Muntok (Antara Babel) - Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memfasilitasi pembentukan hutan adat di dua lokasi sebagai upaya perlindungan terhadap kelestarian alam dan menjaga kearifan lokal.
"Saat ini kami sedang mempelajari usulan masyarakat Desa Airlimau dan Simpang Yul tersebut, kami harapkan tahun ini bisa disahkan dan dikukuhkan melalui surat keputusan bupati," ujar Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan Kabupaten Bangka Barat Idwin di Muntok, Rabu.
Ia mengatakan pengukuhan hutan adat atau lebih pas sebutannya dengan hutan larangan desa di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) tersebut, merupakan inisiatif masyarakat desa untuk bersama-sama melindungi hutan dari berbagai aktivitas yang bisa merusak peruntukkannya.
Ia menerangkan dua lokasi yang akan dikukuhkan menjadi hutan desa pada 2015, yaitu di Desa Airlimau dengan luas sekitar 60 hektare dan Desa Simpang Yul sekitar 150 hektare.
"Hutan adat akan dikelola masyarakat setempat dengan berbagai aturan yang disepakati bersama-sama, kami berharap pola seperti itu bisa dikembangkan ke desa-desa lainnya," kata dia.
Ia mengatakan program pengukuhan hutan adat yang dilakukan pemkab setempat sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu, yaitu pada 2012 mengukuhkan hutan adat Desa Air Putih seluas 62,44 hektare, pada 2013 di Desa Tebing dan Dusun Ganjan, Desa Dendang, pada 2014 di Desa Berang dan Beruas.
Menurut dia, pengukuhan APL menjadi hutan adat akan memberi nilai tambah bagi warga desa setempat karena mereka bisa memanfaatkan hasil hutan dengan tetap mempertimbangkan kelestariannya.
"Dengan pola pengelolaan dan perlindungan hutan seperti itu diharapkan ke depan pengalihan fungsi hutan tidak bisa dilakukan secara serta merta karena segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan tersebut harus melalui musyawarah warga desa setempat," kata dia.
Meskipun demikian, kata dia, dalam pengelolaan hutan adat, masyarakat masih tetap bisa memanfaatkan kayu untuk kebutuhan warga setempat, namun tetap melalui beberapa syarat yang sudah disepakati.
"Misalnya diizinkan menebang kayu dengan jumlah tertentu untuk membangun rumah atau fasilitas umum desa, menebang dengan cara tradisional, mengambil madu dan lainnya," kata dia.
Ia mengatakan pola perlindungan kawasan dengan melibatkan langsung peran warga seperti itu, akan terus didorong agar hutan tetap terjaga dan sesuai peruntukkannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Saat ini kami sedang mempelajari usulan masyarakat Desa Airlimau dan Simpang Yul tersebut, kami harapkan tahun ini bisa disahkan dan dikukuhkan melalui surat keputusan bupati," ujar Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan Kabupaten Bangka Barat Idwin di Muntok, Rabu.
Ia mengatakan pengukuhan hutan adat atau lebih pas sebutannya dengan hutan larangan desa di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) tersebut, merupakan inisiatif masyarakat desa untuk bersama-sama melindungi hutan dari berbagai aktivitas yang bisa merusak peruntukkannya.
Ia menerangkan dua lokasi yang akan dikukuhkan menjadi hutan desa pada 2015, yaitu di Desa Airlimau dengan luas sekitar 60 hektare dan Desa Simpang Yul sekitar 150 hektare.
"Hutan adat akan dikelola masyarakat setempat dengan berbagai aturan yang disepakati bersama-sama, kami berharap pola seperti itu bisa dikembangkan ke desa-desa lainnya," kata dia.
Ia mengatakan program pengukuhan hutan adat yang dilakukan pemkab setempat sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu, yaitu pada 2012 mengukuhkan hutan adat Desa Air Putih seluas 62,44 hektare, pada 2013 di Desa Tebing dan Dusun Ganjan, Desa Dendang, pada 2014 di Desa Berang dan Beruas.
Menurut dia, pengukuhan APL menjadi hutan adat akan memberi nilai tambah bagi warga desa setempat karena mereka bisa memanfaatkan hasil hutan dengan tetap mempertimbangkan kelestariannya.
"Dengan pola pengelolaan dan perlindungan hutan seperti itu diharapkan ke depan pengalihan fungsi hutan tidak bisa dilakukan secara serta merta karena segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan tersebut harus melalui musyawarah warga desa setempat," kata dia.
Meskipun demikian, kata dia, dalam pengelolaan hutan adat, masyarakat masih tetap bisa memanfaatkan kayu untuk kebutuhan warga setempat, namun tetap melalui beberapa syarat yang sudah disepakati.
"Misalnya diizinkan menebang kayu dengan jumlah tertentu untuk membangun rumah atau fasilitas umum desa, menebang dengan cara tradisional, mengambil madu dan lainnya," kata dia.
Ia mengatakan pola perlindungan kawasan dengan melibatkan langsung peran warga seperti itu, akan terus didorong agar hutan tetap terjaga dan sesuai peruntukkannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015