Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf kembali menyatakan bahwa dia hanya bisa diberhentikan melalui muktamar atau muktamar luas biasa.
"Soal apakah benar saya pribadi bersalah atau tidak silahkan diperiksa, saya terbuka untuk diperiksa. Tapi tidak mungkin saya menerima hanya dituduh saja tanpa diberi kesempatan untuk membuat klarifikasi, apapun tuduhan yang ada silahkan dibuktikan," kata Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu.
Gus Yahya, begitu biasa dia dipanggil, mengajak semua pihak untuk melakukan proses sesuai dengan tatanan organisasi.
"Karena mandataris itu memang hanya bisa diubah kedudukannya melalui muktamar mari kita selenggarakan muktamar," tambahnya.
Dia menyinggung bahwa Pasal 74 Anggaran Rumah Tangga (ART) NU mensyaratkan pelanggaran berat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Terkait hal itu dia menyoroti perlunya pembuktian lewat muktamar.
Gus Yahya juga menjelaskan bahwa rapat harian syuriah hanya berwenang membicarakan hal-hal kesyuriahan atau kelembagaan syuriah. Rapat harian syuriah tidak boleh memecat siapa pun di semua tingkatan.
Karena itu, dia menilai keputusan rapat harian syuriah yang melampaui wewenangnya itu tidak dapat diterima.
Sebelumnya, konflik bermula saat munculnya hasil Risalah Harian Syuriah yang meminta Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengundurkan diri dari jabatannya dan diberikan tenggat waktu 3x24 jam.
Tak lama kemudian, muncul Surat Edaran (SE) Nomor 4785/PB.02 A.II.10.01/99/11/2025 yang menyatakan Yahya Cholil Staquf sudah tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU sebagai tindak lanjut dari Risalah Harian Syuriah.
SE tersebut diteken Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir dan Khatib PBNU Ahmad Tajul Mafakir. Dalam surat tersebut disebutkan Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya sudah tidak lagi berstatus Ketua Umum PBNU terhitung tanggal 26 November 2025.
