Jakarta (ANTARA) - Pemilihan kepala daerah serentak yang bakal dihelat dalam waktu dekat bakal berjalan damai jika semua pihak yang berkepentingan di dalamnya menginginkan hal yang sama, yaitu kebaikan dan kemajuan bangsa. Dengan kesamaan niat mulia itu, kontestasi pilkada bisa berlangsung sportif sehingga menjadi wahana permainan politik yang sehat.
Dalam setiap hajatan besar pesta demokrasi, selalu didahului dengan deklarasi damai untuk membangunkan kembali kesadaran bersama dalam menjaga keutuhan bangsa selama pertarungan memperebutkan takhta kekuasaan. Begitupun dalam menyambut pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 yang dijadwalkan pada 27 November mendatang. Tak lupa, deklarasi pilkada damai telah digelar di seluruh daerah oleh pemilik hajat.
Deklarasi adalah ikrar bersama yang semestinya ditaati dalam pelaksanaan di lapangan. Jika ikrar itu dijunjung tinggi sebagai suatu kesepakatan, sudah barang tentu dapat menghadirkan sebuah kompetisi sportif layak tonton. Bayangkan, gelaran pilkada tanpa saling menjatuhkan, tidak diwarnai paparan hoaks, tidak pula menggunakan kampanye negatif dan politik uang.
Apakah suasana pilkada yang demikian baru sebatas angan-angan belaka, jauh panggang dari api? Itu terjadi karena suksesi kepemimpinan selalu menjadi kompetisi berbasis ambisi, hasrat besar untuk berkuasa.
Penulis dan kolumnis politik Amerika Serikat, Cal Thomas, dalam bukunya Americas Expiration Date: The Fall of Empires, Superpowers and The United States, menyatakan, Kebenaran jarang jadi tujuan utama para politikus, tapi pemilihan umum dan kekuasaanlah yang menjadi tujuan utama mereka.
Masyarakat tentu menginginkan pemimpin yang melayani dan mampu membangun birokrasi bersih tanpa pungli sehingga warga banyak dimudahkan dalam berbagai urusan. Untuk melahirkan pemimpin dengan kualifikasi seperti itu, pastilah bukan mereka yang menggunakan politik uang untuk menggaet suara pemilih. Rakyat juga jangan sengaja menjual suara agar dibeli oleh mereka yang ingin berjuang memperbaiki daerah. Dengan begitu membuka peluang orang baik dan kompeten mengelola kekuasaan.
Langkah Pemerintah
Pilkada yang merupakan hajatan besar 5 tahunan, persiapannya bahkan telah mulai dilakukan begitu gelaran pilkada sebelumnya usai. Terkhusus Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara yang terus bekerja tanpa jeda dari pemilu ke pemilu berikutnya. Mulai dari program sosialisasi, pendataan pemilih, pengadaan dan distribusi logistik, hingga pelaksanaan, penghitungan suara, penetapan hasil pemilu sampai dengan menghadapi gugatan terkait hasil pemilu.
Sebuah proses dan pekerjaan panjang itu alangkah sayang bila tercederai oleh perilaku kontraproduktif dari para kontestan, pendukung, dan juga masyarakat.
Untuk mengupayakan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 yang kondusif, aman, dan damai, berikut antara lain deretan ikhtiar yang telah dan sedang dilakukan.
KPU bersinergi dengan Kepolisian RI untuk menjaga keamanan dan ketertiban kampanye sebagai fase krusial yang berpotensi menimbulkan kerawanan. KPU menerbitkan regulasi berupa peraturan KPU, mengatur jadwal kampanye, serta mengeluarkan berbagai formulir yang harus diisi oleh tim kampanye untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam kampanye partai politik tersebut.
Khusus untuk kampanye terbuka dan terbatas yang melibatkan para pendukung parpol, partai politik wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Polri. Sebagai bukti pemberitahuan adalah diterbitkannya Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) Kampanye Pemilu yang dikeluarkan oleh Polri. Hal ini menjadi salah satu upaya menjamin kelancaran kampanye pemilu dan pilkada di lapangan.
Selain dari aspek keamanan, KPU tak lupa juga memperhatikan program sosialisasi pilkada ke masyarakat luas untuk menaikkan tingkat partisipasi pemilih juga kualitas demokrasi. Dalam konteks ini KPU bekerja sama dengan PT Produksi Film Negara (Persero) (PFN) menggelar nonton bareng film Tepatilah Janji di berbagai daerah untuk menjangkau konstituen hingga ke pelosok negeri.
Yang terbaru, acara nobar digelar di Taman Sandalwood, Waingapu, Pulau Sumba, akhir pekan kemarin.
Menurut Project Manager Nonton Bareng di Waingapu yang ditugasi KPU melalui PFN, Dirana Sofiah, tujuan acara tersebut untuk menciptakan ruang diskusi bagi masyarakat soal pentingnya partisipasi dalam pilkada, serta cara menggunakan hak suara mereka secara bijak.
Kemudian ada pula Desk Pilkada bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Menko Polkam Budi Gunawan menyebutkan kerja Mendagri dalam memimpin Desk Pilkada bakal didukung oleh 17 kementerian/lembaga yang di antaranya mencakup TNI, termasuk Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Polri, dan BIN. Desk baru ini bertugas menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam proses Pilkada serentak yang akan datang.
Tidak hanya keamanan di dunia nyata, bahkan kondusivitas di jagat maya juga turut dijaga oleh Kementerian Komunikasi dan Digital, yang berkolaborasi dengan platform digital, penyelenggara dan pengawas pemilu, serta pemangku kepentingan strategis lain untuk mengamplifikasi narasi Pemilu Damai 2024.
Dalam tataran praktis Kemkomdigi melakukan patroli siber untuk mendeteksi konten negatif seperti misinformasi, disinformasi, hoaks, ataupun ujaran-ujaran kebencian guna mencegah perpecahan atau polarisasi. Tindakan tegas telah diambil dengan men-takedown konten-konten yang berpotensi menyulut kegaduhan politik, bahkan memblokir akun dan situs penyebar provokasi.
Partisipasi publik
Sejumlah langkah Pemerintah dalam mengupayakan suasana pilkada damai tentu butuh dukungan penuh masyarakat luas. Bagaimanapun, tingkah gaduh dan aksi rusuh yang mungkin diprakarsai aktor intelektual, maka oknum anggota masyarakatlah yang merealisasikan di lapangan.
Oleh karena itu, kesadaran akan cinta bangsa perlu penyegaran kembali menjelang pilkada agar mereka tidak sampai melakukan hal-hal konyol yang mempertaruhkan persatuan dan kesatuan. Apa jadinya jika helatan sesaat dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam jangka lama.
Padahal, seorang penulis, aktivis sosial, dan pembuat film asal Kanada Naomi Klein mengingatkan bahwa, Demokrasi bukan hanya hak untuk memilih, tetapi juga hak untuk hidup bermartabat.
Maka untuk memperoleh kehidupan bermartabat, baik pemilih maupun calon pemimpin yang hendak dipilih mestilah menempuh jalan bermartabat dalam mengikuti kontestasi. Proses yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula, begitu rumusnya.
Di level akar rumput, fanatisme dan kepentingan pragmatis menjadi biang penyulut konflik karena masing-masing kelompok pendukung kandidat kepala daerah meyakini hanya calon yang didukunglah yang terbaik dan harus menang, sedangkan yang lain tidak.
Bagaimanapun, perilaku pendukung biasanya tercermin dari sikap tokoh yang didukungnya. Bila sang tokoh mengajarkan sportivitas dan tidak mencuci otak pendukungnya untuk membenci kompetitor demi meraih citra baik dirinya, maka ada harapan bahwa ajang persaingan akan berlangsung sehat, tidak menimbulkan keonaran dan saling serang.
Kedewasaan dan kematangan berpolitik para kontestan pilkada amat berpengaruh bagi tertibnya perilaku massa pendukung di lapangan termasuk saat kampanye terbuka di ruang publik. Masyarakat sekaligus juga bisa menilai massa siapa yang paling sopan dan beradab di tempat umum, dan bisa menjadi referensi pilihan tokoh yang layak menjadi pimpinan di daerah itu.
Siapa jago yang akan Anda pilih pada pilkada mendatang, yang jelas jangan pilih yang gemar menyebar onar. Pastilah rakyat ingin pemimpin pembawa damai.