Warga Tionghoa di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, melaksanakan sembahyang bersama pada puncak perayaan Cheng Beng sebagi wujud penghormatan kepada para orang tua atau leluhurnya, Jumat (5/4) pagi.
"Cheng Beng dinamakan sembahyang kubur untuk mengingat dan mengenang para leluhur yang telah mendahului kami. Jadi setiap tahunnya kami sembahyang bersama dengan satu marga," kata salah seorang marga Chin, Rendi Gunawan (49) di Tanjung Pandan, Jumat.
Menurut dia, warga keturunan Tionghoa di daerah itu akan melaksanakan sembahyang bersama pada puncak perayaan Cheng Beng yang jatuh pada 5 April 2019, dimana mereka membawa aneka sesajian yang diletakkan di makam sebagai persembahan kepada para leluhurnya.
"Kami sembahyang seperti biasa menggunakan garu dan tidak terikat satu agama bisa juga agama Khatolik, Kristen dan Budha mereka akan sembahyang untuk mengenang leluhur," ujarnya.
Sedangkan doa yang dipanjatkan, kata dia, berupa permintaan akan perlindungan, kemudahan rezeki, serta keberkahan dalam menjalani kehidupan di masa yang akan datang.
"Kami juga mengundang para arwah-arwah leluhur yang sudah beberapa keturunan untuk kumpul datang makan bersama di pusat pemakaman," ujarnya.
Dikatakannya, Cheng Beng memiliki makna yang sangat mendalam, selain sebagai wujud penghormatan kepada para leluhur Cheng Beng menjadi wahana perekat tali silaturahmi.
"Jadi setiap selesai sembahyang ini kami akan kumpul di rumah ketua untuk makan bersama sebagai salah satu silaturahmi untuk mengumpulkan saudara semarga," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
"Cheng Beng dinamakan sembahyang kubur untuk mengingat dan mengenang para leluhur yang telah mendahului kami. Jadi setiap tahunnya kami sembahyang bersama dengan satu marga," kata salah seorang marga Chin, Rendi Gunawan (49) di Tanjung Pandan, Jumat.
Menurut dia, warga keturunan Tionghoa di daerah itu akan melaksanakan sembahyang bersama pada puncak perayaan Cheng Beng yang jatuh pada 5 April 2019, dimana mereka membawa aneka sesajian yang diletakkan di makam sebagai persembahan kepada para leluhurnya.
"Kami sembahyang seperti biasa menggunakan garu dan tidak terikat satu agama bisa juga agama Khatolik, Kristen dan Budha mereka akan sembahyang untuk mengenang leluhur," ujarnya.
Sedangkan doa yang dipanjatkan, kata dia, berupa permintaan akan perlindungan, kemudahan rezeki, serta keberkahan dalam menjalani kehidupan di masa yang akan datang.
"Kami juga mengundang para arwah-arwah leluhur yang sudah beberapa keturunan untuk kumpul datang makan bersama di pusat pemakaman," ujarnya.
Dikatakannya, Cheng Beng memiliki makna yang sangat mendalam, selain sebagai wujud penghormatan kepada para leluhur Cheng Beng menjadi wahana perekat tali silaturahmi.
"Jadi setiap selesai sembahyang ini kami akan kumpul di rumah ketua untuk makan bersama sebagai salah satu silaturahmi untuk mengumpulkan saudara semarga," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019