Pangkalpinang (ANTARA) - Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah. Keberkahan Ramadhan tidak hanya terikat pada konteks ibadah, namun juga pada konteks ekonomi. Beberapa fenomena ekonomi seperti pencairan gaji ke-14 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pegawai swasta mewarnai indahnya bulan Ramadhan. Dampaknya, daya beli masyarakat meningkat.
Berkembangnya aktivitas masyarakat selama Ramadhan Idul fitri tentu menjadi pola musiman yang baik bagi ekonomi. Ramadhan Idul fitri seakan menjadi bensin agar perekonomian dapat tumbuh lebih tinggi. Namun, guna menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, peningkatan aktivitas ekonomi selama Ramadan Idul fitri perlu didukung dengan inflasi yang terjaga.
Sayangnya, inflasi periode Ramadhan Idul fitri bagaikan api dengan asap. Selama delapan tahun terakhir, pergerakan harga pada Ramadhan dan Idul Fitri di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selalu tercatat inflasi, dengan rata-rata bulanan 0,87 persen dan rata-rata tahunan sebesar 3,52 persen.
Secara sederhana, kita dapat memahami situasi ini dari sudut pandang permintaan dan penawaran. Peningkatan permintaan yang tecermin dari tingginya daya beli masyarakat selama Ramadan Idul fitri, jika tidak direspon dengan kecukupan penawaran, berimplikasi pada pasokan yang semakin terbatas. Alhasil, harga akan melambung.
Guna menjawab tantangan pengendalian inflasi selama Ramadhan Idul fitri di tahun ini, keseimbangan permintaan dan penawaran menjadi kunci. Akselerasi permintaan perlu diimbangi dengan kecukupan pasokan. Merespon hal tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tengah mengupayakan beberapa langkah.
Pertama, melaksanakan Pertemuan Tingkat Tinggi yang dipimpin oleh Penjabat Gubernur, dan dihadiri oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi serta TPID Kabupaten/Kota se-Bangka Belitung pada 26 Februari 2025. Pertemuan ini membuahkan beberapa poin kesepakatan penting seperti memastikan kelancaran arus lalu lintas barang dan penumpang, mengembangkan sentra produksi pangan lokal, memastikan distribusi BBM dan LPG 3Kg, serta mendorong Kerjasama Antar Daerah (KAD).
Kedua, aktif menggelar Operasi Pasar (OP) atau Gerakan Pasar Murah (GPM). OP/GPM menghadirkan bahan pangan pokok penting masyarakat selama periode tertentu. OP/GPM juga dinilai efektif dalam meredam gejolak harga pangan dalam jangka pendek, seiring implementasi Fasilitasi Distribusi Pangan yang menekan harga jual berada dibawah harga pasar. Menjelang berakhirnya triwulan pertama 2025, setidaknya telah terdapat lebih dari 20 kali pelaksanaan OP/GPM di seluruh wilayah Bangka Belitung. Jumlah ini akan terus bertambah, sejalan dengan atensi pelaksanaan OP menjelang Ramadan Idul fitri oleh Kementerian Dalam Negeri di seluruh wilayah Indonesia sejak 24 Februari hingga 29 Maret 2025.
Ketiga, sinergi sidak pasokan di pasar dan distributor. TPID bersama Satgas Pangan telah melaksanakan sidak pasokan di pasar pagi dan distributor daging sapi Kota Pangkalpinang pada 27 Februari 2025. Sidak pasokan menjadi kritikal dalam memastikan pasokan pangan menjelang Ramadan Idul fitri mencukupi kebutuhan masyarakat.
Selain berbagai langkah menjaga kecukupan pasokan oleh TPID, pengendalian inflasi pada momen Ramadan Idul fitri juga perlu didukung dengan sikap masyarakat sebagai konsumen untuk bijak berbelanja. Di tengah perayaan Ramadan Idul fitri, kampanye bijak berbelanja ini bermakna seruan kepada masyarakat untuk berbelanja sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan. Dengan demikian, peningkatan permintaan akibat penguatan daya beli selama periode Ramadan Idul fitri akan lebih terukur.
Bank Indonesia bersama TPID senantiasa akan terus memantau perkembangan harga selama Ramadan Idul fitri, diiringi dengan berbagai langkah pengendalian inflasi melalui kerangka 4K (keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif). Langkah ini sangat strategis dalam memastikan inflasi Ramadan Idul fitri di Bangka Belitung tetap terkendali, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan.
*) Penulis adalah Ekonom Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung