Kupang (Antara Babel) - Desakan dan kritikan dari berbagai pihak di mancanegara tidak menyurutkan langkah Pemerintah Republik Indonesia untuk melaksanakan eksekusi terhadap sekitar 11 terpidana mati kejahatan narkoba dan kejahatan kemanusiaan lainnya.

Karena bagaimanapun dunia internasional menghargai kedaulatan Bangsa dan Pemerintah Indonesia dalam penegakan hukum.

Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan Pemerintah RI tetap bersikap konsisten dalam memerangi kejahatan narkoba atau kejahatan kemanusiaan lainnya.

"Eksekusi sudah final. Tidak ada penundaan karena kita belum pernah memutuskan kapan hari-H pelaksanaannya, apa lagi pembatalan," kata Prasetyo di Komplek Istana, Jakarta, Rabu (25/2/2015).

Prasetyo memastikan eksekusi terhadap terpidana mati akan dilaksanakan jika semua persiapan telah dilakukan.

Dia mengakui saat ini ada empat terpidana mati yang belum berada di Nusakambangan. Dua orang masih berada di Bali, satu orang di Madiun, dan satu di Yogyakarta.

Prasetyo mengungkapkan sebelum menjalani eksekusi, para terpidana mati akan mendapatkan bimbingan rohani. "Kalau siap, kita eksekusi," katanya.

Saat ini Indonesia menjadi sorotan sejumlah negara. Respons negatif diberikan sejumlah pihak terhadap rencana pemerintah melaksanakan eksekusi terpidana mati.

Perdana Menteri Australia Tonny Abbott berulang kali meminta Indonesia untuk membatalkan eksekusi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Andrew dan Myuran adaah dua terpidana mati perkara penyelundupan delapan kilogram heroin pada tahun 2005 silam. Dia adalah dua dari sembilan pelaku kasus itu atau biasa dikenal dengan istilah Bali Nine.

Bukan cuma dua Bali Nine, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY juga telah merumuskan teknis pelaksanaan eksekusi mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso (29), warga negara Filipina terpidana mati kasus narkotika. Di antaranya soal lokasi dan tim eksekusi.

Namun Kejati masih bungkam soal waktu pelaksanaan eksekusi. "Kami masih menunggu perintah Jaksa Agung," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Zulkardiman, di Yogyakarta, Selasa (24/2/2015).

Sejauh ini Kejati DIY terus mengintensifkan koordinasi dengan pihak terkait di DIY seperti Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) DIY, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Wirogunan Yogyakarta, dan Polda DIY. "Masih tahap koordinasi dengan instansi terkait," jelasnya.

Upaya hukum Mary Jane yang baru mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah grasinya ditolak Presiden Joko Widodo (Jokowi), diakui Zulkardiman juga menjadi pertimbangan kejaksaan sebelum memutuskan waktu eksekusi.

Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto, Sleman, pada bulan April 2010 karena kedapatan hendak menyelundupkan narkotika jenis heroin seberat 2,6 kilogram. Dia kemudian diproses hukum dan divonis mati oleh pengadilan. Presiden Jokowi akhirnya menerbitkan Keppres 31/G 2014 berisi penolakan grasi yang diajukan oleh Mary Jane.

Upaya hukum Mary Jane ini menjadi catatan tersendiri bagi kejaksaan. Karena seusai vonis pengadilan tingkat pertama, kedua (banding), dan kasasi Mary Jane tidak menempuh upaya PK terlebih dahulu seperti proses hukum pada umumnya.

Namun dia langsung memohon ampunan ke Presiden dengan mengajukan grasi. Tapi setelah mengetahui grasinya ditolak, Mary Jane lantas baru mengajukan PK.

Sampai saat ini pihak kepolisian juga masih menunggu surat perintah pengawalan dan pengamanan pemindahan Mary Jane dari Lapas ke lokasi eksekusi. Polisi juga dipastikan dilibatkan sebagai tim regu tembak.

"Prinsipnya kepolisian siap. Tapi sampai saat ini kami belum menerima pemberitahuan," kata Kabid Humas Polda DIY AKBP Any Pudjiastuti.

    
Keluarga Relakan Dieksekusi Mati

Keluarga terpidana mati kasus penyelundupan narkotika jenis heroin 2,6 kilogram, telah merelakan Mary Jane Fiesta Veloso, dieksekusi mati. Keluarga tidak mengajukan keberatan atas vonis mati dan penolakan pemberian ampunan (grasi) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pihak keluarga menyatakan kerelaan tersebut saat berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Wirogunan, Yogyakarta.

"Keluarga Mary Jane tidak keberatan. Mereka memahami aturan hukum di sini," ujar Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Aspidsus Kejati) DIY, Tri Subardiman, Jumat (20/2).

Dijelaskannya, keluarga Mary Jane berkunjung ke Lapas Wirogunan sejak Kamis 19 Februari hingga hari ini. Kehadiran mereka sengaja untuk melihat secara langsung kondisi Mary Jane pascaputusan grasi Presiden.

Saat itu juga keluarga menyatakan kerelaannya Mary Jane dieksekusi mati. "Mereka diantar jaksa ke Lapas," kata Tri.

Kepala Lapas Wirogunan Zaenal Arifin mengatakan, kehadiran keluarga Mary Jane bukan atas permintaan khusus. Namun hanya sebatas kunjungan biasa.

Menurut dia, terpidana mati bisa mengajukan permintaan khusus kepada pihak Lapas seandainya sudah ada surat perintah eksekusi. Dan permintaan khusus itu memang hak terpidana beberapa hari sebelum waktu eksekusi dilaksanakan.

"Tidak ada permintaan khusus, hanya kunjungan biasa seperti kunjungan keluarga terhadap warga binaan Lapas lain," katanya.

Tapi diakuinya, ada perlakuan berbeda terhadap keluarga Mary Jane yaitu soal waktu kunjungan yang tidak seperti waktu kunjungan biasanya terhadap warga binaan lain. "Karena dari jauh (Filipina). Secara manusiawi kami fasilitasi waktunya. Tapi untuk prosedur lain tetap sesuai aturan," kata Zaenal.

Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto, Sleman, pada bulan April 2010 karena kedapatan hendak menyelundupkan narkotika jenis heroin seberat 2,6 kilogram. Dia kemudian diproses hukum dan divonis mati oleh pengadilan. Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan Keppres 31/G 2014 berisi penolakan grasi yang diajukan oleh Mary Jane.

Rencana eksekusi terhadap Mary Jane masih menunggu perintah dari Jaksa Agung HM Prasetyo. Di sisi lain, kejaksaan juga masih mempertimbangkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Mary Jane ke Mahkamah Agung. Mary Jane masih memiliki hak PK karena setelah putusan kasasi, dia tidak segera menempuh PK, namun langsung meminta grasi kepada Presiden.  

Nusakambangan Siaga
 
Dalam kaitannya, Nusakambangan Siaga, Kapal TNI AL Bersenjata Lengkap Tingkatkan Patroli Kapal TNI AL meningkatkan patroli di sekitar perairan Nusakambangan menjelang eksekusi tahap dua terhaap 11 terpidana matai termasuk dua orang dari kelompok Bali Nine.    
   
Selain pesawat tempur TNI AU yang melakukan patroli di perbatasan udara Bali-Australia menjelang eksekusi terpidana Bali Nine, TNI AL juga meningkatkan pengamanan di perairan sekitar Pulau Nusakambangan. Setidaknya TNI AL telah menyiagakan dua kapal patroli.

Dua kapal yang dipatrolikan di perairan Nusakambangan, yakni Kapal Patroli TNI AL Serayu dan Kapal Majesti. Dua kapal ini dilengkapi dengan persenjataan lengkap dan personel yang teruji. (Baca: Jelang Eksekusi Bali Nine, TNI Terbangkan Pesawat Tempur ke Perbatasan Australia).
   
Sementara sejumlah kapal patroli milik TNI AL lainnya disiagakan di Dermaga Sleko, Pangkalan Utama TNI di Cilacap, Jawa Tengah.

Diakui komandan kapal patroli Letda Laut Arif Wibowo, Selasa (24/2/2015), patroli dua kapal bersenjata lengkap tersebut, untuk membantu kelancaran pemindahan terpidana mati ke LP Nusakambangan. Sekaligus membantu kelancaran keamanan pelaksanaan eksekusi mati terpidana narkoba tahap dua.

Sementara itu, kondisi dermaga penyeberangan Wijayapura terpantau normal. Nampak sejumah truk pengangkut material menyeberang ke Nusakambangan. Diduga material bahan bangunan yang diangkut sejumlah truk ini untuk menyiapkan sel isolasi di LP Nusakambangan.

LP Nusakambangan telah melakukan eksekusi mati tahap pertama pada 18 Januari 2015. Sebanyak lima terpidana telah menjalani eksekusi mati, di antaranya Ang Kim Soei (62) warga negara Belanda, Daniel Enemua (38) warga negara Nigeria, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga negara Brasil, Namaona Denis (48) warga negara Malawi, dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (38) warga negara Indonesia.

Sementara eksekusi mati tahap kedua belum ditentukan waktunya. Sebanyak 11 terpidana dipastikan akan dieksekusi. Di antaranya duo Bali Nine, Andrew Chan (WN Australia) dan Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) atas kasus narkotika.

Terpidana mati yang terlibat kasus narkotika lainnya, yakni Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina), Serge Areski Atlaoui (WN Prancis), Martin Anderson alias Belo (WN Ghana), Zainal Abidin (WNI), Raheem Agbaje Salami (WN Cordova), dan Rodrigo Gularte (WN Brasil).  
   
Sementara terpidana lain dieksekusi mati karena kasus pembunuhan berencana, antara lain Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI), Harun bin Ajis (WNI), dan Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI).

    
Pesiapan sudah 90 persen

Persiapan eksekusi terpidana mati kasus narkoba sudah mencapai 90 persen. Hal tersebut dikatakan Jaksa Agung HM Prasetyo saat mendatangi Istana Negara, Jakarta.

"Persiapan sudah 90 persen. Tinggal koordinasi dengan pihak terkait, teknis pemindahan tahanan ke Lapas Nusakambangan dan persiapan personil regu tembak," kata Prasetyo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/2/2015).

Menurut dia, eksekusi terpidana mati kasus narkoba sudah menjadi keputusan final Pemerintah Indonesia dan tidak akan ada penundaan meski digempur dengan tudingan negatif dari negara asal terpidana mati.

"Ini masalah konsistensi penegakan hukum dan kewibawaan negara," ujarnya.

Prasetyo mengungkapkan, dari sepuluh tahanan yang akan dieksekusi, enam di antaranya sudah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, sementara empat lainnya sedang dalam proses pemindahan.

Ditanya mengenai salah satu tahanan yang didiagnosa mengidap penyakit schizophrenia, Prasetyo mengatakan pihaknya akan mencari pendapat ahli lain untuk membuktikan hal tersebut.

Kejaksaan Agung (Kejagung) sampai saat ini belum mengumpulkan para terpidana mati tahap dua, di Nusakambangan. Berhembus kabar yang mengatakan bahwa Kejagung akan menggelar eksekusi mati pada bulan Maret.

Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung, Tony Spontana mengaku tidak dapat memastikan waktu digelarnya eksekusi mati tahap dua.

"Saya belum berani memastikan (waktu eksekusi tahap dua). Terlalu dini ya kalau saya mengatakan waktunya sekarang," kata Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung, Tony Spontana, Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa.

Tony menjelaskan, pihaknya sampai saat ini masih terus mengikuti perkembangan persiapan eksekusi tahap dua di Nusakambangan, hari demi hari. Saat ini, Kejagung masih berfokus pada proses pemindahan terpidana mati ke Nusakambangan. "Akan tetapi dalam minggu ini saya kira tidak akan terlaksana pemindahan itu, karena lokasi tempat isolasi dan sebagainya belum siap di Nusakambangan," kata Tony.

Di jeda waktu menunggu persiapan eksekusi tahap dua ini digelar, Kejagung berusaha memfasilitasi keinginan dari Pemerintah Australia, dan keluarga terpidana mati untuk melakukan pertemuan. Tony pun mengakui, persiapan eksekusi mati tahap dua ini dinilai lebih lama waktu yang dibutuhkan, ketimbang pada eksekusi tahap pertama.

"Satu di Lapas Krobokan, dua di Madiun, ketiga di Jogja dan di Palembang. Jadi itu yang kita persiapkan sebaik-baiknya menyangkut keamanan dan pengamanan nanti," kata Tony.

Kini, sebelas terpidana mati masih menunggu eksekusi tahap dua. Mereka terdiri atas delapan terpidana kasus narkoba dan tiga kasus pembunuhan. Dari delapan terpidana narkotika, tujuh orang di antaranya adalah warga asing dan satu warga Indonesia.

Pewarta: Hironimus Bifel

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015