Jakarta (Antara Babel) - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Chrisbiantoro kecewa atas tindakan kepolisian menangkap pelaku "bullying" atau penghinaan terhadap Presiden RI Joko Widodo karena dinilai berlebihan.
"Kami sangat menyayangkan tindakan kepolisian apalagi yang turun langsung menangkap adalah Mabes Polri, itu berlebihan," kata Chrisbiantoro di Jakarta, Rabu.
Chrisbiantoro mengatakan kendati sudah menjadi tugas aparat penegak hukum untuk menjaga kewibawaan kepala negara namun penangkapan terhadap tersangka harus menjadi pilihan terakhir.
"Kami sepakat bahwa kepala negara harus dilindungi namun dalam kasus seperti ini upaya penegakkan hukum (penangkapan) mestinya menjadi langkah terakhir," kata Chrisbiantoro.
Menurut Wakil Koordinator Kontras tersebut pihak kepolisian mestinya melakukan
upaya di luar penangkapan seperti hukuman wajib lapor atau hukuman denda.
Chrisbiantoro mengaku khawatir jika kasus pencemaran nama baik ditangani dengan berlebihan akan menimbulkan kecemasan di masyarakat.
"Saya cemas wartawan dan masyarakat yang kritis akan menjadi target penangkapan juga," katanya.
Menurut Chrisbiantoro, polisi semestinya mencari cara untuk mencegah kasus daripada berusaha untuk menangkap kasus pencemaran yang jumlahnya sangat
banyak di Indonesia.
"Polisi harus mencari cara untuk mencegah kasus seperti ini karena polisi sendiri yang akan kelelahan karena akan banyak kasus-kasus pencemaran nama baik,"
katanya.
Tersangka berinisial MA ditangkap kepolisian Mabes Polri karena diduga melakukan tindak pencemaran nama baik dan pornografi dengan memuat gambar Presiden Joko Widodo.
MA ditangkap setelah ketua tim kuasa hukum Joko Widodo, Henry Yosodiningrat, melaporkan ke pihak kepolisian pada 27 Juli 2014 kemudian MA ditahan pada Kamis, 23 Oktober 2014.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014
"Kami sangat menyayangkan tindakan kepolisian apalagi yang turun langsung menangkap adalah Mabes Polri, itu berlebihan," kata Chrisbiantoro di Jakarta, Rabu.
Chrisbiantoro mengatakan kendati sudah menjadi tugas aparat penegak hukum untuk menjaga kewibawaan kepala negara namun penangkapan terhadap tersangka harus menjadi pilihan terakhir.
"Kami sepakat bahwa kepala negara harus dilindungi namun dalam kasus seperti ini upaya penegakkan hukum (penangkapan) mestinya menjadi langkah terakhir," kata Chrisbiantoro.
Menurut Wakil Koordinator Kontras tersebut pihak kepolisian mestinya melakukan
upaya di luar penangkapan seperti hukuman wajib lapor atau hukuman denda.
Chrisbiantoro mengaku khawatir jika kasus pencemaran nama baik ditangani dengan berlebihan akan menimbulkan kecemasan di masyarakat.
"Saya cemas wartawan dan masyarakat yang kritis akan menjadi target penangkapan juga," katanya.
Menurut Chrisbiantoro, polisi semestinya mencari cara untuk mencegah kasus daripada berusaha untuk menangkap kasus pencemaran yang jumlahnya sangat
banyak di Indonesia.
"Polisi harus mencari cara untuk mencegah kasus seperti ini karena polisi sendiri yang akan kelelahan karena akan banyak kasus-kasus pencemaran nama baik,"
katanya.
Tersangka berinisial MA ditangkap kepolisian Mabes Polri karena diduga melakukan tindak pencemaran nama baik dan pornografi dengan memuat gambar Presiden Joko Widodo.
MA ditangkap setelah ketua tim kuasa hukum Joko Widodo, Henry Yosodiningrat, melaporkan ke pihak kepolisian pada 27 Juli 2014 kemudian MA ditahan pada Kamis, 23 Oktober 2014.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014