Kunjungan Raja Salman ke Indonesia di samping membawa misi ekonomi juga memiliki tujuan politik dan keamanan.
Setelah ditandatangani kerja sama antara Indonesia dan Saudi dalam
bentuk 11 memorandum of understanding (MoU) bukan berarti misi telah
tertunaikan.
Masih banyak hal-hal penting yang harus ditindaklanjuti berkaitan
dengan kerja sama di berbagai bidang antara Indonesia dan Saudi. Misi
Saudi dalam memperkenalkan strategi the National Transformation Plan
(NTP) sebagian besar telah disambut oleh Indonesia tetapi misi yang
berkaitan dengan konteks geopolitik yang lebih luas masih samar-samar.
Aspek lain yang perlu untuk dicermati adalah ajakan Raja Salman
kepada Presiden Jokowi untuk lebih aktif terlibat dalam menyelesaikan
konflik di Timur Tengah dan dunia Islam.
Ini merupakan momen yang jarang terjadi dimana sebuah negara di
Timur Tengah secara langsung meminta Indonesia lebih berperan di dunia
Islam.
Posisi Indonesia sebagai negara Muslim demokratis terbesar di dunia
tentu menempatkannya sebagai negara yang sangat strategis ditambah lagi
dengan prospek Indonesia sebagai negara yang terus meningkat kekuatan
ekonominya.
Raja Salman dalam beberapa pidato singkatnya baik yang di Istana
Bogor, di depan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun dalam
beberapa komentarnya di tempat-tempat lain secara halus mengungkapkan
keinginan yang kuat agar Indonesia dapat bergabung dalam aliansi militer
Islam dalam memerangi terorisme dan menciptakan stabilitas kawasan dan
dunia internasional.
Islamic Military Alliance (IMA) digagas oleh Saudi pada 15 Desember
2015 beranggotakan sekitar 39 negara bermarkas di Riyadh. Indonesia
sendiri walaupun sudah berkali-kali diundang untuk bergabung, belum
memutuskan.
Oleh karena itu, kedatangan Raja Salman yang diikuti oleh iring-iringan delegasi ibarat sebuah hajatan peminangan.
Pertanyaannya adalah apakah Indonesia akan menerima pinangan itu?
Investasi ekonomi dan tawaran kerja sama di berbagai bidang pun bak
mahar guna memuluskan proses peminangan itu. Tentu nilai investasi itu
akan mengalami peningkatan jika ada sinyal positif dari Indonesia.
Kunjungan yang dilakukan oleh Raja Salman nampak terencana.
Kunjungan pertama dilakukan di Istana Bogor yang merupakan simbol "rumah
keluarga" bukan "rumah politik". Ini menegaskan pentingnya hubungan
persaudaraan dan kekeluargaan dalam dimensi budaya politik yang berlaku
di Saudi.
Raja Salman pun tidak ragu-ragu menyebut Indonesia sebagai negara
kedua yang memiliki arti khusus bagi Arab Saudi. Pada pertemuan pertama
ini, dalam pidatonya Raja Salman mulai mengungkapkan tentang persoalan
yang dihadapi oleh dunia Islam yaitu masalah terorisme.
Raja Salman pun memuji peran dan posisi Indonesia saat ini dalam hal
memperkuat solidaritas Islam, dukungan terhadap perjuangan Palestina
dan mulai dekatnya hubungan dengan negara-negara Islam.
Tentu saja posisi itu harus diperkuat dan terus ditingkatkan melalui
kerja sama antara Indonesia dan Saudi. Bahkan untuk memperkuat hubungan
ini, kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan istilah "Poros
Saunesia" Saudi-Indonesia.
Kerja sama dalam memerangi terorisme ini diharapkan dapat semakin
diperkuat dengan hadirnya Indonesia dalam koalisi memerangi radikalisme
dan terorisme di dunia Islam.
Islam moderat
Indonesia
yang memiliki peran penting dalam menjaga dan menyebarkan Islam moderat
dianggap akan memberi sumbangan penting dalam mewarnai aliansi militer
ini. Apalagi Turki sebagai anggota NATO juga telah bergabung dalam
kelompok ini.
Raja Salman pun menegaskan bahwa dasar dari kerja sama dalam
menciptakan stabilitas di dunia Islam itu dilandasi oleh prinsip-prinsip
bertetangga secara baik, tidak adanya intervensi urusan dalam negeri
masing-masing dan upaya-upaya menyelesaikan masalah-masalah di dunia
Islam secara damai.
Saudi berusaha melakukan transformasi ekonomi dan politik sekaligus
dengan mendekati Asia sebagai mitra-mitra strategis menggantikan
Amerika.
Ajakan Saudi kepada Indonesia untuk lebih berperan dalam menciptakan
perdamaian di dunia Islam merupakan tawaran yang strategis. Mengingat
selama ini, selama 47 tahun Indonesia nampak enggan memerankan fungsi
strategisnya dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Aktifnya Indonesia dimulai ketika pada KTT ke-6 OKI 1991 di Senegal
1991 Presiden Soeharto hadir dalam pertemuan dunia Islam.
" ndonesia yang mengedepankan prinsip "Bebas Aktif" tetapi kurang
berperan di dunia internasional kemudian dipandang sebagai negara yang
"tidak bebas dan "tidak aktif" karena sangat hati-hatinya dalam
memerankan politik luar negerinya.
Perubahan orientasi Indonesia di dunia Islam pun baru menemukan momentumnya saat ini.
Pinangan Raja Salman kepada Indonesia dengan iring-iringan keluarga
itu tentu juga harus dicermati. Ada peluang dan tantangan tersendiri
yang harus dikaji secara cermat.
Dari sisi hubungan internasional, Indonesia telah mendapatkan
pengakuan kuat dari negara-negara di Timur Tengah untuk terus berperan
ke depan dalam menciptakan perdamaian dunia dalam konteks tatanan baru
Timur Tengah dan dunia Islam.
Sikap Indonesia yang tegas dalam mempromosikan jalan damai dalam
setiap konflik dunia, menjadi sinyal penting bagi negara-negara di Timur
Tengah untuk mengedepankan prinsip negosiasi ketimbang intervensi.
Raja Saudi pun sepakat dan memuji kemampuan Indonesia dalam
mengelola kebhinekaan etnis dan agama dalam memperkuat identitas
nasional.
Harapannya aliansi militer akan lebih mengedepankan wujud
"cilivilised" daripada militeristik. Komitmen untuk menghormati negara
jiran, menolak segala intervensi dan mengedepankan solusi damai menjadi
kata kunci yang penting bagi tatanan baru di kawasan Timur Tengah.
Mengingat ketiga prinsip itu sebenarnya absen dalam setiap dinamika
politik di kawasan Arab ini.
Aliansi militer negara-negara Islam bisa menjadi alternatif dalam
menghadapi hegemoni kekuatan internasional saat ini yaitu Amerika
Serikat dan Rusia.
Tentu dengan syarat semua negara Islam yang tergabung dalam OKI
telah sepakat dengan tiga prinsip itu guna membangun tatanan baru dunia
Islam.
Saat ini aliansi itu baru mencerminkan kekuatan Sunni di dunia Islam
dan mendapat penolakan keras dari Iran yang berpatron dengan Rusia.
Apakah nantinya aliansi bisa diperluas dengan melibatkan negara Iran
dan Irak? Jika kerja sama dan aliansi militer tidak mengakomodasi kedua
negara itu dipastikan akan memunculkan poros baru yang saling
berkonflik.
"Duduk bersama"?
Pertanyaannya mungkinkah
negara-negara Muslim itu bisa duduk bersama melupakan perbedaan yang ada
guna mencari kesepakatan dalam menentukan persoalan utama tentang
radikalisme dan terorisme?
Sepanjang mereka mau melepaskan diri dengan patron-patron mereka yang
hegemonik itu (Amerika dan Rusia) maka kerja sama dunia Islam yang
lebih luas bukanlah hal yang mustahil.
Dalam hal terorisme, negara-negara Muslim pada umumnya merupakan
negara-negara yang menjadi korban terorisme bukan sebagai negara sponsor
terorisme seperti yang sering dituduhkan oleh pihak Barat.
Kesadaran negara-negara Timur Tengah dalam menciptakan perdamaian di kawasan perlu untuk diperkuat.
Komitmen untuk menghormati negara tetangga dengan tidak mengundang
pihak luar dalam konflik kawasan akan menjadi energi baru dalam
menciptakan Timur Tengah yang damai.
Kesadaran untuk mengedepankan solusi damai juga dipastikan dapat
menjadi solusi alternatif yang menjanjikan. Mengingat saat ini
pendekatan di Timur Tengah cenderung diselesaikan secara militer karena
para rezim di kawasan ini memang dalam sejarahnya lebih suka membangun
kekuatan senjata daripada kekuatan negosiasi.
Jika aliansi itu bermaksud untuk memperkuat kedaulatan negara dan
menolak intervensi asing (Amerika Serikat dan Rusia) dalam menata masa
depan Timur Tengah dan dunia Islam yang lebih damai dan independen, maka
pinangan Raja Salman perlu untuk dipertimbangkan.
Peta jalan Timur Tengah yang damai, makmur dan berdaulat perlu untuk
didukung. Raja dan rombongan telah selesai menunaikan misinya di
Jakarta dan sekarang berlibur di Bali.
Apakah pinangan Raja Salman itu perlu dijawab langsung sebelum
beliau dan rombongan meninggalkan Indonesia? Akankah kita akan
meningkatkan peran dari sekedar the peace keeper menjadi the peace
negotiator? Tentu jawabannya tergantung Indonesia dalam memanfaatkan
momen strategis ini.
Dalam hal membangun aliansi kekuatan militer kita harus ingat kutipan dari Allen West tentang manfaat militer.
"We must never forget why we have, and why we need our military. Our
armed forces exist solely to ensure our nation is safe, so that each and
every one of us can sleep soundly at night, knowing we have guardians
at the gate".
Berita Terkait
Hoaks! Artikel Raja Salman sebut Indonesia negara munafik
23 September 2024 10:10
Wamen Arab Saudi pastikan pelayanan terbaik tamu haji Raja Salman
12 Juni 2024 09:30
Raja Arab Saudi restui Anies bangun "Kampung Haji Indonesia" jika menang Pemilu, benarkah?
14 Februari 2024 13:30
Raja Salman bakal hadiri KTT G20 di Bali
23 September 2022 21:02
Menhan disambut Putra Raja Arab Saudi bahas kerja sama bilateral
8 Maret 2022 09:29
Raja Arab Saudi khawatir tentang program nuklir Iran
30 Desember 2021 10:48
Raja Arab Saudi Salman menerima suntikan dosis pertama vaksin COVID-19
9 Januari 2021 12:52
Raja Salman menjalani pemeriksaan kantung empedu
20 Juli 2020 11:06