Bandung (ANTARA) - Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menekankan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah perlu dikebut demi merespons perubahan yang ada di Arab Saudi.
"Kami sudah menyampaikan perubahan ini harus kita kejar baik undang-undang maupun pelaksanaan. Harus segera direvisi karena situasi jamaah berubah, situasi keuangan berubah," ujar Marwan Dasopang dalam Mudzakarah Perhajian di Bandung, Jumat.
Marwan mengatakan penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun selalu ada lompatan perubahan, baik di dalam maupun luar negeri. Maka, pemerintah perlu melakukan terobosan-terobosan untuk menanggapi setiap perubahan.
"Revisi undang-undang tersebut juga dilakukan untuk memfasilitasi keinginan pemerintah yang mau melimpahkan wewenang pengelolaan ibadah haji dan umrah kepada Badan Penyelenggara Haji (BPH)," ujarnya.
Revisi UU tentang ritual ibadah umat Islam itu, kata Marwan, perlu dilakukan agar bisa seutuhnya melibatkan Badan Penyelenggara Haji bekerja di lapangan dan mengatur pendelegasiannya.
"Bagi Komisi VIII DPR ini muncul rasa bahagia, muncul harapan baru (dengan hadirnya BPH). Kalau hanya di Kemenag tentu pikirannya tidak bisa utuh, karena harus mengurus urusan agama, mengurus pendidikan Islam," katanya.
Menurut Marwan, revisi tersebut perlu untuk menyesuaikan kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang mulai menggunakan digitalisasi layanan haji.
Arab Saudi, menurut dia, semakin memperluas penggunaan teknologi digital dalam pelaksanaan haji, termasuk sistem pendaftaran elektronik, pembayaran digital, dan aplikasi berbasis teknologi.
Revisi juga penting karena terdapat perubahan kuota dan syarat pelaksanaan haji. Arab Saudi banyak melakukan perubahan kuota haji, persyaratan kesehatan, dan ketentuan lain.
Revisi UU ini, kata Marwan, bisa memperbarui ketentuan yang berkaitan dengan pendaftaran, antrean, dan prioritas jamaah sesuai dengan kebijakan baru.
Selain itu, menurut dia, revisi perlu untuk mengatur investasi dana haji. Investasi ini penting untuk mengakomodasi tata kelola dana haji yang lebih transparan dan efisien.
Dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selama ini diinvestasikan untuk menghasilkan manfaat bagi jamaah.
Namun, Marwan menilai perlu ada pembaruan dalam aspek pelaporan keuangan, pilihan investasi yang lebih aman, serta peningkatan keuntungan demi kesejahteraan jamaah.
"Kita berharap pada tahun-tahun yang akan datang, tidak ada lagi orang yang gagal berangkat haji karena tidak mampu membayar haji. Ini yang perlu kita cari, kita mendapatkan alternatif penyelenggaraan ibadah haji," kata dia.
Sementara itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar optimistis pemerintah bisa mengalihkan wewenang penyelenggaraan ibadah haji kepada Badan Penyelenggara Haji. Sehingga nantinya Kementerian Agama hanya fokus mengurus persoalan-persoalan keumatan dan pendidikan agama.
"Kami berharap dengan adanya Badan Penyelenggara Haji ini, konsentrasi penuh bisa diberikan untuk mengelola haji ini," kata dia.