Manila (Antara Babel) - Seorang awak kapal tunda berkewarganegaraan Indonesia meloloskan diri dari tawanan kelompok garis keras di Filipina, Rabu (17/8), dengan berenang ke laut setelah kelompok militan tersebut mengancam akan memenggal kepalanya, demikian juru bicara Angkatan Darat Filipina.
Sejumlah anggota kelompok ISIS yang berjaringan dengan kelompok Abu Sayyaf menyandera WNI tersebut bernama Mohammad Sofyan (28) dan enam pelaut Indonesia lainnya dari kapal mereka setelah melintasi perairan lepas pantai kepulauan wilayah Filipina selatan pada 23 Juni lalu.
Sejumlah warga Pulau Jolo melihat Sofyan hanyut hingga garis pantai setelah melolosan diri di tengah kegelapan, demikian kata juru bicara AD Filipina Mayor Filemon Tan kepada sejumlah wartawan.
"Kami diberitahu, dia berhasil melarikan diri dengan berjalan dan berenang ke laut," kata Tan dengan menambahkan bahwa Sofyan mengatakan tentang kelompok militan tersebut akan mengeksekusi dirinya saat dia meloloskan diri.
Sembilan jam kemudian, sejumlah tentara, yang dikirim kembali ke area tempat Safyan meloloskan diri dari para penculiknya, menemukan pelaut WNI kedua, Ismail, yang merupakan kepala kapal tunda yang sama dengan Sofyan.
Tidak ada keterangan yang diberikan mengenai lolosnya orang kedua tersebut.
Kelompok pemberontak Abu Sayyaf yang beroperasi di wilayah muslim di Filipina yang merupakan negara berpenduduk mayoritas Kristen telah mengembangkan reputasinya sebagai penculik yang kejam.
Mereka semakin mengalihkan perhatian terhadap kapal yang melewati jalur pelayaran sibuk di Laut Sulu setelah pengamanan di sepanjang pantai telah diperketat.
Para penculik yang berjanji setia terhadap ISIS baru-baru ini memenggal kepala dua warga negara Kanada yang mereka culik dari resor pantai setelah tenggat pembayaran uang tebusan lewat.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte pekan lalu memerintahkan AD untuk memberangus kelompok militan tersebut karena jika tidak, maka Filipina berisiko terkontaminasi ISIS.
Pihak berwenang Indonesia mengatakan bahwa pembajakan di area tersebut yang merupakan jalur laut utama ekspor batubara terbaik di dunia menyamai dengan aksi yang terjadi di Somalia.
Para pengamat mengatakan bahwa kargo senilai 40 miliar dolar AS setahun melewati perairan tersebut, termasuk supertanker dari Samudera Hindia yang tidak dapat menggunakan jalur padat di Selat Malaka.
Meningkatnya pembajakan di perairan itu mendorong Indonesia, Filipina, dan Malaysia melakukan koordinasi dalam patroli kemaritiman.
Tan menyatakan bahwa Abu Sayyaf menyandera 15 orang asing, termasuk seorang dari Norwegia, seorang warga Belanda, lima warga Malaysia, dan delapan warga Indonesia.
Delapan warga Filipina juga ditahan oleh kelompok tersebut di markasnya di hutan.