Bangkok (ANTARA News) - Aung San Suu Kyi dan pemerintahan yang
dipimpinnya menutup mata atas aksi kekerasan di negara bagian Rakhine,
menurut keterangan Amnesty International, seraya mengkritik pemimpin
Myanmar tersebut karena tidak mengecam pelanggaran HAM oleh militer
dalam pidato di televisi.
PBB, berbagai
organisasi HAM, dan para pengungsi Rohingya di Bangladesh menuding
militer Myanmar menggunakan senjata api dan aksi pembakaran untuk
melakukan pembersihan etnis terhadap kelompok minoritas muslim
tersebut.
Dalam pidatonya pada Selasa, Suu Kyi
menyatakan bersimpati atas "penderitaan semua orang" yang mengalami
aksi kekerasan, tetapi tidak membahas tudingan pembersihan etnis.
Ia hanya mengatakan siapa pun yang bersalah melanggar HAM akan diadili.
"Aung
San Suu Kyi hari ini menunjukkan, dia dan pemerintahnya masih menutup
mata atas tragedi di negara bagian Rakhine. Sudah berulang kali, pidato
yang ia sampaikan hanya menjadi ajang mencampuradukkan kebohongan dan
aksi menyalahkan korban," menurut pernyataan Amnesty International,
seperti dikutip dari AFP.
Amnesty mengecam Suu Kyi karena tetap "bungkam atas peran aparat keamanan," yang dituding melakukan pembersihan etnis.
Organisasi
HAM itu juga mengkritik seruan Suu Kyi kepada pengamat-pengamat
internasional untuk mengunjungi Myanmar guna menilai sendiri masalah
yang terjadi dengan dalih pemerintah negara tersebut melarang misi
pencari fakta PBB menyelidiki kekejaman militer di Rakhine.
"Klaim
Aung San Suu Kyi bahwa pemerintahnya 'tidak takut dengan pengawasan
internasional' meragukan … jika memang tidak ada hal yang disembunyikan
oleh Myanmar, mereka semestinya mengizinkan penyelidik PBB mengunjungi
negara tersebut, termasuk Negara Bagian Rakhine," kata Amnesty
International.
Penerjemah: Try Reza Essra