Pangkalpinang (Antaranews Babel) - Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat jumlah penduduk miskin selama periode 2006 hingga September 2018 berkurang 47,47 ribu orang, yaitu dari 117,4 ribu orang menjadi 69,98 ribu orang.
"Tingkat kemiskinan menurun secara signifikan dari 10,91 persen pada 2006 menjadi 4,77 persen pada September 2018," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Babel Darwis Sitorus di Pangkalpinang, Rabu.
Ia mengatakan, jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 2006 hingga September 2018 berfluktuasi dari tahun ke tahun, tetapi menunjukkan tren yang menurun.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, persentase penduduk miskin di perdesaan Babel lebih tinggi dari pada di perkotaan.
"Tingkat kemiskinan di perkotaan dan perdesaan pada September 2018 masing-masing sebesar 2,78 persen dan 7,16 persen," ujarnya.
Menurut dia, persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 3,09 persen pada Maret 2018 menjadi 2,78 persen pada September 2018. Sedangkan di perdesaan turun dari 7,76 persen menjadi 7,16 persen untuk periode yang sama.
"Garis kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan," katanya.
Ia menyatakan, selama periode Maret 2018-September 2018, garis kemiskinan naik sebesar 5,17 persen, yaitu dari Rp631.467 per kapita per bulan pada Maret 2018 menjadi Rp664.120 per kapita per bulan pada September 2018.
Sementara pada periode September 2017-September 2018, garis kemiskinan naik sebesar 9,24 persen, yaitu dari Rp607.927 per kapita per bulan pada September 2017 menjadi Rp664.120 per kapita per bulan pada September 2018.
"Secara total, garis kemiskinan di daerah pedesaan cenderung lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan. Pada September 2018, garis kemiskinan di daerah perkotaan sebesar Rp656.148 per kapita per bulan sedangkan di daerah perdesaan sebesar Rp672.104 per kapita per bulan," ujarnya.
Darwis Sitorus menjelaskan, untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Dengan pendekatan tersebut, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
"Dengan pendekatan ini, dapat dihitung `Headcount Index`, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk," katanya.
Selain itu, kata dia, metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
"Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkal per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lainnya," katanya.