Jakarta (Antara Babel) - Pengenalan tokoh-tokoh bangsa yang terlupakan dalam penulisan sejarah Indonesia dipandang perlu untuk kembali disampaikan kepada generasi muda, kata seorang sejarawan.
"Pengenalan sejarah pada generasi muda termasuk tokoh yang terlupakan dalam sejarah lebih penting daripada kita ribut soal gelar pahlawan," kata sejarawan Bonnie Triyana dalam diskusi dan peluncuran buku "Kesabaran Revolusioner Djohan Sjahroezah, Pejuang Kemerdekaan Bawah Tanah" di Jakarta, Selasa.
Bonnie juga mengatakan, sejarah harus dikembalikan pada masyarakat yang akhirnya memunculkan gairah diskusi dan perdebatan dalam bingkai demokrasi yang produktif sehingga bisa menjawab berbagai persoalan bangsa.
"Selama ini kita selalu belajar sejarah yang berasal dari sumber resmi yang akibatnya memunculkan mitos-mitos tertentu. Di sinilah pentingnya sejarah dikembalikan pada masyarakat untuk memunculkan diskusi produktif," katanya.
Terkait dengan buku tersebut, Bonnie mengatakan hal yang sama. Dia menilai buku tersebut bisa membuka tabir sejarah dan tokoh yang selama ini dilupakan, dia juga berharap tidak berhenti pada Djohan Sjaroeza.
"Semisal tokoh kalangan Islam yang selama ini nggak kedengaran, missal, Natsir dan tokoh lainnya yang harus diperkenalkan atau bahkan Seumaun," kata dia.
Pembukaan tabir sejarah dan tokoh perjuangan yang terlupakan tersebut juga dipandang perlu oleh penulis buku "Kesabaran Revolusioner Djohan Sjahroezah, Pejuang Kemerdekaan Bawah Tanah" Riadi Ngasiran yang memandang dengan mengenalkan tokoh tersebut sebagai upaya untuk menghargai jasanya.
"Djohan ini 'kan seolah di anak tirikan dalam sejarah, padahal sekecil apapun perannya, dalam sejarah harus dicatat, apalagi dia adalah perintis kemerdekaan dan salah satu peletak ideologi sosialis kerakyatan," kata Riadi.
Seolah "hilangnya" Djohan dari sejarah, dia menilai hal tersebut karena rezim Orde Baru yang menyamaratakan orang berpandangan sosialis dengan paham kiri yang distigmakan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Djohan ini seorang sosialis, ini yang disalah artikan oleh Orba bahwa sosialis seolah juga komunis. Bahkan KH. Syaifuddin Zufri dalam tulisannya menyebutkan ketokohan Djohan sebagai pejuang yang vokal ini juga yang memotivasi saya menulis buku sebagai harapan menjadi pintu masuk memahami sejarah Indonesia," katanya.
Dari informasi yang dihimpun Antara, Djohan Shahroezah, yang lahir di Muara Enim, Sumatera Selatan, 26 November 1912, adalah sekretaris PSI saat dipimpin oleh Sutan Sjahrir dan termasuk perintis pendirian kantor berita bersama Adam Malik, Soemanang, AM Sipahoetar dan Pandoe Kartawigoena.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Pengenalan sejarah pada generasi muda termasuk tokoh yang terlupakan dalam sejarah lebih penting daripada kita ribut soal gelar pahlawan," kata sejarawan Bonnie Triyana dalam diskusi dan peluncuran buku "Kesabaran Revolusioner Djohan Sjahroezah, Pejuang Kemerdekaan Bawah Tanah" di Jakarta, Selasa.
Bonnie juga mengatakan, sejarah harus dikembalikan pada masyarakat yang akhirnya memunculkan gairah diskusi dan perdebatan dalam bingkai demokrasi yang produktif sehingga bisa menjawab berbagai persoalan bangsa.
"Selama ini kita selalu belajar sejarah yang berasal dari sumber resmi yang akibatnya memunculkan mitos-mitos tertentu. Di sinilah pentingnya sejarah dikembalikan pada masyarakat untuk memunculkan diskusi produktif," katanya.
Terkait dengan buku tersebut, Bonnie mengatakan hal yang sama. Dia menilai buku tersebut bisa membuka tabir sejarah dan tokoh yang selama ini dilupakan, dia juga berharap tidak berhenti pada Djohan Sjaroeza.
"Semisal tokoh kalangan Islam yang selama ini nggak kedengaran, missal, Natsir dan tokoh lainnya yang harus diperkenalkan atau bahkan Seumaun," kata dia.
Pembukaan tabir sejarah dan tokoh perjuangan yang terlupakan tersebut juga dipandang perlu oleh penulis buku "Kesabaran Revolusioner Djohan Sjahroezah, Pejuang Kemerdekaan Bawah Tanah" Riadi Ngasiran yang memandang dengan mengenalkan tokoh tersebut sebagai upaya untuk menghargai jasanya.
"Djohan ini 'kan seolah di anak tirikan dalam sejarah, padahal sekecil apapun perannya, dalam sejarah harus dicatat, apalagi dia adalah perintis kemerdekaan dan salah satu peletak ideologi sosialis kerakyatan," kata Riadi.
Seolah "hilangnya" Djohan dari sejarah, dia menilai hal tersebut karena rezim Orde Baru yang menyamaratakan orang berpandangan sosialis dengan paham kiri yang distigmakan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Djohan ini seorang sosialis, ini yang disalah artikan oleh Orba bahwa sosialis seolah juga komunis. Bahkan KH. Syaifuddin Zufri dalam tulisannya menyebutkan ketokohan Djohan sebagai pejuang yang vokal ini juga yang memotivasi saya menulis buku sebagai harapan menjadi pintu masuk memahami sejarah Indonesia," katanya.
Dari informasi yang dihimpun Antara, Djohan Shahroezah, yang lahir di Muara Enim, Sumatera Selatan, 26 November 1912, adalah sekretaris PSI saat dipimpin oleh Sutan Sjahrir dan termasuk perintis pendirian kantor berita bersama Adam Malik, Soemanang, AM Sipahoetar dan Pandoe Kartawigoena.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015