Muntok (Antara Babel) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bangka Barat, Kapulauan Bangka Belitung mengeluhkan rumitnya pengurusan izin tempat hiburan seiring sulitnya mendapatkan rekomendasi dari Kantor Camat Muntok sebagai syarat utama mendapatkan Surat Izin Gangguan (SIG).
"Tempat hiburan seperti panti pijat tradisional, kafe, karaoke, tempat billiard dan sejenisnya sulit mendapatkan rekomendasi izin dari Kantor Kecamatan Muntok karena dinilai akan menimbulkan kemaksiatan dan prostitusi. Ini kan tidak benar karena tempat-tempat hiburan seperti itu sudah ada aturannya dari pemkab," kata Ketua Apindo Kabupaten Bangka Barat Surya Jaya di Muntok.
Menurut dia, tindakan Kantor Kecamatan Muntok dengan tidak menggeluarkan rekomendasi bagi para pengusaha tempat hiburan itu akan berdampak menghambat pembangunan dan dikhawatirkan para investor enggan menanamkan modalnya di ujung barat Pulau Bangka tersebut.
Ia mencontohkan pengajuan izin panti pijat yang diajukannya beberapa waktu lalu belum juga mendapat rekomendasi dari Kantor Kecamatan, bahkan ditolak karena dinilai berpotensi terjadinya praktik prostitusi.
"Pengusaha tidak akan mengajukan izin usaha kalau tidak ada payung hukumnya. Dalam kasus ini usaha hiburan sudah ada aturan hukumnya yaitu Perda Nomor 14 Tahun 2008 tentang Retribusi izin usaha kepariwisataan dan dikuatkan dengan Perbup Nomor 16 Tahun 2011 tentang Persyaratan permohonan SIG. Jadi tidak ada aturannya Camat tidak mengelurkan rekomendasi izin hiburan untuk pengurusan SIG," kata dia.
Menurut Surya, tindakan Camat Muntok, Rahmad Dalu, yang tidak mengelurkan rekomendasi izin tempat hiburan merupakan tindakan arogan dan tidak mencerminkan sebagai aparat pemerintahan yang seharusnya mengawal Peraturan Perundang-undangan agar berjalan dengan baik.
Tindak arogan camat tersebut, kata dia, sama dengan mencederai aturan hukum itu sendiri karena camat yang seorang pegawai negeri sipil tidak lagi percaya aturan yang dikeluarkan pemerintah.
"Seharusnya Camat Muntok akomodatif terhadap upaya para pengusaha tempat hiburan dengan mengelurkan rekomendasi sebagai syarat utama mendapatkan SIG, biarkan usaha berkembang dan tetap lakukan pengawasan agar usaha tersebut sesuai dengan ketentuan, jika mereka melanggar berikan teguran dan jika terus berlanjut lakukan penindakan dengan menutup tempat usaha tersebut," kata dia.
Apindo, katanya, beberapa waktu lalu sudah menyampaikan permasalahan ini ke DPRD Kabupaten Bangka Barat untuk mendapatkan jalan keluar dan jika perlu memanggil langsung Camat Muntok untuk menjelaskan alasan Kantor Kecamatan Muntok tidak memberikan rekomendasi kepada pengusaha tempat hiburan.
Terkait permasalahan itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bangka Barat, Markus, membenarkan telah menerima keluhan dari Apindo Kabupaten Bangka Barat dan DPRD setempat sudah membahasnya di Badan Musyawarah dan menyerahkan ke Komisi I untuk segera memanggil Camat Muntok.
Dalam permasalahan ini, menurut Markus, tidak seharusnya seorang Camat tidak mengelurkan rekomendasi izin usaha yang sudah diatur melalui Peraturan Daerah karena peraturan itu keluar atas pembahasan Eksekutif dan Legislatif berdasarkan aturan yang sudah ada di atasnya.
"Kalau tidak ada turunan dari peraturan yang lebih tinggi, tidak mungkin perda bisa keluar dan perda sejenis juga sudah ada di sebagian besar daerah di seluruh Indonesia.
Tindakan Camat Muntok yang tidak mengeluarkan rekomendasi izin tersebut sama dengan menolak atau tidak mempercayai peraturan yang sudah ada, kami cukup menyayangkan sikap tersebut dan harus segera ditindaklanjuti," kata dia.
Dalam hal ini bukan berarti kami melegalkan prostitusi atau kemaksiatan, namun di Perda dan Perbup kan sudah jelas tempat hiburan seperti apa yang diizinkan, semuanya sudah diatur.
Setelah izin keluar dan usaha tersebut berjalan, kata dia, pemerintah harus melakukan pengawasan agar usaha berjalan sesuai aturan yang berlaku, jika terjadi penyimpangan segera lakuan teguran, dilanjutkan dengan pemberian sanksi atau ditutup, jika masih tetap membangkang bisa dipidanakan.
Markus menambahkan, Perda Nomor 14 Tahun 2008 tentang Retribusi izin usaha kepariwisataan merupakan jaminan kepastian hukum untuk memacu investasi, Perda tersebut merupakan pengajuan dari Eksekutif dan dikaji di Legislatif, jika tidak sesuai dengan aturan yang lebih tinggi tidak mungkin dikeluarkan.
"Yang memegang peran penting adalah adanya pengawasan yang setiap tahunnya sudah dianggarkan melalui APBD Kabupaten. Dan kepada masyarakat yang merasa keberatan dengan Perda tersebut, bisa mengajukan "judicial review" atau hak uji materi ke Mahkamah Agung untuk dibatalkan," kata dia.
