Pangkalpinang (ANTARA) - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengingatkan soal serangan pariwisata atau revenge tourism yang akan kemungkinan akan terjadi setelah penurunan level PPKM dibeberapa daerah, yang dilanjuti dengan pelonggaran kegiatan oleh pemerintah termasuk kegiatan wisata di dalamnya. Hal tesebut memang terjadi sebagai contoh kemacetan yang terjadi di Puncak pada libur akhir pekan tanggal 29 Agustus 2021, atau berita ramainya beberapa tempat wisata yang ada di Bandung dan Garut.
Selain mulai naiknya kunjungan ke tempat – tempat rekreasi, pusat perbelanjaan setelah diijinkan untuk dibuka kembali yang bagi sebagian orang juga tidak hanya sebagai tempat belanja tapi juga rekreasi, kini mulai tampak aktivitasnya dengan prokes yang sangat ketat dan jumlah dibatasi. Apabila kita telusuri melalui google trends nampak adanya kenaikan untuk melakukan perjalanan khususnya terjadi di Pulau Jawa.
Apa yang dimaksud revenge tourism? Jika diterjemahkan secara bebas revenge tourism dapat diartikan balas dendam masyarakat untuk berwisata. Kondisi ‘balas dendam’ ini memang telah lama diprediksi akan terjadi apabila adanya pelonggaran PPKM di daerah khsusunya di Jawa – Bali. Keadaan ini tidak hanya terjadi di dalam negeri. Di luar negeri pun menurut survei Global Rescue, berdasarkan hasil survei menunjukkan mayoritas responden berharap dapat melakukan perjalanan domestik beberapa hari dengan jarak lebih dari 100 mil (±161 Km) pada bulan Juni 2021.
Apa yang meyebabkan hal tersebut terjadi? Pertama, telah berjalannya program vaksinasi. Hal ini menimbulkan rasa percaya diri dan rasa aman bagi wisatawan. Menurut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) peluncuran vaksin secara global telah membantu meningkatkan kepercayaan konsumen, ditambah dengan jumlah kasus COVID-19 lebih rendah, rawat inap turun dan tes positif menurun.
Kedua, secara psikologis masyarakat telah mencapai titik jenuh setelah harus mengikuti aturan untuk membatasi kegiatan yang dimulai sejak PPKM mikro, PPKM darurat hingga terakhir PPKM perlevel. Menurut Abdullah (2021) berdasarkan hasil penelitian revenge tourism sangat mungkin muncul karena banyak orang yang bosan di rumah.
Tekanan masyarakat alami tidak hanya dari sisi kesehatan dan ekonomi saja tapi juga dalam kehidupan sosialnya, dan sebagai mahluk sosial pembatasan gerak dalam kehidupan harian akan menjadi masalah serius bagi masyarakat. Menjadi wajar ketika ada sedikit ruang dibuka, setiap individu akan langsung berinisiatif mengambil kesempatan yang ada untuk melepaskan beban yang selama ini membelenggu.
Ketiga, berwisata atau menikmati hiburan telah menjadi satu kebutuhan primer setiap manusia, artinya kebutuhan berwisata telah sejajar dengan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan dan ini berlaku untuk seluruh level strata sosial masyarakat, tidak memandang kaya atau pun miskin, tua muda, pejabat atau orang biasa, semuanya butuh itu.
Keempat, berwisata dapat memberikan pengaruh positif kepada kesehatan jiwa. Dikutip dari halodoc.com salah satu manfaat dari liburan dapat menurunkan resiko depresi selain meningkatkan imun tubuh. Sapta Nirwandar wamenparekraf periode 2011-2014 pernah menyampaikan bahwa selain pariwisata memberikan dampak positif bagi perekonomian, wisata juga telah menjadi kebutuhan yang dapat memberikan stimulasi buat kesehatan.
Hal umum bila kita mendengar pernyataan dari masyarakat, jika berwisata itu dapat membuat pikiran menjadi lebih fresh. Berwisata dapat memberikan stimulus bagi tubuh dan pikiran untuk kembali lebih segar pada keesokan harinya dimana aktivitas rutin sudah menunggu.
Dampak bagi industi pariwisata
Kondisi pandemi Covid-19 yang telah belangsung selama satu tahun lebih dan hingga hari ini pun tidak seorang pun dapat memprediksi kapan akan berakhirnya. Seiring proses adaptasi masyarakat dengan kebiasaan baru (new normal), diperkirakan akan terjadi perubahan tren berwisata. Perubahan yang akan terjadi lebih berfokus ke wisata alam, pariwisata individu/pribadi (individual/private tourism), dan wisata domestik yang akan didominasi oleh wisatawan muda dan menengah keatas.
Melihat fenomena revenge tourism ini, timbul satu pertanyaan sejauh mana hal tersebut akan berdampak bagi industri pariwisata secara keseluruhan. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, revenge tourism akan memberikan dampak pada perbaikan sektor pariwisata, namun dengan syarat perjalanan wisata telah terbuka kembali dan dapat dilakukan secara meluas di wilayah Indonesia tidak hanya lokal perwilayah. Seperti yang telah kita pahami semua bahwa efek berganda yang dimiliki pariwisata sebagai sebuah industri sangat besar.
Para ahli kepariwisataan telah menjelaskan konsep dasar dari pariwisata yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk melakukan perjalanan dengan tujuan untuk bersenang-senang bukan untuk bekerja dan dalam waktu tertentu, ada yang memberi batasan lebih dari 24 jam.
Maka efek berganda dari revenge tourism itu akan nampak, jika adaya pengeluaran biaya dalam penggunaan fasilitas pendukung pariwisata lainnya seperti alat transportasi udara, sewa kendaraan, akomodasi, makan minum dan lainnya. Hal tersebut dapat dicapai jika seorang wisatawan melakukan perjalanan wisata jauh dari tempat tinggalnya, dan dilakukan lebih dari 24 jam.
Apalagi jika pintu masuk untuk wisatawan asing kembali dibuka, walaupun sesungguhnya belum tentu juga berpengaruh, karena tidak hanya dibutuhkan kebijakan dari negara distinasi wisata yang bersangkutan tapi juga adanya keinginan dari wisatawan itu sendiri. Menurut Dan Richards CEO dari Global Rescue, keyakinan seseorang untuk mulai melakukan perjalanan dan merencanakan liburan ke luar negeri bergantung pada dua syarat.
Masih menurut hasil survei Global Rescue, mendapatkan vaksinasi COVID-19 dan pembukaan perbatasan adalah dua persyaratan penting yang dibutuhkan para wisatawan agar merasa cukup aman untuk bepergian ke luar negeri. Wisatawan akan merasa cukup aman untuk merencanakan perjalanan dan wisata ketika mereka divaksinasi, ketika perbatasan dibuka dan ikelola dengan cara yang dapat diprediksi, dimana mereka dapat segera pulang ketika tahu keadaan buruk terjadi.
Kedua, revenge tourism tidak memberikan efek lompatan yang cukup besar bagi sektor pariwisata jika masyarakat berwisata hanya sebatas mengunjungi daya tarik wisata yang ada di daerahnya saja atau bersifat lokal. Kontribusi yang diberikan sektor pariwisata bagi pergerakan ekonomi di destinasi tidak besar. Hal ini disebabkan karena ruang lingkup perjalanan wisata yang kecil dan terbatas.
Wisatawan atau pengunjung tidak perlu mengeluarkan anggaran besar untuk berwisata, cukup menggunakan kendaraan pribadi karena akses yang dekat dan jarak tempuh pendek, tidak perlu tinggal di hotel karena perjalanan kurang dari 24 jam, bahkan untuk makan minum pun membawa bekal sendiri dari rumah, dan jika pun ada biaya yang dikeluarkan sebatas karcis masuk. Jadi tingkat pengeluaran yang diharapkan dari wisatawan (spending money) sangat kecil dan terbatas.
Pukulan balik
Dalam kondisi yang penuh tidak kepastian seperti saat ini, dimana setiap kebijakan yang ada begitu cepat berubah dan pastinya akan memberikan implikasi secara langsung kepada masyarakat, baik itu sifatnya positif maupun negatif. Adanya kebijakan pelonggaran PPKM hingga terjadinya revenge tourism tidak hanya akan memberikan pengaruh pada geliat ekonomi di daerah termasuk di dalamnya sektor pariwisata, namun juga harus diwaspadai kembali naiknya jumlah kasus positif Covid-19.
Kita harus belajar dari waktu yang lalu, misalnya saat libur hari raya. Kelalaian prokes oleh masyarakat dan ketidak patuhan pada aturan menyebabkan naiknya kasus positif yang hampir tidak terkendali. ‘Balas dendam’ wisata ini apabila tidak mampu dikontrol dan diawasi dengan baik akan menjadi ‘pukulan balik’ yang cepat buat pariwisata.
Hal tersebut kemungkinan terjadi sangat besar, mengingat jumlah pengunjung yang membeludak hingga menimbulkan kerumunan, kontrol masyarakat sering lepas begitu saja dan ditambah pengawasan di lapangan sangat lemah. Jangan sampai kita akan terus mengulangi periode yang sama lagi, dan mulai dari nol lagi. Disinilah kesadaran bersama dan kerja sama seluruh elemen masyarakat dan pemerintah diharapkan. Kita jangan seperti keledai yang berkali – kali masuk ke dalam lubang yang sama.
Penulis. M.Denny Elyasa (Analis Kebijakan Dinas Pariwisata Kebudayaan dan Kepemudaan Olahraga Pemrov Babel)