Jakarta (ANTARA) - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dimakzulkan oleh Majelis Nasional lewat pemungutan suara pada Sabtu (14/12), menyusul tindakannya yang memberlakukan darurat militer pada 3 Desember yang berujung kegagalan.
Dengan pemakzulan itu, jabatan Yoon akan ditangguhkan terhitung sejak dia menerima mosi pemakzulan dan Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjadi penjabat presiden.
Berikut adalah sejumlah informasi terkait peristiwa politik tersebut yang dikutip dari berbagai sumber.
Darurat militer
Pada 3 Desember pukul 23.00 waktu setempat, Yoon mengumumkan pemberlakuan darurat militer untuk "menyelamatkan negara dari pihak-pihak yang mencoba melumpuhkan fungsi penting negara dan menghancurkan tatanan konstitusional demokrasi liberal."
Dia juga berdalih bahwa keputusan itu diambil untuk mengusir "pasukan komunis Korea Utara dan melenyapkan kelompok-kelompok anti-negara."
Setelah pengumuman tersebut, semua kegiatan politik, pertemuan, dan demonstrasi dilarang di seluruh Korsel.
Namun, pemberlakuan darurat militer tersebut tidak berlangsung lama.
Sehari kemudian, Yoon mengumumkan pencabutan darurat militer itu setelah Majelis Nasional lewat pemungutan suara memintanya untuk mengakhiri status tersebut.
Permintaan maaf
Pada 7 Desember, dalam pidatonya di televisi, Yoon menyampaikan "permintaan maaf yang tulus" karena darurat militer yang dia umumkan telah memicu kekhawatiran publik.
Yoon mengatakan darurat militer diberlakukan karena dia merasa "putus asa" dan berjanji tidak mengambil langkah seperti itu lagi.
Namun, setelah pidato Yoon itu, pemimpin oposisi utama Partai Demokrat Lee Jae-myung mengulang desakannya agar sang presiden segera mengundurkan diri atau harus menghadapi pemakzulan.
Mosi pemakzulan pertama
Partai-partai oposisi mengajukan mosi untuk memakzulkan Yoon ke Majelis Nasional pada 4 Desember setelah deklarasi darurat militer Yoon ditentang parlemen.
Mosi pemakzulan itu diteken oleh 191 anggota parlemen oposisi tanpa dukungan anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa. Akibatnya, mosi pemakzulan itu gagal disahkan.
Berdasarkan konstitusi Korsel, minimal dua pertiga dari 300 anggota parlemen harus memberikan suara mendukung untuk meloloskan mosi pemakzulan.
Mosi pemakzulan kedua
Kelompok oposisi yang terdiri dari Partai Demokrat dan lima partai lainnya kembali mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon pada 12 Desember.
Pada Sabtu (14/12), melalui pemungutan suara, Majelis Nasional menyetujui mosi pemakzulan Yoon atas keputusannya memberlakukan darurat militer pada 3 Desember.
Mosi kedua itu disetujui oleh 204 dari 300 anggota parlemen setelah PPP memutuskan ikut dalam pemungutan suara beberapa saat sebelum sidang dimulai.
Namun, partai yang berkuasa itu tetap menolak pemakzulan Yoon.
Meski menghapus sejumlah tuduhan terhadap Yoon, mosi terakhir itu juga memasukkan beberapa tuduhan lain.
Salah satunya, dugaan bahwa Yoon telah memerintahkan pasukan militer dan kepolisian untuk menahan anggota parlemen ketika darurat militer diberlakukan.
Setelah mosi pemakzulan disahkan parlemen dan jabatan kepresidenan Yoon ditangguhkan, proses selanjutnya akan bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah itu akan memutuskan apakah Yoon patut dilucuti jabatannya atau dapat kembali menduduki jabatan itu.
Jika diputuskan bahwa Yoon pantas diturunkan, dia akan menjadi presiden Korsel kedua yang dimakzulkan setelah Park Geun-hye pada 2017.