikan dengan keberaniannya menyampaikan pemikirannya melalui pidato pada Oktober 1928. Beliau juga mendapat tanda kehormatan berupa “bintang jasa utama” tahun 1978 dan satya lencana perintis kemerdekaan tahun 1992.
Lalu siapa lagi tokoh yang bisa menjadi teladan generasi muda? Moh. Yamin. Beliau pada waktu itu berusia 25 tahun terkenal dengan tokoh berani mengemukakan gagasannya, budayawan, dan aktivis hukum Indonesia. Moh. Yamin juga pandai berbahasa Indonesia sehingga beliau terpilih jadi sekretaris Perkumpulan Pemuda-Pemuda Indonesia.
Semua hasil rapat yang waktu itu berbahasa Belanda dapat diterjemahkannya menggunakan Bahasa Indonesia. Hal tersebut memudahkan para pemuda mengatur siasat untuk mengalahkan penjajahan Belanda. Beliau juga salah satu tokoh yang mengusulkan salah satu bunyi sumpah pemuda, yakni menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dua contoh di atas merupakan para pemuda dahulu yang bisa jadi panutan. Kita juga bisa menjadikan pemuda sekarang sebagai panutan yang telah berjuang mengharumkan nama baik Indonesia antara lain, I Made Wiratathya Putramas dan Carolline Mathilda Nggebu. Pelajar asal SMA Negeri 3 Denpasar Bali yang meraih 4th Grand Award Intel ISEF 2019 untuk kategori Earth dan Environmental Sciences: Life Sciences.
Novalia Pishesha adalah seorang junior fellow atau peneliti junior di Society of Fellows, Universitas Harvard, yang berhasil menemukan kandidat baru vaksin COVID-19 pada 2021 lalu. Novalia juga mendapat penghargaan sebagai investor muda yang karya-karyanya dapat merevolusi gaya hidup dan membentuk masa depan dunia teknologi dan industri.
Pemuda-pemuda di atas dapat menjadi panutan untuk menata masalah mental para pemuda yang ada di Indonesia. Mulailah sibukkan diri dengan kegiatan positif seperti, ikut aktif dalam organisasi-organisasi perkumpulan pemuda dan aktif mencari inovasi- inovasi terbaru sesuai dengan passion yang kalian miliki. Semakin banyak generasi muda yang berperilaku baik, akan membawa Indonesia menjadi Negara yang maju. Bangkitlah pemuda, jayalah bangsa!
Penulis: Desi Wulandari
Guru MAN 1 Pangkalpinang