Jakarta (Antara Babel) - Kepala Bareskrim Polri Komjen Anang Iskandar menyatakan pihaknya masih mempertimbangkan permintaan tersangka kasus dugaan korupsi sistem pembayaran paspor secara elektronik (payment gateway), Denny Indrayana, yang berniat untuk mengajar di Australia.
"Masih dipelajari. Belum (diputuskan) itu," kata Anang Iskandar di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, Denny Indrayana datang ke Bareskrim Polri pada Senin (5/10), untuk mengajukan surat permohonan izin mengajar di Australia.
"Denny datang (untuk) ajukan surat izin mengajar di Melbourne, Australia," ujar Kepala Subdirektorat II Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Djoko Poerwanto.
Djoko mengatakan masa pencegahan Denny bepergian ke luar negeri sudah habis per 1 Oktober 2015. Kendati demikian, berkas kasus payment gateway itu masih belum lengkap sehingga penyidik akan memperpanjang masa pencegahan mantan Wamenkumham itu.
Dalam kasus payment gateway, Denny yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dituduh menyalahgunakan wewenangnya selaku Wamenkumham dalam proses pengadaan penyedia layanan pembayaran biaya pembuatan paspor secara elektronik itu.
Denny Indrayana dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar..
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu membantah tuduhan korupsi tersebut dan menyatakan program itu dijalankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat.
Sebelumnya Kadivhumas Polri Brigjen Anton Charliyan menyatakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp32 miliar dari pengadaan proyek tersebut.
Selain itu didapati pula pungutan liar senilai Rp605 juta.
Penyelidikan Polri bermula dari laporan BPK pada Desember 2014. Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai Wamenkumham.
Polri juga sudah memeriksa puluhan saksi dalam penyidikan, termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Masih dipelajari. Belum (diputuskan) itu," kata Anang Iskandar di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, Denny Indrayana datang ke Bareskrim Polri pada Senin (5/10), untuk mengajukan surat permohonan izin mengajar di Australia.
"Denny datang (untuk) ajukan surat izin mengajar di Melbourne, Australia," ujar Kepala Subdirektorat II Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Djoko Poerwanto.
Djoko mengatakan masa pencegahan Denny bepergian ke luar negeri sudah habis per 1 Oktober 2015. Kendati demikian, berkas kasus payment gateway itu masih belum lengkap sehingga penyidik akan memperpanjang masa pencegahan mantan Wamenkumham itu.
Dalam kasus payment gateway, Denny yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dituduh menyalahgunakan wewenangnya selaku Wamenkumham dalam proses pengadaan penyedia layanan pembayaran biaya pembuatan paspor secara elektronik itu.
Denny Indrayana dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar..
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu membantah tuduhan korupsi tersebut dan menyatakan program itu dijalankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat.
Sebelumnya Kadivhumas Polri Brigjen Anton Charliyan menyatakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp32 miliar dari pengadaan proyek tersebut.
Selain itu didapati pula pungutan liar senilai Rp605 juta.
Penyelidikan Polri bermula dari laporan BPK pada Desember 2014. Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai Wamenkumham.
Polri juga sudah memeriksa puluhan saksi dalam penyidikan, termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015