Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyebut kontroversi penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja pelajar harus dicarikan solusi yang dapat menjembatani perspektif agama dan kesehatan.
Pernyataan itu disampaikan Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, menjawab polemik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
"Memang ada pandangan, pasti terjadi kontra, karena satu pandangan dari sisi kesehatan, satu dari sisi etik atau agama. Pasti selama itu tidak akan ketemu," kata Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Moeldoko mendorong otoritas terkait, termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, untuk mencari jalan tengah dari perspektif kesehatan dan kepentingan agama.
"Tapi kan mesti ada jalan tengah, harus ada solusinya," ujar Moeldoko.
Baca juga: DPR: penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa tak sesuai amanat diknas
Secara terpisah Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan ketentuan seputar alat kontrasepsi menjadi bagian edukasi terkait kesehatan reproduksi melalui penggunaan kontrasepsi.
Syahril mengatakan penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan.
Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil, katanya.
Dikatakan Syahril, pernikahan dini akan meningkatkan risiko kematian ibu dan anak. Risiko anak yang dilahirkan akan menjadi stunting juga sangat tinggi.
Sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Dengan demikian, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.
Syahril menambahkan agar masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut dan aturan itu akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan dari PP tersebut.
"Aturan turunan tersebut juga akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja yang akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak," katanya.