Jakarta (Antara Babel) - Pekan Olahraga Nasional XIX/2016 di Jawa Barat kali ini akan menjadi PON yang tidak akan dilupakan Tan Kiong An sejak ia mulai mengikuti ajang olahraga terakbar di Indonesia empat tahunan itu pada 1996.
Betapa tidak, pebiliar gaek yang kini berusia 67 tahun tersebut akhirnya berhasil membawa pulang medali emas setelah penantiannya yang begitu panjang selama 20 tahun.
Rasa senang tentu saja meliputi kakek tiga cucu itu.
"Penantian panjang setelah dua puluh tahun saya bisa membawa pulang medali emas PON di tanah kelahiran saya Jabar. Sekaligus medali ini sebagai kado untuk saya yang ke 68 tahun tanggal 25 September," kata atlet kelahiran Garut itu, di Gor Siliwangi, Bandung, Jumat.
Selama beberapa kali PON, Tan Kiong An hanya meraih perak atau perunggu. Dan meskipun sebelumnya telah meraih medali emas SEA Games 1997 di Jakarta, namun obsesinya untuk meraih emas PON tidak pernah berhenti.
Ketika kembali terpilih sebagai atlet biliar dari kontingen Jawa Tengah, dia berambisi untuk merebut emas yang telah menjadi mimpinya sebagai atlet tingkat nasional.
Mimpinya berbuah manis setelah ia bertarung menghadapi atlet biliar DKI Jakarta Rudi Hasan selama dua jam di arena biliar Gor Siliwangi, Bandung, Kamis (22/9). Saat itu, ia pun membuktikan jam terbang mengalahkan segalanya.
"Saya sempat kalah diawal, namun pada akhir babak saya mulai membaca permainan lawan, dia selalu bermain bola dekat. Tapi Rudi bermain sangat bagus hanya kalah pengalaman saja, saya dapat menguasai permainan diakhir babak," kata Tan, yang ingin kembali turun pada PON Papua itu.
PON yang berlangsung di Tanah Legenda Jawa Barat juga punya arti besar bagi atlet wushu putri Sumatera Utara, Lindswell Kwok.
Kwok berhasilkan menorehkan medali emas sekaligus emas PON pertamanya sepanjang karier.
Atlet wushu Sumatera Utara, Lindswell Kwok. (ANTARA FOTO/Akbar Gumay)
"Ini merupakan medali emas pertama di PON karena saya tiga kali PON baru kali ini meraih emas," kata dia, yang berhasil menyabet emas PON XIX/2016 Jawa Barat di nomor taijiquan dan taijijian putri.
Dua medali emas tersebut, kata dia, dipersembahkan untuk keluarga, pelatih, pengurus wushu, dan teman-temannya.
Namun, emas tersebut sepertinya akan menjadi emas PON pertama dan terakhir bagi peraih medali perak di Asian Games 2014 itu.
Ia memutuskan bahwa PON 2016 menjadi ajang PON terakhirnya.
"Ini menjadi PON terakhir bagi saya karena faktor usia yang mempengaruhi kemampuan fisik saya," kata perempuan kelahiran Binjai, Sumatera Utara, 24 September 1991 itu.
Kado terindah
Harus bertanding saat hamil muda bukan perkara mudah, apalagi usia kehamilan pesilat putri Bali, Ni Made Dwiyanti, baru satu bulan.
Tetapi, emas yang diperoleh Dwiyanti bersama rekannya, Sang Ayu Ketut Sidan W, di nomor seni ganda putri membayar perjuangannya sekaligus mempertahankan gelar juara untuk nomor yang sama yang mereka raih dari dua kali PON sebelumnya.
"Saya plong sudah menyelesaikan tugas dengan baik dengan emas ini," kata Dwiyanti.
Sementara di Kejuaraan balap sepeda Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 yang finis di kawasan Gunung Tangkuban Perahu, Bandung Barat, Rabu (21/9), terbilang istimewa bagi pasangan suami-istri Aiman Cahyadi dan Yanthi Fuchiyanty.
Pasangan tersebut mengawinkan emas nomor Individual Time Trial (ITT).
"Iya ya... ternyata kita mengawinkan emas ITT," kata Cahyadi usai pengalungan medali yang dilakukan di perbatasan antara Bandung Barat dengan Kabupaten Subang itu.
Meski merupakan pasangan hidup, kedua pebalap itu ternyata tidak membela satu kontingen yang sama pada kejuaraan empat tahunan ini.
Cahyadi yang merupakan pebalap kelahiran Bandung, Jawa Barat itu memperkuat kontingen DKI Jakarta.
Sedangkan sang istri yang merupakan pebalap kelahiran Bogor, memperkuat kontingen tuan rumah. Bagi sang istri, emas yang diraih ini adalah emas ketiga di nomor ITT PON.
Bagi Cahyadi, emas yang diraih di PON 2016 sangat istimewa tidak hanya diperoleh bersamaan dengan sang istri tetapi karena didapatkan dengan susah payah serta banyaknya persoalan yang dihadapi.
Pebalap sepeda DKI Jakarta, Aiman Cahyadi. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Sebelumnya dia cedera lutut yang membutuhkan penanganan khusus.
Selain dibekap cedera, pebalap berusia 23 tahun itu juga harus terlempar dari pelatnas untuk SEA Games 2017 Malaysia. Selain itu, ia juga harus tercoret dari tim profesional yang selama ini menaunginya yaitu Pegasus Continental Cycling Team. Hal ini dilakukan untuk bersiap diri untuk menghadapi PON.
"Pengorbanan saya di PON ini cukup besar. Makanya, sejak awal saya ingin membuktikan jika saya bisa," kata pebalap yang pada PON 2012 membela provinsi Aceh itu.
Atlet sepeda putri Jawa Barat, Yanthi Fuchiyanty. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Sementara, sang istri juga mengaku bangga mampu meraih emas meski prestasi tertinggi di PON ini bukan yang pertama karena pada PON Kalimantan Timur dan Riau, ia juga meraih hasil yang sama. Baginya, yang menjadikan istimewa adalah turun setelah alam absen karena hamil dan melahirkan.
"Persiapan intensif aja hanya tiga setengah bulan. Tapi hasilnya membuat bangga karena selain merebut emas saya juga memecahkan rekor pribadi," katanya.