Pangkalpinang (ANTARA) - Indonesia bersama negara-negara ASEAN didorong untuk meningkatkan peran diplomasinya dalam meredakan ketegangan akibat persaingan senjata nuklir di Semenanjung Korea yang dapat membahayakan perdamaian dunia.
Meskipun perang nuklir dianggap hampir tidak mungkin terjadi selama para pemimpin dunia masih “waras”, kewaspadaan tetap diperlukan mengingat jangkauan misil Korea Utara semakin meluas, tidak hanya mencakup Kawasan Asia Timur, tetapi juga Asia Tenggara bahkan hingga Benua Amerika.
Hal ini terungkap dalam webinar bertajuk “Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea bagi Perdamaian Dunia” yang diselenggarakan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) di Jakarta, Rabu.
Dalam rilis yang diterima di Pangkalpinang, webinar ini menghadirkan tiga pembicara kunci, yaitu Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional RI (2023-2025) Laksdya TNI Dr TSNB Hutabarat, Anggota Komisi I DPR RI Sukamta PhD dan Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Dr Ujang Komarudin.
Menurut Hutabarat, pendekatan keamanan zero-sum game sudah tidak relevan lagi. Banyak negara, baik yang memiliki senjata nuklir maupun tidak, kini lebih cenderung menerapkan pendekatan Confidence and Security Building Measures (CSBMs) yang menekankan pentingnya komunikasi antarnegara dalam semangat konstruktif.
"Penting untuk memajukan peran ASEAN dalam hal ini karena kawasan ASEAN saat ini relatif menjadi kawasan paling aman dibandingkan kawasan lain di dunia," ujarnya.
Senada dengan Hutabarat, Anggota Komisi I DPR RI Sukamta juga menyatakan bahwa ASEAN sebagai kawasan paling stabil dapat menjadi arena bagi Indonesia untuk meredakan ketegangan.
Meskipun perang nuklir dianggap hampir mustahil terjadi, keduanya menyoroti kekhawatiran terhadap karakteristik pemimpin Korea Utara dan pemimpin negara-negara pemilik senjata nuklir yang dapat memperburuk situasi.
"Kombinasi antara karakter diktator Kim yang sulit ditebak dan kemampuan jangkauan misilnya ini membuat pemimpin dunia jadi ketar-ketir, tegas Sukamta.
Sementara itu, Juru Bicara Kantor Kepresidenan Ujang Komarudin mengungkapkan bahwa ketegangan senjata nuklir di Semenanjung Korea juga menjadi perhatian serius Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah telah merancang strategi mitigasi jika ketegangan di kawasan tersebut semakin memburuk.
"Ada lebih dari 72 ribu WNI di Korea Selatan, baik untuk bekerja, kuliah, maupun menikah. Ini tentu menjadi warning dan antisipasi agar kita siap menyelamatkan warga kita jika sewaktu-waktu ada ancaman nuklir," jelasnya.
Webinar yang dimoderatori oleh Co-founder ISDS Erik Purnama Putra ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan ISDS untuk meningkatkan kesadaran publik terkait kedaulatan Indonesia di kawasan. Sebelumnya, ISDS juga menggelar lomba menulis dengan tema serupa yang diikuti oleh 400 peserta dari berbagai latar belakang, baik sipil maupun militer.
Dengan meningkatnya ancaman nuklir di Semenanjung Korea, diplomasi Indonesia dan ASEAN diharapkan dapat menjadi penyeimbang untuk menjaga stabilitas dan perdamaian dunia.