Jakarta (Antaranews Babel) - Pilakada serentak tahun 2018 yang akan diselenggarakan di 171 daerah pada 27 Juni mendatang diyakini akan berlangsung meriah, meskipun beberapa calon kepala daerah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi.
Pilakada serentak tahun 2018 yang diyakini akan berlangsung meriah ini, karena menjadi pemanasan bagi partai-partai politik dalam menghadapi pemilu serentak tahun 2019.
Pilakada serentak tahun 2018 akan diselenggarakan di 13 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten pada 27 Juni mendatang, yang saat ini dalam tahapan kampanye dan debat publik hingga pada 26 Juni mendatang.
Kemudian, pada 24-26 Juni memasuki masa tenang dan tanggal 27 Juni adalah hari pelaksanaan pemungutan suara di tempat-tempat pemungutan suara di 171 daerah tersebut.
Namun, dalam perjalanan tahapan proses pilkada 2018 ini diwarnai riak-riak karena beberapa calon kepala daerah yang telah ditetapkan KPU sebagai pasangan calon, kemudian menjadi tersangka kasus dugaan korupsi.
Paling tidak ada enam calon kepala daerah yang ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan penyidik KPK.
Mereka adalah, calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae, calon Gubernur Lampung Mustafa, calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun, calon gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus, calon Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, serta calon Bupati Subang Imas Aryumningsih.
Bagaimana penyikapan terhadap calon kepala daerah peserta pilkada serentak 2018 yang menjadi tersangka?
KPU akan tetap meyelenggarakan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2018, sesuai dengan tahapannya, meskipun ada beberapa calon kepala daerah yang kemudian menjadi tersangka.
Karena, berdasarkan amanah UU No. 26 tahun 2016 tentang Pilkada, menyebutkan calon kepala daerah berstatus tersangka tetap dapat menjadi peserta pilkada.
"Dalam regulasi mengatur, calon kepala daerah meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, statusnya sebagai peserta pilkada tidak gugur, sehingga tetap dapat berkompetisi di pilkada," kata Ketua KPU Arief Budiman.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Riza Patria, menegaskan calon kepala daerah meskipun berstatus tersangka tetap dapat berkompetisi pada pilkada serentak 2018 hingga ada pasangan calon kepala daerah yang terpilih.
Dalam pandangannya, pilkada adalah proses politik, sedangkan tersangka adalah proses hukum, jalurnya berbeda, karena itu pilkada sebagai proses politik tetap berjalan terus.
Dalam UU Pilkada serta aturan dalam Peraturan KPU (PKPU), menurut dia, mengatur pasangan calon kepala daerah yang telah ditetapkan KPU tidak boleh mengundurkan diri, kecuali meninggal dunia, berhalangan tetap, dan dijatuhi sanksi hukum yang berkekuatan tetap.
Kalau pasangan calon kepala daerah yang berstatus tersangka dan menjadi tahanan KPK, dinilai belum mendapat sanksi hukum yang berkekuatan tetap, sehingga tetap dapat berkompetisi pada pilkada serentak 2018.
"Pasangan calon kepala daerah yang berstatus tersangka dan menjadi tahanan, secara fisik dirinya tidak bebas, sehingga kampanye yang dilakukan hanya melalui alat peraga seperti spanduk dan baliho, serta melalui media sosial. Calon tersebut dapat dibantu oleh tim kampanyenya," katanya.
Namun, calon tersebut tidak dapat melakukan kampanye dialogis dan rapat umum, karena menjalani penahanan.
Riza Patria yang juga Ketua DPP Partai Gerindra menegaskan, jika calon kepala daerah yang berstatus tersangka itu kemudian proses hukumnya sampai vonis dan dijatuhi sanksi hukum berkekuatan hukum tetap, maka dia harus mundur sebagai calon kepala daerah atau sebagai kepala daerah.
Status Tersangka Jadi Polemik
Calon kepala daerah yang kemudian ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi menjadi riak-riak dalam kemeriahan persiapan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2018.
Calon kepala daerah yang menjadi tersangka atau diwacanakan akan menjadi tersangka ini juga membuat khawatir partai politik dan atau gabungan partai politik pengusungnya, sehingga muncul wacana agar KPK menunda proses hukum hingga pilkada serentak 2018 selesai.
Di sisi lain, masyarakat juga menaruh harapan agar KPK dapat segera menyelesaikan proses hukum terhadap terduga kasus dugaan korupsi, khususnya calon kepala daerah.
Bahkan, muncul juga wacana di ruang publik, agar calon kepala daerah berststus tersangka dilakukan penggantian, meskipun dalam regulasi mengatur status tersangka tidak menggugurkan pasangan calon sebagai peserta pilkada.
Ketua KPU, Arief Budiman menegaskan, pihaknya tidak akan ikut campur urusan KPK dalam memproses hukum calon kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Sesuai amanah undang-undang dan Peraturan Komisi Pemnilihan Umum, maka KPU akan terus menjalankan tahapan penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2018.
"Kami juga dapat memahami harapan masyarakat yang menginginkan calon kepala daerah tersangka didiskualifikasi, tapi hal itu tidak sesuai dengan amanah undang-undang," katanya.
Menko Polhukam, Wiranto, juga sampai melontarkan imbauan agar KPK menunda pengumuman calon kepala daerah yang terkait dengan dugaan korupsi.
Namun, Wiranto menyatakan hanya mengingatkan agar pelaksanaan pilkada serentak 2018 dapat berjalan baik dan lancar, tapi apakah Komisi Pemberantasan Korupsi akan melaksanakan atau tidak imbauan tersebut, diserahkannya pada KPK.
Beberapa fraksi di DPR RI berpandangan tidak setuju dengan imbauan Menko Polhukkam agar KPK menunda pengumuman calon kepala daerah yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Taufik Kurniawan, yang juga Wakil Ketua DPR RI menilai, proses hukum terhadap calon kepala daerah harus tetap berjalan.
Semua pihak, kata dia, harus dapat menghargai proses hukum yang dilakukan KPK dalam pemberantasan korupsi, jangan sampai ada intervensi politik.
Fraksi PAN berpandangan, proses hukum yang dilakukan KPK tidak akan mengganggu tahapan pilkada serentak tahun 2018, karena hanya beberapa calon kepala daerah yang menjadi terduga kasus korupsi.
"Kasus korupsi adalah urusan pribadi masing-masing orang, jangan sampai di bawa-bawa ke ranah Pemerintah dan dapat membuat KPK menjadi tidak fokus dalam menjalankan tugasnya," katanya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, yang juga Wakil Ketua DPR RI, mengatakan, rencana KPK mengumumkan calon kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi tidak perlu diimbau untuk ditunda.
Karena imbauan penundaan itu, kata dia, dapat dipersepsikan sebagai upaya intervensi.
Dalam pandangan Fadli Zon, menunda proses hukum yang tengah berjalan merupakan bentuk pelanggaran hukum, sehingga penundaan proses hukum itu tidak boleh dilakukan.
Proses hukum terhadap calon kepala daerah yang tersangka kasus dugaan korupsi, apakah ditunda atau tidak, harapan masyarakat agar pelaksaanaan pilkada serentak tahun 2018 dapat berjalan lancar, kondusif, dan demokratis, sehingga menjadi pilkada serentak yang demokratis.
Masyarakat juga berharap, semoga dapat melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang berkualitas dan amanah.
Berita Terkait
KPU Bangka Barat: Partisipasi pemilih Pilkada 2024 sekitar 65 persen
2 Desember 2024 20:37
Saksi paslon satu sampaikan enam pernyataan sikap ke KPU Bangka Selatan
2 Desember 2024 15:52
KPU Bangka Selatan gelar pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada 2024
2 Desember 2024 14:31
KPU Belitung Timur pastikan 192 TPS terdokumentasikan Sirekap
1 Desember 2024 15:37
KPU RI: Pilkada lanjutan digelar September 2025 jika paslon tunggal kalah
1 Desember 2024 13:56
KPU lakukan monitoring rekapitulasi perolehan suara pilkada di Bangka Belitung
1 Desember 2024 13:53