Tanjungpandan, Belitung (ANTARA) - Tokoh masyarakat Tionghoa Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ayie Gardiansyah mengatakan pelaksanaan tradisi Cheng Beng atau sembahyang kubur merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur yang telah pergi mendahului.
"Cheng Beng atau sembahyang kubur adalah bentuk penghormatan kepada leluhur," katanya menanggapi perayaan Cheng Beng di Tanjungpandan, Jumat.
Menurut dia, peringatan Cheng Beng di daerah itu berlangsung mulai 1 Maret sampai 4 April.
Ia mengatakan, selama momentum Cheng Beng tersebut warga keturunan Tionghoa di daerah itu melaksanakan kegiatan persembahyangan di makam para leluhur mereka.
"Kalau di Belitung mayoritas kegiatan persembahyangan dilaksanakan di komplek perkuburan Tionghoa di Desa Dukong yang terdiri dari sebanyak 5.000 makam," ujarnya m
Disampaikan, kegiatan persembahyangan Cheng Beng dimulai pukul 05.00 WIB sampai matahari terbit dengan membawa dan menyajikan sejumlah persembahan untuk para leluhur.
"Sembahyang kubur ini merupakan bentuk ucapan terima kasih sekaligus sebagai wujud penghormatan kepada para leluhur yang telah berpulang," ujarnya.
Ayie menambahkan, biasanya pada momentum Cheng Beng warga keturunan Tionghoa yang berada di luar daerah bahkan luar negeri akan pulang kampung guna melaksanakan kegiatan persembahyangan Cheng Beng di makam para leluhur mereka.
"Kepulangan mereka adalah bentuk penghormatan dan penghargaan kepada para leluhur," katanya.
Selain sebagai sebuah tradisi yang masih dilestarikan sampai saat ini, lanjut Ayie, kegiatan persembahyangan Cheng Beng juga memiliki kekuatan ekonomi dan pariwisata.
"Kami berharap perayaan Cheng Beng ini dapat membangkitkan perekonomian masyarakat dan pariwisata Belitung," ujarnya.