Jakarta (ANTARA Babel) - Peneliti di Amerika Serikat menemukan anak-anak yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu atau kelebihan berat badan cenderung menjadi korban penindasan atau bullying teman-temannya.
Mereka juga menemukan bahwa target bullying, penindasan, lebih tertekan, cemas dan memiliki kualitas hidup yang rendah daripada mereka yang tidak menajdi target.
Bullying menjadi perhatian diantara para orang tua, doketer, dan pihak sekolahsejak penelitian dan pemberitaan menunjukkan adanya kaitan antara bullying, termasuk penindasan melalui internet "cyberbullying", dengan depresi bahkan bunuh diri.
"Ada perubahan dan orang tahu penindasan dampaknya nyata, bukan cuma sekadar lelucon," kata Dr. Mark Schuster, Kepala Pediatrik Umum di Rumah Sakit Anak Boston dan profesor di Harvard Medical School.
Studi terdahulu menyebutkan antara satu dari sepuluh dan satu dari tiga anak dan remaja mengalami penindasan, tapi angka itu bervariasi , bergantung pada lokasi dan demografi. Dua studi baru mengenai bullying dimuat di jurnal Pediatrics, Senin (24/12).
Dalam penelitiannya, Dr. Eyal Shemesh dari Mount Sinai Medical Center di New York dan rekan-rekannya memeriksa 251 anak yang pernah mengunjungi klinik alergi, juga orang tua mereka. anak-anak yang didiagosa alergi itu berusia delapan hingga 17 tahun.
45 persen dari mereka pernah ditindas atau dilecehkan tanpa sebab yang jelas, sedangkan 32 persen dilaporkan ditindas karena alrgi terhadap sesuatu.
"Temuan kami ini sepenuhnya konsisten dengan apa yang kita temui pada anak penyandang cacat," kata Shemesh, seperti yang dikutip dari Reuters.
Alergi makanan, katanya, "adalah kelemahan yang mudah dieksploitasi, jadi tentu akan dieksploitasi."
Anak-anak yang berpartisipasi dalam studi itu mayoritas berkulit putih dan berasal dari keluarga yang beruntung, yang menurut Anda tidak akan dijadikan target, kata Shemesh. Jadi, bullying mungkin lebih sering terjadi pada mereka yang kurang beruntung yang juga punya alergi makanan.
Tapi, alergi makanan tidak menjadi satu-satunya alasan penindasan oleh rekan sebaya.
Dalam studi lain, tim peneliti dari Yale University di News Haven, Connecticut, menemukan nyaris dua pertiga dari 361 remaja yang ikut di kamp penurunan berat badan ditindas karena berat badan mereka.
Kemungkinan itu meningkat dengan berat badan, anak-anak yang berbobot paling berat berpeluang 100 persen menjadi korban penindasan, kata Rebecca Puhl dan rekan-rekannya. Pelecehan verbal menjadi bentuk penindasan yang paling sering terjadi. Selain itu, lebih dari setengah anak yang ditindas dilaporkan diejek memlaui sms dan e-mail.
Ajak bicara
Tim Shemesh menemukan hanya sebagian orang tua tahu anak yang alergi makanan menjadi korban penindasan dan anak cenderung menghindar ketika keluarga mengetahui masalah itu.
Ia mengatakan orang tua harus menanyakan anak-anaka mereka apakah mereka diganggu di sekolah, atau di tempat lainnya. Meski terjadi hanya sekali, penindasan sebaiknya jangan diabaikan begitu saja.
Hal itu juga berlaku bagi orang tua yang anaknya kelebihan berat badan atau mengalami obesitas, tambahnya.
"Anak membutuhkan orang tuanya untuk menjadi sekutu mereka. Orang tua dapat membuat mereka merasa kuat."
(nta)