Jakarta (Antaranews Babel) - Pemerintah Indonesia dan Australia sedang menyelesaikan kesepakatan perundingan/negosiasi perdagangan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil) kedua negara, kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Jakarta, Senin.
"Kita dengan Australia sedang dalam proses, kita sepakat Agustus ini sudah harus final kesepakatannya," kata Enggartiasto seusai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Senin.
Mendag juga terus berkomunikasi intensif dengan parlemen Australia terkait pembentukan rancangan kebijakan penggunaan kelapa sawit dan produk turunannya di Australia.
"Masih ada beberapa hal dalam negosiasi, dan saya dengan Steve Ciobo (anggota parlemen Australia) sepakat bahwa tim perunding putaran berikutnya akan segera berlangsung, menyisakan beberapa items. Nanti dua menteri yang akan mengambil langkah-langkah final," jelasnya.
Selain Australia, Uni Eropa dan Amerika Serikat sedang mengkaji kembali penggunaan kelapa sawit dan produk turunannya di negara tersebut.
Mereka beralasan produk kelapa sawit tidak ramah terhadap keberlangsungan lingkungan hidup, serta penyumbang terbesar pembalakan hutan.
Namun, Mendag melihat ada motif persaingan industri di balik pelarangan penggunaan minyak kelapa sawit mentah di Uni Eropa, Amerika Serikat dan Australia.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia akan menghentikan impor komoditas dari Eropa, apabila parlemen negara-negara tersebut bersikeras menghentikan masuknya minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil) dari Indonesia.
"Kalau mereka mulai seperti itu (melarang CPO), saya juga sampaikan ke Norwegia bahwa saya juga akan melarang ikannya (masuk ke Indonesia). Juga dengan pembelian pesawat terbang, antara lain Airbus dan Boeing. Kalau (pelarangan) ini terus berkembang, maka bukan tidak mungkin kita akan menghentikan itu juga," jelas Mendag.
Enggartiasto mengatakan Indonesia memiliki posisi tawar tinggi dengan negara-negara Eropa terkait CPO tersebut, karena di beberapa peradilan Eropa, minyak kelapa sawit mentah Indonesia berhak beredar di negara tersebut.
"Di satu sisi kita (Indonesia) sudah menang di beberapa perkara, tapi mereka tetap berkeras sampai 2021 bio-diesel dikeluarkan dari sana, dari Eropa," tegasnya.