Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Dedy Yulianto memastikan tidak ada larangan bagi perusahaan smelter untuk melakukan ekspor timah melalui bursa, asalkan perusahaan tersebut mengikuti ketentuan yang ada.

"Tidak ada larangan perusahaan smelter untuk ekspor timah. Hanya saja harus sesuai dengan aturan yang jelas dari mana asal usul pasir timah yang di dapat," kata Dedy Yulianto, di Pangkalpinang, Jumat.

Ia mengatakan, jika asal timah jelas dari IUP yang bisa dipertanggungjawabkan dan benar dari Pemilik IUP, maka tidak ada larangan. Selain itu, RKAB yang disetujui oleh Gubernur Babel harus sesuai dengan fakta di lapangan, tidak ada lagi istilah RKAB rekayasa seperti selama ini.

Harusnya para pemangku kebijakan dalam membuat persetujuan RKAB, harus melihat luas IUP, produksi setiap hari, berapa pemindahan tanah yang dilakukan. Artinya hasil produksi dan usulan RKAB dari hulu sampai hilir terlihat jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.

Succofindo dan SI tidak lagi hanya memverifikasi dokumen saja atas permohonan dari pelaku usaha, seperti pengakuan dari Succofindo dan SI mereka hanya memverifikasi dokumen, namun tidak mengetahui dari mana asal usul timah yang di dapat.

"Bukan hanya mendapat surat keterangan asal barang, namun produksi dari IUP atau kerjasama yang harus jelas," ujarnya.

Dedy menambahkan, adanya perusahaan tertentu yang hanya memiliki IUP 30 ha, namun kuota eksport bisa 1.000 ton perbulan ini perlu dicurigai, karena ada juga perusahaan smelter yang mempunyai IUP laut 500 ha, namun punya KIP dan bisa export timah melalui ICDX.

"Yang seperti itu asal usul timah perlu dipertanyakan dari mana, karena jika  begini sama saja ICDX memperdagangkan timah illegal yang asal usulnya tidak jelas," ujarnya.

Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus konsisten menyelidiki asal usul timah yang diperoleh para eksportir, baik mineral ikutan seperti pasir zirkon juga harus diselidiki apakah sesuai dengan IUP yang dimiliki, bukan membeli dari masyarakat yang tidak memiliki IUP.

Para eksportir juga harus siap di audit dari mana asal usul timah atau mineral ikutan yang didapat, karena masyarakat yang melakukan penambangan di kawasan hutan, kolong jembatan, aliran sungai ini dibenturkan dengan kepentingan pemerintah.

"Jika kejanggalan ini tidak diselidiki, pertanyaan kami, siapa yang bertanggungjawab atas reklamasi lahan tersebut, karena tidak mungkin masyarakat yang mereklamasi," ujarnya.

Pewarta: Elza Elvia

Editor : Adhitya SM


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019