Di bawah sinar matahari yang terik ribuan orang berjubel di jalan setapak yang meliuk-liuk bagaikan naga.
Bau khas keringat yang sangat menyengat sama sekali tidak
menyurutkan langkah menyusuri jalan yang semakin jauh semakin menanjak
itu.
Bangunan persegi empat di ujung perbukitan itu merupakan titik kumpul orang-orang dari berbagai latar belakang.
"Saya mau tidak mau harus mengikuti kemauan si anak," kata Zhou Xiao Bo yang nafasnya tersengal meniti anak tangga.
Pria asal Shanghai itu sudah tiga kali ini mengunjungi Tembok
Besar. Namun baru sekali mengajak istri dan anaknya mendatangi tembok
sepanjang 8.850 kilometer yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban
dunia itu.
Maka di hari ketiga kunjungan wisatanya ke Beijing, keluarga Zhou
tidak melewatkan Tembok Besar yang oleh masyarakat setempat disebut
dengan "Chang Cheng", bahkan ada juga yang menyebutnya "Wan Li Chang
Cheng" karena saking panjangnya bangunan buatan manusia pada tahun 721
SM untuk menahan gempuran musuh dari suku-suku di utara daratan Tiongkok
tersebut.
Keringat mengucur deras, Zhou Han Ru belum menghentikan langkahnya.
Menanjak dan terus menanjak, meski ayahnya Xiao Bo dan ibunya jauh
tertinggal di belakang.
Bocah berusia 11 tahun tersebut tidak ingin menyerah sebelum
langkahnya benar-benar terhenti di bangunan puncak yang menjadi tujuan
semua orang.
Tembok Besar memang bukan puncak gunung yang menjadi tujuan para pendaki untuk menorehkan prestasi.
Namun untuk menaklukkan bangunan yang menjadi lambang kebesaran
pemerintah China tersebut membutuhkan nyali, dan tentu saja energi.
Tidak jarang korban jiwa berjatuhan saat menaklukkan bangunan yang
dibuat oleh tiga dinasti dalam periode berbeda itu lantaran terlalu
memaksakan diri untuk bisa menggapai puncak.
Sebagian warga China merasa bahwa menaklukkan Tembok Besar
merupakan prestasi tersendiri sehingga layak mendapatkan penghargaan.
Oleh sebab itu, di Badaling banyak pedagang yang menawarkan medali,
baik yang berwarna kuning keemasan maupun yang putih keperakan.
Harganya pun relatif terjangkau. Apalagi bagi yang pandai menawar,
medali dari monel yang dibanderol seharga 70 RMB (Rp140.000) itu bisa
dibawa pulang dengan harga separuhnya.
Medali itu pun bisa dibubuhi nama dan tanggal tanpa dikenakan biaya jasa pembuatan tulisan.
Selain medali, juga banyak ditawarkan piagam bertuliskan karakter
Mandarin yang bisa diberi nama dan tanggal sesuai keinginan.
"Tuntas sudah hari ini kami mendaki Tembok Besar," kata Ming Ni Lai
(17) asal Jiangsu sambil membanggakan medali yang dikalungkannya.
Kegigihan
Zhou
Xiao Bo dan keluarganya serta Ming Ni Lai merupakan salah satu gambaran
kegigihan warga Tiongkok dalam mewujudkan harapan dan keinginannya.
Mereka tidak saja mengerahkan segala energi, melainkan juga
menghadapi risiko liarnya alam terbuka di negara empat musim tersebut.
Rentetan bencana alam, mulai gempa bumi pada 8 Agustus disusul
hujan deras terus-menerus sejak 11 hingga 14 Agustus hingga diperparah
oleh badai topan 23 dan 27 Agustus 2017, telah melanda berbagai wilayah
di daratan China.
Bencana itu, tidak hanya menimbulkan jatuhnya korban ratusan jiwa
dan kerugian material akibat hancurnya bangunan, melainkan juga memukul
sektor pariwisata.
Bagaimana tidak, Agustus merupakan puncak kepadatan wisatawan pada libur musim panas.
Oleh sebab itu, hanya warga China yang memiliki nyali, berani
berlibur di alam terbuka. Apalagi gempa berkekuatan 7 pada skala Richter
di Taman Nasional Jiuzhaigou, Provinsi Sichuan, pada 8 Agustus 2017
malam telah mengakibatkan 24 orang tewas dan 493 lainnya luka. Di antara
para korban itu adalah wisatawan.
Zhou Xiao Bo dan keluarganya tidak hanya menghadapi tantangan di
alam terbuka, tetapi juga saat berangkat dan pulang menuju tempat
tersebut.
Mereka tidak peduli harus berdesak-desakan dengan ratusan bahkan
ribuan orang lain. Yang terpenting hasrat berlibur bersama keluarga
harus terpenuhi.
"Kalau tidak sekarang, kapan lagi saya bisa mengajak anak-anak ke
sana," ujarnya di sela-sela antrean panjang di Stasiun Huangdudian
menunggu kereta api yang akan membawanya ke Badaling, Selasa (15/8).
Kereta api yang rata-rata dua jam sekali berangkat dari Stasiun
Huangdudian itu bukan satu-satunya moda transportasi yang membawa
wisatawan dari Beijing menuju gerbang utama Tembok Besar di Badaling.
Meskipun ada bus dari beberapa titik yang lebih mudah dijangkau di
Beijing, seperti dari Dongzhimen, Xizhimen, dan Haidian, kereta api
berdaya tempuh 1,5 jam tersebut masih tetap diminati.
Selain murah, yakni hanya 6 RMB (Rp12.000) bahkan cuma 5 RMB bagi
yang menggunakan kartu Yikatong, para penumpang mendapatkan suguhan
pemandangan alam yang sangat menarik, termasuk di sekitar Tembok Besar
sebelum memasuki gerbang utama tersebut.
Apalagi pada saat kereta api menembus terowongan-terowongan yang
sebagian di antaranya berada di bawah fondasi Tembok Besar.
Kalau pun tidak kebagian "shuttle bus" gratis dari Stasiun
Badaling, perjalanan 950 meter menuju pintu gerbang Tembok Besar dapat
ditempuh dengan berjalan kaki.
Dari Stasiun Badaling menuju gerbang Tembok China pun, para
wisatawan bisa membeli makanan dan minuman untuk bekal perjalanan yang
sesungguhnya menuju puncak.
Tentu saja untuk bisa menggunakan jasa kereta api tersebut
membutuhkan perjuangan yang gigih karena selain antre berjam-jam, juga
harus "berlomba lari" dengan ratusan penumpang lainnya guna mendapatkan
tempat duduk di sisi jendela. Pihak operator kereta tersebut tidak
menjual tiket tempat duduk sehingga siapa yang cepat larinya atau berada
di antrean terdepan pintu emplasemen stasiunlah yang berhak mendapatkan
tempat duduk terbatas itu.
Berita Terkait
Tembok Besar China runtuh akibat gempa Qinghai
10 Januari 2022 20:21
AFC U-17 Asian Cup: Daftar tuan rumah, juara, dan medali
23 Oktober 2024 09:31
Pesilat asal Bangka raih medali emas di Uzbekistan
15 Oktober 2024 10:30
Polri anugerahi Jokowi medali kehormatan Loka Praja Samrakshana
14 Oktober 2024 10:51
Klasemen medali Perpanas 2024: Jawa Tengah masih kokoh di puncak
12 Oktober 2024 10:27
Tiga medali emas capaian tertinggi Babel di ajang PON
22 September 2024 09:57
Klasemen akhir medali PON 2024: Jabar duduki peringkat satu
20 September 2024 17:05
Klasemen akhir bola voli PON 2024: Jabar dan Jatim amankan medali emas
20 September 2024 16:28