Muntok, 20/12 (ANTARA) - Pulau Bangka identik dengan pertambangan bijih timah yang sudah berlangsung ratusan tahun yang lalu dan dibuka besar-besaran sekitar 200 tahun pada masa kolonial Belanda.
Pada perkembangannya, Belanda mendirikan perusahaan pertambangan timah dengan nama Banka Tin Winning (BTW) yang kemudian menjadi awal keberadaan PT Timah di Pulau Bangka dan Belitung hingga kini.
"Saat ini pertambangan bijih timah masih mendominasi perekonomian Babel, namun kami yakin dengan adanya kesadaran masyarakat bahwa timah makin lama makin habis akan membawa dampak melirik sektor lain untuk dijadikan penggantinya," kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Bangka Barat, Abdullah Aidid.
Ia mengatakan, potensi sumber daya alam terutama di Kabupaten Bangka Barat tidak hanya dari tambang timah, namun masih banyak sektor lainnya yang bisa dikembangkan masyarakat dan memiliki nilai ekonomis tinggi seperti kelautan, perkebunan, kehutanan, pertanian, peternakan, pariwisata dan lainnya.
Untuk sektor kelautan, bisa dikembangkan pengolahan produksi laut menjadi barang jadi, seperti pengolahan kulit ikan pari, produk makanan olahan berbahan ikan, siput gunggung, terasi udang, kerupuk, pempek udang dan ikan serta lainnya.
"Kami akan terus mendorong pelaku UMKM agar lebih kreatif melihat peluang pasar yang ada, baik dari sisi variasi produk, pengemasan maupun pemasarannya," kata dia.
Ia mengatakan, produk kreatif di daerah itu sebenarnya cukup menjanjikan, hanya kurang profesional dalam manajemennya saja sehingga kurang begitu diminati di pasar lokal maupun luar daerah.
Menurut dia, daerah itu membutuhkan investor yang tidak hanya mampu mengolah sumber daya alam yang ada, namun juga diharapkan mampu merangkul dan memompa semangat pelaku usaha lokal sehingga mampu besaing dengan produk dari luar daerah.
Potensi Kelautan
Peluang investasi sektor kelautan dan perikanan air tawar yang ditawarkan pemkab setempat untuk percepatan pembangunan, memiliki peluang besar seiring kondisi geografis berbatasan langsung dengan Laut China Selatan dan Selat Bangka.
Kepala Bagian Penanaman Modal Sekretariat Daerah Bangka Barat, Achyadi, menerangkan posisi geografis Bangka Barat sangat menjanjikan untuk mengembangkan investasi dalam sektor kelautan dan perikanan karena tingginya jumlah ikan di daerah itu.
Menurut dia, perkiraan potensi perikanan tangkap di daerah itu mencapai 1.210.662 ton per tahun, terdiri dari ikan demersial 656.000 ton per tahun, ikan pelangis kecil 513.000 ton per tahun, ikan-ikan karang 27.565 ton per tahun, cumi-cumi 2.679 ton per tahun dan udang 11.400 ton per tahun.
Namun, kata dia, saat ini baru sekitar 7.017 ton per tahun saja yang bisa ditangkap nelayan di daerah itu dengan menggunakan peralatan tangkap tradisional untuk mencukupi kebutuhan pasar.
"Selama ini produksi ikan laut tersebut hanya dijual dalam bentuk segar di pasaran dan sebagai bahan baku pembuatan makanan olahan untuk industri kecil," kata dia.
Dengan potensi besar tersebut, kata dia, investasi dalam bidang perikanan tangkap diharapkan mampu menggerakkan perekonomian daerah dan dijual sampai luar daerah bahkan ekspor.
"Pengembangan usaha penangkapan ikan dengan sarana dan prasaran lebih modern dan besar bisa diterapkan di daerah itu, selain itu bisa juga dengan menanamkan modal dalam sektor penunjang seperti pabrik es dan cool storage," ujarnya.
Usaha pengolahan ikan dan usaha makanan olahan berbahan ikan juga bisa dikembangkan dan memiliki potensi bagus untuk mencukupi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri.
Selain potensi perikanan laut, kata dia, perikanan air tawar juga memiliki prospek yang tidak kalah bagusnya seperti budi daya ikan air tawar sistem jaring terapung, sangkar atau keramba dan pola perikanan insentif.
"Keberadaan kolong atau lubang bekas penambangan timah merupakan salah satu potensi yang bisa dikembangkan untuk perikanan air tawar yang selama ini masih menganggur belum dimanfaatkan," kata dia.
Perkebunan Cukup Menjanjikan
Kepala Bidang Perkebunan, Edi Usman, mengatakan, sektor perkebunan juga memiliki prospek bagus untuk dijadikan salah satu perekonomian warga Bangka Barat, seperti perkebunan karet, lada dan sawit yang secara terus menerus mendapat perhatian dari pemkab setempat.
"Kami memang membatasi perluasan lahan kebun kelapa sawit milik perusahaan, namun masyarakat masih bisa mengambangkan komoditas yang diminati pasar internasional tersebut," kata dia.
Pola revitalisasi, kebun kelapa sawit rakyat (KKSR) merupakan program unggulan untuk peningkatan kesejahteraan petani dengan mengoptimalkan kerja sama antara Pemkab, perusahaan sawit dan gabungan kelompok tani yang saling menguntungkan.
"Akhir 2012 kami berhasil mewujudkan program KKSR hingga seluas 311 hektare yang dikelola langsung PT Sawindo Kencana dengan melibatkan enam kelompok tani beranggotakan 163 kepala keluarga," kata dia.
KKSR tersebut terdapat di Desa Tempilang yang dikelola tiga KK dengan luas lahan enam hektare, Desa Buyan 52 KK 104 hektare, Desa Kelumbi 22 KK 44 hektare, Desa Tanjung Niur 22 KK 43 hektare, Desa Sinar Surya 20 KK 32 hektare dan Desa Pusuk 44 KK 82 hektare.
"Kami berharap ke depan semakin banyak perusahaan yang ikut terlibat untuk menyejahterakan warga dengan berbagai program sejenis, sekaligus peningkatan ekonomi daerah," ujarnya.
Selain sawit, perkebunan karet juga sudah lama menjadi salah satu andalan masyarakat untuk memenuhi ekonomi keluarga karena hasilnya bisa langsung dinikmati dan cukup lumayan.
Luas perkebunan karet di Bangka Barat yang mencapai 12.313,94 hektare terdiri dari luas tanaman belum menghasilkan 5.650,94 hektare, tanaman menghasilkan seluas 4.383,74 hektare, lahan tanaman tua 2.279,26 dengan produksi mencapai 8.206 ton per tahun.
"Dengan produksi cukup tinggi, yang dibutuhkan petani adalah kestabilan harga getah karet, jika harga stabil kami yakin animo masyarakat akan semakin meningkat untuk membuka lahan karena tidak butuh biaya besar seperti sawit atau lada," kata dia.
Pada 2012 produksi karet di daerah itu mencapai 13.353,13 ton yang berasal dari enam kecamatan meliputi Kecamatan Muntok 670 ton, Simpang Teritip 2.316,1 ton, Jebus 2.351,4 ton, Kelapa 6,461,43 ton, Tempilang 1.010,2 ton dan Parittiga 544 ton.
Sementara itu, untuk perkebunan lada menurut Edi, masih kurang diminati karena butuh biaya tinggi untuk perawatan dan jangka waktu panen juga cukup lama yaitu tiga tahun setelah masa tanam, itu pun banyak terkendala dengan penyakit mematikan busuk batang.
"Yang membuat petani lada masih bertahan menggeluti karena mereka secara tradisi turun temurun sudah menjadi petani lada dan tidak memiliki keahlian lain," kata dia.
Namun, kata dia, dengan pola pembinaan dan berbagai kemudahan kepada para petani lada diharapkan semakin tumbuh animo petani untuk kembali menekuni komoditas unggulan tersebut dengan harapan mampu mengembalikan masa kejayaan "muntok white pepper".
Ia mengatakan, investasi dalam bidang pengolahan hasil perkebunan karet, kelapa sawit dan lada cukup menjanjikan untuk dikembangkan di daerah itu, karena selama ini terutama karet dan lada belum ada satu perusahaan pun yang menanamkan modalnya di Kabupaten Bangka Barat.
Geliat Pertanian
Pada sektor pertanian, sepertinya masyarakat Banga Barat juga tidak mau ketinggalan dari daerah lain dalam upaya mewujudkan swasembada pangan, terbukti dalam jangka waktu tiga tahun, warga desa Tuik, Kecamatan Kelapa berhasil menjadi desa swasembada pangan, bahkan surplus.
"Yang ditanam petani di Desa Tuik saat ini masih varietas lokal utan antu dan mukut dengan masa tanam sekali setahun," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangka Barat Suhadi.
Dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas padi di daerah itu, ke depan petani lokal dianjurkan untuk menanam varietas unggul nasional Inpari yang sudah diuji adaptasi di hamparan tersebut.
"Kami berupaya memberikan pilihan baru kepada petani untuk menanam varietas unggul Inpari4, Inpari5 dan Inpari6 dengan harapan produktivitasnya meningkat dari 2,6 ton per hektare menjadi 4 hingga 5 ton per hektare sekali panen,
selain itu, masa tanam juga bisa menjadi dua hingga tiga kali setahun karena varietas tersebut hanya butuh waktu tanam sekitar 110 hari," kata dia.
Sebagai langkah awal penanaman varietas unggul tersebut pihaknya akan mengajak petani di Desa Tuik mulai menanamnya pada masa tanam tahun depan, tanpa meninggalkan varitas lokal utan antu yang selama ini dikembangkan di daerah itu.
Peralihan dari varietas lokal ke varietas unggul nasional tersebut perlu dicoba untuk memberi gambaran langsung ke petani bahwa varietas unggul nasional lebih menguntungkan karena memiliki produktivitas hingga lima ton per hektare sekali panen.
Selain Desa Tuik, kata dia, pada 2013 pemkab juga sudah menyiapkan lima desa dari 64 desa yang ada di daerah itu untuk dijadikan desa swasembada pangan, melalui perluasan lahan tanam padi baik ladang maupun sawah.
"2013 kami mendapat bantuan perluasan lahan melalui APBN, 1.050 hektare di enam kecamatan, yang sepenuhnya akan dikelola langsung oleh para anggota kelompok tani," kata dia.
Lima desa yang disiapkan menjadi desa mandiri pangan tersebut, meliputi Desa Kundi di Kecamatan Simpang Teritip, Desa Simpang Yul, Kecamatan Tempilang, Desa Ketap dan Telak, Kecamatan Jebus dan Desa Beruas di Kecamatan Kelapa.
Sapi Juga Diminati
Peternakan sapi yang tidak pernah dilirik masyarakat di daerah itu, saat ini mulai diminati seiring tingginya harga sapi yang sebagian besar pasokan pasar didatangkan dari luar daerah yaitu dari Pulau Sumatera, Jawa damn Madura.
"Harga di pasaran, satu ekor sapi rata-rata Rp12 juta, ini peluang yang cukup terbuka untuk dikembangkan masyarakat,"ujar Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangka Barat, Gunawan.
Ia menjelaskan, memelihara sapi memiliki keuntungan selain bisa menjual sapi untuk dikonsumsi, kotorannya juga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan pupuk organik yang banyak diminati petani dengan harag Rp20.000 per kantong.
Menurut dia, struktur tanah setempat banyak mengandung pasir dengan unsur hara rendah sehingga dibutuhkan pupuk organik cukup banyak untuk mengembalikan kesuburan tanah.
"Untuk tahun ini bertambah lima kelompok peternak, dua kelompok di Desa Mislak dan masing-masing satu di Air Gantang, Nyikep serta Kelapa, jadi jumlahnya mencapai sembilan kelompok tani dan kami yakin ke depan akan tumbuh banyak lagi kelompok peternak baru," katanya.
Menurut dia, daerah yang memiliki sekitar 80 persen lebih penduduknya bermata pencaharian petani dan pekebun tersebut memang potensial untuk mengembangkan peternakan sapi dan ternak lainnya.
"Kalau dihitung potensi, lebih dari 90 ribu ekor sapi dapat dikembangkan di Bangka Barat dengan pola integrasi ternak-kebun dan ternak-pertanian," kata dia.
Pola integrasi sapi-sawit, sapi-karet, sapi-lada dan sapi-sawah bisa dikedepankan untuk meningkatkan populasi sapi dalam upaya menjadi lumbung sapi nasional.
Menurut dia, luas perkebunan kelapa sawit milik perusahaan lebih dari 40 ribu hektare, milik masyarakat lebih dari 15 ribu hektare, luas perkebunan karet 24 ribu hektare lebih, lada lima ribu hektare dan pertanian lebih dari 1.200 hektare.
"Satu ekor sapi hanya butuh pakan rumput satu hektare per tahun, jadi jika ingin dikembangkan bisa mencapai 90 ribu ekor sapi," kata dia.
Dengan potensi besar tersebut, pihaknya terus melakukan berbagai peningkatan keterampilan peternak dengan mengoptimalkan petugas penyuluh, budi daya yang efektif dan efisien serta memberikan bantuan induk sapi dan pengolahan pupuk organik.
"Kami yakin jika pada 2013 usulan melalui APBN sebanyak Rp15 miliar untuk pengembangan ternak sapi disetujui pusat, pada 2015 swasembada daging akan tercapai dan pola integrasi sapi sawit juga akan berjalan," kata dia.
Dalam setiap kesempatan, Bupati Bangka Barat Zuhri M Syazali selalu mengingatkan, agar warga kreatif memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada demi terwujudnya masyarakat yang mandiri dan sejahtera.
"Kami yakin dengan berbagai pola yang dikembangkan dari setiap SKPD dengan program prorakyat, tidak akan lama lagi Bangka Barat mandiri dan sejahtera akan segera terwujud, meskipun tanpa timah," ujarnya.
