Jakarta (Antara Babel) - Hakim menjatuhkan vonis hukuman 4,5 tahun
penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan pada anggota
Komisi V DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Damayanti Wisnu Putranti karena menerima suap 278.700 ribu dolar
Singapura dan Rp1 miliar sebagai komisi pengurusan program aspirasi di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Menyatakan terdakwa Damayanti Wisnu Putranti terbukti secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama
sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata Ketua Majelis Hakim
Sumpeno dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana
Koruspi Jakarta, Senin.
Vonis hukuman Damayanti lebih rendah dari tuntutan jaksa, yang
meminta hakim menjatuhi Damayanti hukuman enam tahun penjara dan denda
Rp500 juta subsider enam bulan kurungan serta pencabutan hak untuk
dipilih dalam jabatan publik.
Majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Mas'ud, Baslin Sinaga,
Titik dan Sigit Herman Binaji tidak memenuhi tuntutan jaksa KPK agar hak
Damayanti untuk menduduki jabatan publik dicabut selama lima tahun
sejak Damayanti selesai menjalani pidana pidana pokoknya.
"Dalam alam demokrasi masyarakat Indonesia sudah cerdas dalam
menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pilihannya dalam jabatan
publik tertentu baik eksekutif maupun legislatif sehingga majelis
berpendapat sebaiknya diserahkan ke masyarakat untuk menilai integritas
dan kapasitas calon pejabat publik tersebut," kata Sigit.
Majelis mempertimbangkan pasal 43 Undang-Undang No.39/1999 tentang
Hak Asasi Manusia ayat (1), (2), dan (3) yang menyatakan setiap warga
negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, berhak
turut serta dalam pemerintahan, dan dapat diangkat dalam setiap jabatan
pemerintahan.
"Alasan ketiga, dalam konsideran huruf b UU 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, HAM adalah hak kodrati manusia yang bersifat
universal dan langgeng sehingga harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan karena alasan apapun," kata
Sigit.
Ia mengatakan majelis hakim tidak sependapat dengan
tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta mencabut hak politik
terdakwa dalam perkara ini karena alasan-alasan tersebut karena hukuman
penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah cukup menjadi pelajaran
karakter dan pembinaan mental dan pelajaran berharga sehingga ke
depannya terdakwa tidak mengulangi perbuatannya dan memberikan efek jera
bagi yang lain agar tidak coba-coba melakukan perbuatan tindak pidana
korupsi.
Majelis juga memberikan status kolaborator keadilan kepada Damayanti
sesuai dengan surat keputusan Pimpinan KPK No Kep-911/01-55/08/2016
tanggal 19 Agustus 2016.
Terdakwa, menurut hakim, membuka jelas perbuatan rekannya Dessy
Ariyati Edwin, Julia Praetyarini dan Abdul Khoir serta mengungkap
pihak-pihak yang menerima aliran dana aspirasi seperti Budi Supriyanto.
Ia
menjelaskan, terdakwa juga menerangkan skenario pihak-pihak tertentu di
Komisi V DPR dan Kementerian PUPR dalam rangka pengesahkan persetujuan
perubahan APBN 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) dari orang-orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu
Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro dan Amran Hi Mustary.
"Sehingga majelis sependapat dengan JPU KPK bahwa terdakwa patut disematkan status justice collaborator yaitu pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap kejahatan yang dilakukan sendiri dan pihak lain," ungkap Sigit.
Suap
dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir kepada
Damayanti ditujukan agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan
Tehoru-Laimu dan menggerakkan rekannya sesama anggota Komisi V DPR dari
Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto agar mengusulkan kegiatan pekerjaan
rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan
Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara sebagai usulan "program
aspirasi" anggota Komisi V DPR sehingga masuk ke dalam Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian PUPR 2016 dan
nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama.
Tawaran tersebut pertama datang dari Kepala BPJN IX Amran Hi Mustary
pada September 2015 di hotel Le Meredien pada sela-sela Rapat Dengar
Pendapat antara Komisi V DPR dan Kementerian PUPR.
Sebagai tindak lanjut dilakukan beberapa kali pertemuan di Hotel
Ambhara Jakarta Selatan, Oktober 2015 antara Damayanti, Dessy, Julia,
Budi Supriyanto, Amran Hi Mustary, anggota Komisi V dari fraksi PKB
Fathan dan Alamuddin Dimyati Rois serta beberapa staf BPJN IX.
Amran
menyampaikan adanya bayaran enam persen dari nilai besaran program
pembangunan kepada masing-masing anggota Komisi V DPR yang mau
mengusulkan program tersebut sebagai "program aspirasinya".
Program aspirasi yang diusulkan adalah pelebaran jalan Tehoru-Laimu
milik Damayanti senilai Rp41 miliar yang diberi kode 1E sedangkan
rekonstruksi jalan Werinama-Laimu senilai Rp50 miliar dari Budi
Supriyanto diberi kode 2D, namun program aspirasi milik Fathan dan
Alamuddin tidak terdapat dalam daftar program aspirasi yang dikeluarkan
Kementerian PUPR.
Atas tindakan tersebut, Abdul Khoir sebagai rekanan harus
mengeluarkan bayaran total delapan persen dari besaran anggaran karena
harus memberikan satu persen untuk Dessy dan Uwi yang bertugas mengurus
pembayaran uang milik Budi Supriyanto.
Uang 328 ribu dolar Singapura diberikan pada 25 November 2015 oleh
Abdul Khoir kepada Damayanti, Dessy dan Julia di restoran Meradelima
Kebayoran Baru.
Rincian pembagiannya, 245.700 dolar Singapura untuk Damayanti dan masing-masing 41.150 dolar Singapura untuk Dessy dan Uwi.
Abdul Khoir masih mengeluarkan uang Rp1 miliar pada 26 November 2015 yang diserahkan kepada Dessy.
Uang
itu selanjutnya diberikan kepada calon Wali Kota Semarang Hendrar
Prihadi sebanyak Rp300 juta, pasangan calon bupati dan wakil bupati
Kendal Widya Kandi Susanti dan Gus Hilmi masing-masing Rp150 juta, Dessy
dan Uwi masing-masing Rp100 juta dan Damayanti Rp200 juta.
Selanjutnya
uang 404 ribu dolar Singapura diberikan pada 7 Januari di Foodcourt
Pasaraya Blok M dari Abdul Khoir ke Uwi sebagai bayaran program aspirasi
milik Budi Suriyanto.
Namun Budi hanya diberi 305 ribu dolar
Singapura karena sisanya sejumlah 99 ribu dolar Singapura dibagi 3 untuk
Damayanti, Dessy dan Uwi.
Atas putusan itu Damayanti dan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari.
Damayanti Wisnu Putranti Divonis 4,5 Tahun Penjara
Senin, 26 September 2016 14:56 WIB
Menyatakan terdakwa Damayanti Wisnu Putranti terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama.