Beijing (ANTARA) - Seliweran berbagai jenis mobil listrik di kota-kota besar di China tidak terjadi dalam semalam.
Penggerak utamanya adalah pemerintah China yang mengerahkan kekuatan ekonominya untuk pengembangan mobil listrik, mirip dengan kebijakan industri yang dikendalikan terpusat untuk mendorong kebangkitan otomotif Jepang pada 1970-an dan 1980-an.
Pada 2009, pemerintah China meluncurkan program subsidi percontohan sebagai dasar bagi jaringan kendaraan listrik. Dijuluki "Sepuluh Kota dan Seribu Kendaraan," (, Sh Chng Qin Ling) sebagai program percontohan untuk mempercepat adopsi kendaraan energi baru (NEV/New Energy Vehicles), terutama kendaraan listrik dan hibrida, di sektor transportasi umum.
Saat itu, pemerintah China ingin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan memimpin pasar kendaraan ramah lingkungan global.
Kebijakan didahului dengan penggunaan bus listrik, taksi listrik dan kendaraan dinas pemerintah di 13 kota, yaitu Beijing, Shanghai, Shenzhen, Chongqing, Hangzhou, Hefei, Changchun, Dalian, Jinan, Wuhan, Nanchang, Tianjin hingga Zhuzhou yang bekerja sama dengan produsen-produsen otomotif lokal seperti SAIC Motor, BYD, Dongfeng Motor, FAW Toyota dan lainnya.
Setiap kota diwajibkan mengoperasikan minimal 1.000 kendaraan listrik dalam 3 tahun, misalnya untuk bus umum atau taksi.
Pemerintah pusat dan lokal pun memberikan bantuan pembelian, subsidi baterai serta pembangunan stasiun pengisian daya. Sedangkan produsen otomotif didorong untuk berinovasi dalam teknologi baterai dan motor listrik.
Program tersebut sukses dan bahkan melampaui target awal. Pada 2012, lebih dari 25 kota berpartisipasi dengan lebih 30.000 NEV sudah beroperasi.
Kebijakan tersebut pun menjadi batu loncatan untuk dominasi merek mobil listrik China di pasar kendaraan listrik global seperti BYD, NIO dan XPeng.
Kemudian mulai 2013, subsidi diberikan kepada konsumen perorangan melalui sistem berjenjang berdasarkan jarak tempuh kendaraan listrik.
Pemerintah menghentikan subsidi pada 2022. Tetapi pada saat itu, China sudah berada di posisi mendominasi kendaraan listrik. Negara tersebut juga menawarkan pengecualian pajak penjualan 10 persen untuk menutupi biaya mobil, yang dijadwalkan akan dihapuskan secara bertahap pada 2027.
Penelitian Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan secara total, pemerintah China memberikan subsidi sebesar 231 miliar dolar AS dari 2009 hingga 2023.
Sejak 2024, konsumen mobil listrik China juga tidak perlu membayar pajak untuk kendaraan listrik yang memiliki jarak tempuh minimal 200 km per pengisian daya
Pada Juni 2024, pemerintah China juga memperkenalkan paket keringanan pajak penjualan senilai 520 miliar yuan (71,8 miliar dolar AS), yang akan diluncurkan selama empat tahun. Pajak penjualan akan dibebaskan untuk NEV hingga maksimum 30.000 yuan (4.144 dolar AS) pada 2025 dengan pembebasan pajak maksimum 15.000 yuan (2.072 dolar AS) pada 2026 dan 2027.
Tidak ketinggalan, pemerintah China juga telah memberikan subsidi kepada pabrikan BYD senilai setidaknya 3,7 miliar dolar karena baru-baru ini melaporkan penurunan pengiriman NEV sebesar 42 persen dibandingkan dengan kuartal keempat 2023.
Pendekatan insentif tersebut pun terbukti mendorong konsumsi. Menurut Badan Energi Internasional (IEA) China mempertahankan posisinya sebagai negara yang paling banyak menjual mobil listrik dengan angka penjualan mencapai 11 juta mobil listrik dari total lebih dari 17 juta unit yang terjual secara global pada 2024.
Artinya, 1 dari 10 mobil di jalan-jalan di Tiongkok bertenaga listrik.
Terlebih mobil listrik dijual di China dengan harga setara 34.400 dolar AS, jauh lebih rendah dibanding harga jual rata-rata di AS sebesar 55.242 dolar AS.
Produsen mobil China memiliki keunggulan biaya yang signifikan karena tarif tenaga kerja yang lebih rendah, peningkatan skala produksi, subsidi pemerintah yang besar dan biaya pembuatan baterai yang lebih murah.
IEA memperkirakan bahwa 90 persen grafit dan 77 persen tanah jarang olahan sebagai elemen utama dalam produksi kendaraan listrik dan baterai akan berasal dari China pada 2030 sementara Amerika Serikat saat ini mengimpor 100 persen grafitnya, dengan sepertiga dari pasokan tersebut bersumber dari China.
Merek NEV China juga semakin menarik karena kekuatan gaya eksterior dan interior; komponen yang meningkatkan pengalaman pengguna; dan teknologi canggih, termasuk fitur keselamatan dan kendaraan yang terhubung.
Sementara merek-merek Eropa sering kali berfokus pada fitur-fitur yang tidak dapat langsung dilihat pembeli seperti audio, sudut pandang maupun getaran mobil listrik asal China berfokus untuk menarik kelima indra pengemudi.
Namun seperti apa pabrik mobil-mobil listrik di China? ANTARA berkesempatan untuk mengunjungi dua di antaranya.
Pabrik Changan Automobile
Changan Automobile adalah produsen NEV dari kota metropolitan Chongqing yang mengoperasikan 34 pabrik di dalam dan luar negeri.
Changan memiliki merek-merek sendiri yaitu Changan Uni, Changan Nevo, Changan LCV, Deepal dan Avatr sekaligus juga memiliki "joint-venture" dengan produsen luar untuk memproduksi Changan Ford, Changan Mazda dan Jiangling Motors.
Pada 2024, Changan Automobile mencatatkan total penjualan kendaraan sebanyak 2,683 juta unit, yang di antaranya adalah kendaraan energi baru (NEV) sebanyak 734.615 unit. Dari jumlah tersebut 536.196 adalah penjualan di luar negeri.
"Tugas utama kami di sini adalah memproduksi merek independen Chang'an di China," kata Direktur Hubungan Masyarakat Changan Automobile Qu Xiaotian pada akhir Mei 2025 di salah satu pabrik Changan di Chongqing.
Pabrik yang menghasilkan merek mobil Avatr tersebut dioperasikan oleh robot maupun manusia dan dapat menghasilkan 50 mobil per jam.
Changan, menurut Qu, menerapkan tiga strategi utama yaitu "Shangri-La Mission", "Dubhe 2.0 Plan", dan "Vast Ocean Plan" untuk menerapkan jalur produksi yang canggih, cerdas dan ramah lingkungan.
"Shangri-La Mission" artinya Changan mengembangkan baterai "solid-state Golden Shield" dan rangkaian lengkap produk energi baru, termasuk "powertrain" BlueCore 3.0 dan Plug-in Range-Extended Vehicle (PREV) pertama di industri, yang menggabungkan teknologi Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) dan Range-Extended Vehicle (REV).
Sedangkan "Dubhe 2.0 Plan" adalah pengembangan sistem cerdas canggih seperti Intelligent TS Drive, Intelligent TY Cockpit, dan Intelligent TH Chassis di bidang kecerdasan buangan. Sementara "Vast Ocean Plan" adalah produksi mobil ramah lingkungan dan rendah karbon
Qu mengatakan perang dagang antara China dan AS hingga saat ini tidak terlalu berdampak ke perusahaan tersebut karena produksinya dapat berfokus untuk pangsa pasar dalam negeri maupun pasar negara-negara baru di luar AS.
Pabrik Geely Holding Group
Pada 2024, total penjualan Geely Group mencapai sekitar 3,337 juta kendaraan, menempati peringkat ke-10 di dunia. Penjualan NEV mencapai sekitar 1,488 juta unit atau meningkat 52 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dan menyumbang 45 persen dari total penjualan.
Geely memiliki berbagai merek otomotif, termasuk Geely Auto, Geely Galaxy, Lynk & Co, ZEEKR, Volvo Cars, Polestar, Lotus, dan Farizon Auto, yang masing-masing memiliki posisi pasar berbeda dan aktif bersaing di pasar global.
Grup ini juga mengoperasikan pabrik kendaraan, baterai, dan powertrain berkelas dunia, serta jaringan penjualan dan layanan purna jual yang luas di seluruh dunia.
Wakil Presiden Senior Geely Auto Wang Ruiping mengatakan perusahaan tersebut yakin bahwa diperlukan skenario aplikasi mobil yang berbeda di negara yang berbeda karena selera pelanggan juga berbeda.
"Tidak ada satu teknologi pun yang dapat mencakup semua skenario di semua negara. Atas pertimbangan ini, kami membuat tiga jenis sistem penggerak yaitu ICE, hybrid plus dan EDU. Jadi ketiganya akan dibagi di tiga pasar berbeda," kata Wang dalam kunjungan ke pabrik Geely Holding Group di kabupaten Changxing, provinsi Zhejiang, China pada awal Juni 2025.
"Internal Combustion Engine" (ICE) adalah mesin pembakaran yang menggunakan bahan bakar fosil (bensin/solar), hybrid plus adalah kombinasi motor listrik dan ICE sehingga dapat beroperasi dengan listrik tapi dapat menempuh perjalanan lebih jauh sedangkan "Electric Drive Unit" (EDU) adalah sistem penggerak yang sepenuhnya menggunakan listrik terintegrasi dan sangat efisien ditambah desain yang kompak dan ringan.
"Pada saat yang sama, kami mempertimbangkan teknologi 'powertrain' pada masa mendatang yang dapat menjadikan mesin lebih efisien dikombinasikan dengan teknologi AI akan menjadi lebih cerdas dan sangat efisien," tambah Wang.
Geely, kata Wang, juga mengembangkan kendaraan dengan menggunakan bahan bakar alternatif, seperti metanol dan bahkan hidrogen.
"Kami sudah memiliki sekitar 40.000 kendaraan di pasaran dengan teknologi hibrida metanol," ungkap Wang.
Terkait dengan perang dagang antara AS dan China, termasuk untuk ketersediaan "chip" cerdas di setiap unit mobil, Wang mengatakan ada jenis mobil Geely yang menggunakan "chip" dari AS yaitu NVIDIA tapi juga "chip" dari dalam negeri.
"Mobil-mobil yang kami kerjakan menggunakan NVIDIA, tapi ntuk keperluan lain kami dapat menggunakan "chip" pasokan lokal atau dari negara Asia lain, sehingga hal itu bukan masalah besar," ungkap Wang.
Pabrik Geely juga beroperasi menggunakan robot untuk pembuatan kerangka dan manusia di bagian perakitan. Dalam 1 menit Geely dapat menyelesaikan perakitan 6 komponen.
China pun terus menjadi pusat manufaktur mobil listrik dunia dengan menyuplai lebih dari 70 persen produksi mobil listrik global.
Mobil-mobil listrik yang diproduksi sesungguhnya menyumbang sekitar 80 persen penjualan domestik pada 2024 dan hampir semua dari 25 persen pertumbuhan produksi mobil listrik global.
Agresivitas pemerintah dan produsen mobil China memang membuat berbagai negara bereaksi yang mempertanyakan apakah kendaraan listrik Tiongkok mendapat keuntungan tidak adil dari subsidi.
Namun Menteri Perdagangan China Wang Wentao menolak anggapan bahwa subsidi China tidak adil dengan mengatakan "Perusahaan kendaraan listrik China mengandalkan inovasi teknologi berkelanjutan, produksi yang sempurna dan sistem rantai pasokan, serta persaingan pasar penuh untuk pengembangan yang cepat, bukan mengandalkan subsidi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif,".
Memang kenyataannya, sistem produksi mobil listrik di China sangat terpadu, membuatnya sulit untuk disaingi kompetitor lain.