Pangkalpinang (Antaranews Babel) - Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Enggartiasto Lukita meminta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menuntaskan Surat Edaran Bersama (SEB) dari Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (ICDX), karena dapat mengganggu ekspor timah.
"Kami ingin masalah ini cepat selesai supaya ekspor timah tidak terganggu," kata Enggartiasto Lukita dalam siaran pers yang diterima Perum LKBN Antara Biro Kepulauan Babel di Pangkalpinang, Jumat.
Ia mengatakan ICDX mengeluarkan SEB pada 16 Oktober 2018. SEB bernomor 134/SEB/ICDX-ICH/X/2018 ini, berdasarkan pada laporan Bareskrim Polri terkait dugaan tindak pidana menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin lainnya.
"Saat ini masalah SEB ICDX ini sedang diselesaikan oleh Bappebti dan kita memang minta untuk bisa dipercepat karena bagaimana pun juga ekspor bisa terganggu," ujarnya.
Menurut dia ada dua hal penting yang disorot dalam SEB tersebut. Pertama, penerimaan Timah Murni Batangan di tempat penyimpanan yang ditunjuk, tidak dapat menggunakan Surat Keterangan Asal Bijih Timah (Hasil Verifikasi Asal Bijih Timah) yang dikeluarkan oleh PT. Surveyor Indonesia.
Kedua, seluruh Bukti Simpan Timah (BST) atau timah murni batangan yang dimiliki oleh anggota penjual timah dalam tempat penyimpanan yang telah memiliki surat keterangan asal bijih timah (hasil verifikasi asal bijih timah) yang dikeluarkan oleh PT Surveyor Indonesia, tidak dapat ditransaksikan.
"Langkah ICDX ini bertujuan untuk menghindari upaya pengusaha "nakal" yang mencoba memanfaatkan lembaga surveyor, sekaligus menciptakan penambangan yang bersih serta sesuai aturan," katanya.
Kepala BI Perwakilan Provinsi Kepulauan Babel Tantan Heroika menilai kebijakan pengetatan ekspor timah bisa berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi, karena penambangan bijih timah masih mendominasi perekonomian masyarakat di daerah itu.
"Sampai saat ini sekitar 80 persen perekonomian masyarakat masih ditopang dari sektor penambangan bijih timah, sementara 20 persen dari hasil perkebunan lada putih, karet, sawit dan sektor lainnya." katanya.