Kementerian Ketenagakerjaan berkomitmen melindungi hak upah pekerja yang terpaksa harus bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
"Ya, pekerja tetap berhak dapat upah," kata Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Putri menyatakan bahwa pada prinsipnya, upah adalah hak pekerja yang harus dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan. Adapun terkait besaran upah didasarkan pada kesepakatan dalam Perjanjian Kerja antara pekerja dan pengusaha.
Putri menegaskan, demikian pula dengan pekerja yang terpaksa melaksanakan WFH 100 persen di masa PPKM Darurat seperti sekarang ini, maka pekerja masih berhak mendapatkan upah.
Jika perusahaan mengalami kesulitan dalam membayar upah kepada pekerja di masa PPKM Darurat, kata Putri, maka pihaknya mempersilakan perusahaan untuk menggunakan pedoman dalam Surat Edaran Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.
Putri menambahkan, jika ada penyesuaian besaran upah yang akan diterima oleh pekerja sebagai dampak dari PPKM Darurat ini, maka harus didasari dengan bukti tertulis kesepakatan dari hasil dialog bipartit antara pekerja dan perusahaan.
"Karena hasil dari dialog bipartit menjadi solusi terbaik antara pengusaha dan pekerja," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah memutuskan untuk melaksanakan PPKM Darurat di tengah meningkatnya penambahan kasus baru secara signifikan yang dilaksanakan pada 3-20 Juli 2021 di Jawa dan Bali.
Salah satu cakupan pengetatan adalah seluruh pekerja di sektor non-esensial harus melaksanakan bekerja dari rumah atau WFH. Sementara bagi pekerja sektor esensial dan kritikal dapat bekerja dari kantor dengan jumlah pekerja yang dibatasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
"Ya, pekerja tetap berhak dapat upah," kata Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Putri menyatakan bahwa pada prinsipnya, upah adalah hak pekerja yang harus dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan. Adapun terkait besaran upah didasarkan pada kesepakatan dalam Perjanjian Kerja antara pekerja dan pengusaha.
Putri menegaskan, demikian pula dengan pekerja yang terpaksa melaksanakan WFH 100 persen di masa PPKM Darurat seperti sekarang ini, maka pekerja masih berhak mendapatkan upah.
Jika perusahaan mengalami kesulitan dalam membayar upah kepada pekerja di masa PPKM Darurat, kata Putri, maka pihaknya mempersilakan perusahaan untuk menggunakan pedoman dalam Surat Edaran Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.
Putri menambahkan, jika ada penyesuaian besaran upah yang akan diterima oleh pekerja sebagai dampak dari PPKM Darurat ini, maka harus didasari dengan bukti tertulis kesepakatan dari hasil dialog bipartit antara pekerja dan perusahaan.
"Karena hasil dari dialog bipartit menjadi solusi terbaik antara pengusaha dan pekerja," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah memutuskan untuk melaksanakan PPKM Darurat di tengah meningkatnya penambahan kasus baru secara signifikan yang dilaksanakan pada 3-20 Juli 2021 di Jawa dan Bali.
Salah satu cakupan pengetatan adalah seluruh pekerja di sektor non-esensial harus melaksanakan bekerja dari rumah atau WFH. Sementara bagi pekerja sektor esensial dan kritikal dapat bekerja dari kantor dengan jumlah pekerja yang dibatasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021