Bukittinggi, Sumatera Barat (Antara Babel) - Dokter hewan di Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Tri Nola Mayasari, menyatakan kematian dua bayi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) beberapa waktu karena mengidap penyakit.
"Dua anak harimau sumatera itu mati dalam waktu berdekatan. Kondisi anak harimau betina lebih buruk dari pada anak harimau jantan," katanya, dalam pertemuan dengan awak media, di Balai Kota Bukit Tinggi, setempat, Senin.
Ia menyebutkan, bayi harimau betina didiagnosa menderita komplikasi penyakit jantung koroner dan enteritis akut atau radang saluran pencernaan, sedangkan bayi harimau jantan menderita enteritis akut.
"Dari hasil pembedahan atau nekropsi, ditemukan gumpalan lemak pada bagian jantung harimau betina. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi jika memperhatikan asupan makanan, aktivitas di kandang dan bobot tubuh harimau," katanya.
Kemudian pada bagian organ pencernaan kedua anak harimau itu, ditemukan hemoragi atau luka seperti pada lambung dan usus akibat gesekan berlebih pada dinding organ tersebut.
Lalu organ paru-paru juga bermasalah karena ditemukan adanya gelembung, warna tidak sama serta ditemukan pula hemoragi. Hemoragi juga terdapat pada limpa dan hati kedua satwa itu.
"Ada tiga organ penting makhluk hidup, yakni jantung, paru-paru dan otak, bila salah satu sudah bermasalah maka akan membawa dampak pada organ lainnya," ujarnya.
Selain itu, kedua anak harimau juga mengalami gangguan pertumbuhan tulang pada kakinya sehingga sempat kesulitan berjalan, yang diketahui pada 8 Mei 2016, namun setelah dirawat di Padang dan terapi, satwa dapat kembali berjalan secara baik.
Anak harimau betina mati pada 30 Juni 2016 sekitar pukul 15.00 WIB sedangkan anak harimau jantan mati pada 1 Juni 2016 di waktu yang sama setelah mendapat perawatan lebih lanjut di Puskeswan Bukittinggi.
"Satwa dibawa ke Padang Panjang dan di sanalah dilakukan nekropsi. Hasil nekropsi tersebut dikirim ke Balai Pengujian Penelitian Veteriner Regional II Baso untuk diperiksa pada aspek histopatologi, virologi, dan bakteriologi untuk meneguhkan diagnose sementara," tutupnya.
Berita Terkait
HAKLI: Hari Kesehatan Nasional momentum disiplin hidup sehat
12 November 2024 16:47
Langkah PT Timah hijaukan lingkungan hidup lingkar tambang
24 Oktober 2024 20:18
KLHK dipisah, Presiden umumkan Kementerian LH/BPLH dan Kemenhut
20 Oktober 2024 22:59
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bangka Selatan resmi dilantik sebagai Penjabat Sekda
11 September 2024 20:50
DLH Bangka: 30 persen volume sampah kualitas organik
8 Agustus 2024 16:45
Masyarakat diminta tidak membuka lahan dengan cara membakar
5 Agustus 2024 18:47
DLH Kabupaten Bangka perkuat kerja sama tangani lahan kritis
5 Agustus 2024 18:16
Srikandi PLN Babel ikut andil dalam gerakan jaga lingkungan
10 Juni 2024 10:35