Jakarta (Antara Babel) - Kasus suap yang melibatkan petinggi Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dalam mengejar penilaian
wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan kementerian
tersebut, meruntuhkan kepercayaan publik dalam kemurnian untuk
mendapatkan predikat dari BPK itu.
Tiap lembaga negara, kementerian-lembaga nonkementerian di tingkat
pusat atau pemerintah di tiap daerah memang terobsesi untuk mendapatkan
predikat opini WTP dari BPK setiap tahun setelah lembaga negara itu
mengaudit laporan keuangan masing-masing lembaga negara, kementerian dan
lembaga nonkementerian di tingkat pusat hingga pemerintah daerah.
WTP atau "unqualified opinion" merupakan predikat tertinggi dalam
opini BPK atas laporan keuangan masing-masing instansi. Di bawah WTP ada
WTP dengan paragraf penjelasan (WTP-DPP), wajar dengan pengecualian
(WDP) atau "qualified opinion", opini tidak wajar atau "adverse
opinion", dan tidak memberikan pendapat (disclaimer).
Predikat atau status WTP diberika bila dalam laporan keuangan
memberikan informasi yang terbebas dari salah saji material. Auditor
meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, laporan
keuangannya sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik.
WTP DPP diberikan bila auditor harus menambahkan suatu paragraf
penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat
wajar tanpa pengecualian atas laporannya.
WDP merupakan opini audit yang diterbitkan jika sebagian besar
informasi dalam laporan keuangan terbebas dari salah saji material,
kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi pengecualian,
namun adanya sedikit ketidakwajaran tersebut tidak mempengaruhi
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
Status tidak wajar adalah opini dari auditor BPK jika dalam
laporan keuangan terkandung salah saji material atau tidak mencerminkan
keadaan yang sebenarnya sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan.
Predikat "disclaimer" atau tidak menyatakan pendapat terjadi jika
auditor menolak memberikan pendapat artinya tidak ada opini yang
diberikan karena tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau
tidak. Auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti untuk bisa menyimpulkan
laporan sudah disajikan dengan wajar.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pada Sabtu
(27/5) menjelaskan hasil operasi tangkap tangan sehari sebelumnya atas
sejumlah pejabat BPK dan Kemendes PDTT bahwa suap yang diduga diberikan
oleh Irjen Kemendes PDTT Sugito kepada Auditor Utama BPK Rochmadi
Saptogiri untuk mengubah status WDP menjadi WTP.
Irjen Kemendes PDTT Sugito dan pejabat eselon III Kemendes Jarot
Budi Prabowo diduga memberikan suap Rp240 juta kepada auditor utama
keuangan negara III BPK Rochmadi Saptogiri dan auditor BPK lain yaitu
Ali Sadli.
3000 dolar
Di ruang kerja Rochmadi juga ditemukan uang Rp1,145 miliar dan
3.000 dolar AS yang belum diketahui kaitannya dengan kasus tersebut.
Terdapat pula barang bukti masing-masing satu kardus dan tas yang
didalamnya penuh dengan amplop cokelat dan putih berisi uang.
Laporan keuangan Kemendes PDTT untuk tahun 2014 mendapat predikat
"disclaimer", lalu pada 2015 mendapat predikat WDP, dan untuk 2016
berusaha meraih predikat WTP, tetapi ternyata usaha tersebut diisi
dengan kolusi dan praktik korupsi berupa penyuapan antara oknum pejabat
yang diperiksa dengan oknum pejabat pemeriksa keuangan.
KPK sementara ini menetapkan empat orang tersangka terdiri atas
dua orang pemberi suap yakni Sugito dan Jarot Budi Prabowo yang
disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55
ayat-1 ke-1 KUHP.
Selain itu, dua orang penerima suap yakni Rochmadi Saptogiri yang
merupakan pejabat eselon I di BPK dan BPK Ali Sadli. Keduanya
disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau 5
ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Alih-alih dapat meningkatkan status menjadi WTP, praktik korupsi
yang terungkap tersebut justru meruntuhkan kepercayaan publik dalam
kemurnian untuk mendapatkan predikat tertinggi dari BPK.
Kasus tersebut menyembulkan keraguan dalam proses penilaian atas
laporan keuangan, di tengah perkembangan yang membaik dalam kinerja
pemerintah dalam penyusunan laporan keuangan. Untuk laporan keuangan
tahun 2016, misalnya, 84 persen kementerian-lembaga nonkementerian telah
mendapatkan WTP.
Curiga
Tokoh masyarakat Mimika yang pernah sebagai Penjabat
Bupati Mappi dan Mimika Athanasius Allo Rafra, misalnya, mencurigai
keputusan BPK dalam memberikan opini WTP terhadap laporan keuangan
pemerintah provinsi dan kabupaten-kota se-Papua.
Allo Rafra mengatakan sudah menjadi rahasia umum pemkab dan pemko di
Papua begitu sulit dalam membuat laporan pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan daerah karena berbagai alasan. Masyarakat merasakan ada banyak
masalah berkaitan dengan pengelolaan proyek pemerintah ataupun
pelaksanaan program-program yang mendapat alokasi anggaran sangat besar.
Kalau pada akhirnya BPK malah memberikan opini WTP, tentu ini patut
dipertanyakan.
"Ada apa," katanya.
Jika di Jakarta saja terjadi praktik suap-menyuap dalam hal
pemberian opini WTP oleh BPK terhadap laporan pengelolaan keuangan dari
Kementerian Desa PDTT maka besar kemungkinan praktik serupa di daerah.
Apalagi Papua, kata mantan Kepala Biro Tata Pemerintahan Provinsi Papua
yang pernah menjabat Ketua Komisi A DPRD Mimika itu, cukup sulit dalam
melakukan pengawasan lantaran terbentur dengan kendala geografis,
karakteristik dan lainnya.
Allo Rafra menilai BPK hanya fokus melihat kelengkapan
administrasi dalam laporan pengelolaan keuangan pemerintah daerah tanpa
disertai dengan pemeriksaan fisik di lapangan.
Kecurigaan adanya praktik suap dibalik pemberian opini WTP oleh
BPK kepada sejumlah Pemda di Papua semakin mengemuka lantaran adanya
pengakuan orang-orang yang pernah diperiksa auditor BPK bahwa mereka
melakukan pertemuan di luar Papua seperti di Bali, Semarang, dan
Jakarta.
Allo Rafra mengaku pernah mendengar informasi seperti itu. Nanti
setelah selesai pemeriksaan satu kelompok satuan kerja perangkat daerah
(SKPD), orang yang diperiksa bertemu dengan pemeriksanya di satu tempat
tertentu di luar Papua.
Sementara di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Aliansi Masyarakat
untuk Penegakan Hukum (Ampuh) Cianjur mendesak pemerintah kabupaten
setempat untuk membuktikan bahwa opini WTP yang diterima dua tahun
berturut-turut bukan hasil sogokan atau permainan terselubung dengan
auditor BPK.
"Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap auditor BPK untuk
opini WTP di salah satu kementerian akan membuka kasus serupa yang
dilakukan setiap kabupaten-kota untuk bisa mendapatkan opini tersebut,"
kata Presidium Ampuh Cianjur Yana Nurjaman.
Korupsi dan kolusi dalam pemberian WTP tersebut bisa terjadi
antara lain karena tekad pemerintah untuk benar-benar baik dalam
pengelolaan keuangan dan pelaporan penggunaan keuangan di masing-masing
instansinya karena terkait dengan pertanggungjawaban publik.
Presiden Joko Widodo telah berkali-kali mengingatkan para menteri
dan pejabat pemerintah di pusat dan daerah untuk memperbaiki kinerja
dalam laporan keuangan.
Presiden di Istana Kepresidenan Bogor pada Selasa (23/5) saat
menerima opini WTP terhadap laporan keuangan pemerintah pusat untuk
tahun 2016 dari BPK, bahkan menyatakan perlu segera membentuk gugus
tugas untuk memperbaiki laporan keuangan tiap instansi pemerintah yang
mendapatkan opini WDP dan disclaimer.
Jokowi bahkan menyebut Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan Lembaga Penyiaran Publik TVRI yang
masih "disclaimer" untuk benar-benar memperbaiki laporan keuangannya.
Itu kewajiban pemerintah dalam penggunaan uang rakyat, uang negara itu
harus dikelola dengan baik, kata Jokowi mengingatkan.
Presiden Jokowi bahkan menargetkan untuk tahun depan, semua
kementerian dan lembaga nonkementerian mendapat predikat WTP, jangan ada
lagi WDP, apalagi "disclaimer".
Berkaca dari kasus suap antara pejabat Kemendes PDTT dan BPK
tersebut, WTP bukan jaminan bersih atau tidak dari perilaku korupsi
karena WTP hanya berkaitan dengan pengadministrasian laporan keuangan.
Namun WTP menjadi gengsi setiap instansi sehingga berusaha melakukan
apapun untuk mendapat opini WTP.
Untuk mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian, seharusnya juga wajar tanpa penyuapan.
Berita Terkait
Ini lima pimpinan KPK hasil pemilihan Komisi III DPR
21 November 2024 19:47
Komisi III DPR setujui Setyo Budiyanto jadi Ketua KPK 2024-2029
21 November 2024 14:32
Komisi III DPR: uji kelayakan Capim-Dewas KPK digelar 18-21 November
15 November 2024 15:57
Cek fakta, Prabowo akan bekukan KPK untuk sementara waktu
14 November 2024 18:18
KPK ingatkan Raffi Ahmad wajib lapor LHKPN
14 November 2024 13:55
KPK geledah kantor Setda Provinsi Papua
8 November 2024 22:42
KPK: waspada pihak catut nama KPK janjikan lolos dari proses hukum
8 November 2024 10:37
KPK sita 44 properti senilai Rp200 miliar terkait perkara LPEI
7 November 2024 15:35